Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi (IDN Times/Sunariyah)

Denpasar, IDN Times - Konsultasi publik yang digelar oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali pada Selasa (24/8/2021), menguak fakta terjadinya penyusutan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai akibat penataan blok. Dalam acara daring yang dihadiri Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, tiga pihak yakni WALHI Bali, KEKAL, dan Frontier langsung mengkritisi dokumen penataan blok Tahura Ngurah Rai.

Ketiga pihak tersebut mengusulkan adanya penambahan poin yang menyatakan revisi blok pengelolaan Tahura Ngurah Rai tidak digunakan untuk pemutihan pelanggaran zonasi dalam bagian rekomendasi berita acara rapat. Apa sesungguhnya yang terjadi? Apa penyebab penyusutan Tahura Ngurah Rai? Berikut fakta-faktanya:

1.Penyusutan blok Tahura terus terjadi dari masa ke masa

ilustrasi hutan sambangan (pixabay.com/gunawanteguh)

Acara daring tersebut diikuti juga oleh Kepala Dinas DKLH Bali, Kabid I DKLH Bali, dan Kepala UPT Tahura Ngurah Rai. Menurut Perwakilan WALHI Bali, Untung Pratama, dalam dokumen penataan blok tersebut pihaknya menemukan luas kawasan konservasi malah mengalami penyusutan seluas 60 hektare. Ia kemudian mempertanyakan penyebab terjadinya penyusutan tersebut. Menurutnya penyusutan ini terus terjadi dari masa ke masa.

“Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan karena dari masa ke masa Tahura terus menyusut. Pada saat ditetapkan, Tahura luasnya 1.203,55 hektare. Sekarang tersisa 1.141,41 hektare,” jelasnya.

2. Dikhawatirkan pengubahan blok akan jadi alat pemutihan pelanggaran zonasi

Ilustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Dalam dokumen penataan tersebut, Untung Pratama mengungkapkan, ada temuan yakni diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan. Untung menilai bahwa tindakan ini dapat menjadi pintu masuk pemutihan pelanggaran zonasi.

Seperti yang terjadi pada tahun 2012 sebelumnya, di mana PT. Tirta Rahmat Bahari pernah mengajukan Izin Pengusahaan Pariwisata di blok perlindungan.

“Kami khawatir diubahnya blok ini menjadi alat pemutihan pelanggaran zonasi Tahura. Misal ada izin terdahulu yang melanggar peruntukan blok, dengan perubahan blok, izin tersebut tidak melanggar lagi,” jelasnya.

3.Pertanyakan alasan DKLH Bali mengubah blok perlindungan

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Sunariyah)

Sementara itu Perwakilan dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup Bali (KEKAL Bali), Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, mempertanyakan alasan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan oleh DKLH Bali. Apalagi dalam arahan Dirjen KSDAE kawasan konservasi juga dapat dilakukan fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial.

Bokis juga mempertanyakan perihal apakah ada Izin Pengusahaan Pariwisata Alam baru yang diterbitkan? Karena menurutnya pada tahun 2012 lalu sempat ada izin pengusahaan pariwisata alam di Tahura. Temuan tersebut mengungkap adanya perubahan blok perlindungan Tahura yang sempat diberikan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT. Tirta Rahmat Bahari.

"Tahura ini kawasan konservasi, tujuannya adalah perlindungan kawasan. Penataan blok terbaru ini sangat mengkhawatirkan karena blok perlindungan justru menyusut drastis dan blok pemanfaatan bertambah ratusan hektare,” tegasnya.

Terkait dengan usulan adanya penambahan poin yang menyatakan revisi blok pengelolaan Tahura Ngurah Rai tidak digunakan untuk pemutihan pelanggaran zonasi, Bokis menyampaikan bahwa usulan tersebut telah diterima oleh pihak terkait.

4.Pihak pengelola membenarkan terjadinya penyusutan Tahura Ngurah Rai

IDN Times/Dhana Kencana

Menanggapi hal tersebut, Kepala UPT Tahura Ngurah Rai, I Ketut Subandi, mengakui memang terjadi penyusutan luasan kawasan konservasi. Penyusutan tersebut diakuinya terjadi dengan luasan mencapai 62,14 hektare karena adanya pelepasan kawasan hutan yang diberikan untuk PT Bali Turtle International Develpoment (PT BTID). Hal itu juga telah mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan tahun 2004 dan pada dokumen tahun 2015 lalu. Kawasan ini masih dimasukkan sebagai kawasan konservasi.

“Memang ada kesalahan dokumen kami selama ini,” ungkapnya.

Sedangkan terkait permasalahan diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan, ia menjelaskan bahwa dengan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan, bukan berarti memberikan izin kepada pengusaha. Ia menekankan hingga saat ini belum ada izin baru sebagaimana yang dipertanyakan oleh pihak KEKAL Bali.

Editorial Team