Kondisi Gedung Pancasila yang masih dalam tahap pembangunan. (IDN Times/Ayu Afria)
Lalu siapa sesungguhnya yang paling bertanggung jawab? Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar, I Made Poniman, seizin Kepala Satpol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga, saat ditemui IDN Times di ruangannya pada Senin (31/5/2021), menyampaikan bahwa seharusnya Dinas PUPR yang memperjelas soal patok jalan ini. Hanya saja ia menyampaikan lokasi yang diperkarakan ini memang belum berbentuk jalan.
Berdasarkan pertemuan pada Januari 2021 lalu, antara Satpol PP Kota Denpasar, Teradu I bersama pihak-pihak terkait, disampaikan bahwa Teradu I Shri IB Darmika Marhaen mengatakan telah berkoordinasi dengan Gubernur Bali, Wayan Koster, terkait hal ini. Lantaran tanah tersebut merupakan tanah Pemerintah Provinsi Bali, bukan Pemerintah Kota Denpasar. Dalam pertemuan tersebut, Teradu I juga menyampaikan apabila harus berkeberatan, itu seharusnya pihak Gubernur Bali.
“Itu alasannya dia. Waktu kami rapat, kami jadwalnya, besok kami turun, yang terkaitlah di sana kami turun diterima oleh Gus Marhaen. Gus Marhaen sudah ikut menandatangani berita acaranya itu dan kami temukan tidak sesuai dengan izin. Melebar,” jawabnya.
Pihak Teradu I juga diminta agar menyesuaikan bangunan Gedung Pancasila tersebut sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor SK-IMB-517102-22042020-02 tertanggal 22 April 2020. Pembangunan Gedung Pancasila ini juga telah mendapatkan Surat Peringatan III (SP-III) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar pada 21 Desember 2020 dengan Nomor 640/11887/DPUPR. Dalam berita acara yang ditandatangani, tim sepakat untuk mengentikan sementara proses pembangunannya sampai berhasil menyesuaikan dengan IMB yang didapat.
“Iya diakui (membangun tidak sesuai IMB). Cuman dia itu masih berkonsultasi dengan Pak Gubernur, karena yang memberikan dia itu Pak Gubernur. Pak Gubernur itu belum memberikan teguran kepada dia (Teradu I). Dia juga sudah mengajukan surat untuk diberikan, dimasukkan di dalam revisi daripada perjanjian antara dia dengan Pak Gubernur. Itu satu.
Yang kedua, jalannya itu belum jelas apakah jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi. Karena itu belum tampak di sana. Dan katanya itu LC, LC-nya belum disosialisasikan secara umum sehingga itu belum ada papan nama,” ungkapnya.
Selain itu Teradu I juga telah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak desa. Pihak Satpol PP Kota Denpasar masih menunggu jawaban surat permohonan yang diajukan Teradu I kepada Gubernur Bali terkait dengan luasan tanah yang dimohon tersebut.
“Jawabannya itu yang saya minta. Sampai saat ini belum diberikan. Tapi IMB-nya dia tidak dicabut. Kami susah jadinya. Kalau itu dicabut tanpa izin oke. Itu kan izinnya masih resmi, cuman dia ada pelanggaran lebihnya aja gitu. Saya sarankan jika tidak berhasil, anda sendiri yang bongkar. Bukan kami yang bongkar. Sesuaikan dengan izin itu, seharusnya begitu,” jelasnya.
Berdasarkan surat yang ditunjukkan kepada IDN Times, diketahui bahwa perjanjian sewa-menyewa tanah milik Pemerintah Provinsi Bali ini ditandatangani pada 2 September 2019 antara Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, dan Teradu I IB Darmika Marhaen dengan luasan 245 meter persegi dan dengan besaran sewa Rp2.450.000 per tahun.