Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi fotografer wedding (pixabay)

Klungkung, IDNtimes- Menjamurnya para fotografer asing di Bali mendapat sorotan publik. Sebelumnya fotografer kondang Indonesia, Darwis Triadi, pernah menyoroti maraknya aktivitas para fotografer asing di Bali. Ia lalu mengajak para fotografer di Bali agar membentuk suatu organisasi untuk mengantisipasi para fotografer asing yang bekerja memotret, namun tanpa izin kerja di Indonesia.

Selain itu tokoh masyarakat lainnya, Ni Luh Djelantik kini turut menyoroti hal serupa. Dalam postingan di media sosial (medsos) Instagram, ia menyoroti aktivitas fotografer asing bekerja di Bali yang dinilai di luar ketentuan. Misalnya tidak dilengkapi dengan visa kerja. Jika hal ini dibiarkan, ia khawatir banyak warga lokal yang semakin kesulitan bekerja secara profesional di negara sendiri.

Terkait masalah ini, beberapa fotografer lokal juga menyampaikan keluhannya. Menurut mereka, saat ini persaingan dalam dunia pemotretan kian ketat. Selain antar fotografer lokal, mereka juga harus bersaing dengan fotografer asing yang mulai menjamur di Bali.

1. Agen wisata asing memberikan kliennya kepada fotografer asing

Ilustrasi fotografer wedding (pixabay)

Seperti yang diungkapkan oleh seorang fotografer lokal, Gede Wibisama. Dirinya sudah 10 tahun menjadi fotografer wedding ataupun event di Bali. Ia melihat para fotografer asing ini mulai menjamur di Bali sejak sebelum pandemik COVID-19.

Menurutnya, fotografer asing khususnya asal Tiongkok, bahkan telah sistematis membuka usaha jasa foto di Bali. Beberapa fotografer asing asal Tiongkok telah bekerja sama dengan para agen atau biro perjalanan wisata di negara asalnya. Para biro ini menjual paket wisata ke Bali, lengkap dengan dokumentasi yang dilakukan oleh fotografer asing.

“Saya tidak tahu apakah fotografer itu mengantongi izin atau tidak. Namun banyak saya lihat di lapangan seperti itu. Mereka sudah bekerja sama dengan agen perjalanan untuk bekerja sebagai fotografer di Bali,” ujar Wibisama, Jumat (17/2/2023).

Jika semua biro perjalanan wisata menggunakan sistem seperti itu, dirinya khawatir para fotografer lokal akan tersingkir dan kehilangan mata pencaharian.

“Kalau semua menggunakan sistem seperti itu, tentu akan rugi bagi kami para fotografer lokal. Payuk jakan (mata pencaharian) kami diambil,” ungkapnya.

2. Persaingannya tidak hanya dari lokal, tetapi juga dengan fotografer asing

Editorial Team

Tonton lebih seru di