Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi judi (pixabay.com/gregmontani-1014946)

Buleleng, IDN Times - Dua mahasiswi di Kabupaten Buleleng diduga mempromosikan judi online (judol). Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Resor (Polres) Buleleng, AKP Gede Darma Diatmika, mengatakan kasus tersebut telah masuk ke ranah pelimpahan tersangka ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kabupaten Buleleng. 

“Terkait perkara ini sudah tahap dua pelimpahan tersangka, dan barang bukti tertanggal 19 Mei 2025,” kata Diatmika kepada IDN Times.

Jerat hukum bagi orang yang mempromosikan judol, terancam pidana Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 45 Ayat 2. Lalu bagaimana fenomena ini ditelaah dari perspektif ekonomi? Berikut selengkapnya.

1. Kondisi pencari kerja di Kabupaten Buleleng

Ilustrasi pekerja yang sedang lelah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menyibak data awal Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, dari total 1.570 orang pencari kerja di Buleleng, hanya ada 139 lowongan kerja yang terdaftar. Angka tersebut semakin berjarak ketika melihat hanya ada 137 orang tenaga kerja yang memenuhi penempatan kerja. Lapangan kerja minim dengan jumlah pesaing yang besar, membuat calon pekerja di Buleleng berputar otak mencari lowongan kerja.

Jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Bali, Badung misalnya. Proporsi antara pencari kerja dengan lapangan kerja terbilang cukup ideal. Data BPS Provinsi Bali yang diperbaharui terakhir 19 Februari 2025, ada 501 orang pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja terdaftar sebanyak 1.364, dan 518 orang tenaga kerja yang memenuhi penempatan kerja.

2. Mengenal istilah underground economy

ilustrasi uang (pexels.com/kaboompics)

Akademisi Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Ida Ayu Meisthya Pratiwi, melihat fenomena promosi judol ini berkaitan dengan underground economy. Tahun 2013, Schneider dan Williams menulis penelitian ilmiah berjudul The Shadow Economy.

Penelitian itu menyebutkan underground economy sebagai aktivitas dalam memproduksi atau jual beli barang dan jasa. Jual beli itu baik secara legal maupun ilegal, yang nilainya tidak dapat tercermin dalam perhitungan Gross Domestic Bruto (GDP) suatu negara. 

Sementara, Feige dan Urban menuliskan artikel berjudul Measuring Underground (Unobserved, Non Observed, Unrecorded) Economies in Transition Countries: Can We Trust GDP? menyatakan antitesisnya terhadap GDP sebagai satu alat ukur perekonomian suatu negara. Alasannya, GDP tidak dapat menangkap aktivitas ekonomi yang tidak tercatat dan disebut sebagai underground economy. Menurut Meisthya, transaksi dan promosi judol ini termasuk ke dalam underground economy.

“Tidak dicatat dalam GDP karena ilegal dalam undang-undang,” kata Meisthya kepada IDN Times.

Aktivitas promosi judol ini tergolong underground economy ilegal karena pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak tercatat. Dampaknya, transaksi ilegal tersebut tidak akan masuk dalam GDP. Menurut Meisthya, sistem hukum yang lemah di Indonesia menjadikan praktik ekonomi ilegal seperti ini kian langgeng.

3. Dampak aktivitas perekonomian ilegal

Ilustrasi judi online (judol). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)

Goel dan Saunoris menulis artikel ilmiah berjudul Government Decentralization and Prevalence of the Shadow Economy, bahwa aktivitas dalam underground economy berakibat pada berkurangnya potensi basis pajak.

Secara berkelanjutan, dampaknya pada layanan dan barang publik yang disediakan oleh pemerintah. Pemerintah sebagai regulator dan eksekutor kebijakan dapat mengidentifikasikan, serta memantau underground economy yang bertujuan sebagai peningkatan layanan pemerintah atau barang publik yang disediakan.

Gusrah Kharisma dan Khoirunurrofik dalam artikel ilmiah Estimasi Underground Economy Tingkat Provinsi di Indonesia, menuliskan estimasi terhadap underground economy menjadi penting. Sebab, di samping berkaitan dengan penegakan hukum terhadap aktivitas perekonomian yang ilegal, analisis underground economy ini juga bertalian dengan kebijakan ekonomi dan moneter dari suatu negara.

Editorial Team