Gunung Agung. (Sejarahbali.com)
Warga Desa Tangkas, Klungkung, I Made Retig (67), berusaha mengingat-ingat kembali masa kecilnya yang banyak ia habiskan di kawasan Eks Galian C. Semasa ia kecil, kawasan Eks Galian C itu merupakan lahan pertanian yang subur. Lokasinya yang berada di alur muara Sungai Unda membuat lahan persawahannya subur, dan tidak kesulitan air irigasi sepanjang tahun.
"Dulu di sana (Eks Galian C) kawasan yang subur. Sawah membentang luas, itu masuk wilayah Subak Penggoncengan," ungkapnya, Selasa (4/1/2022).
Hamparan persawahan itu juga menjadi sumber penghidupan bagi warga di lima desa yakni Tangkas, Gelgel, Jumpai, Gunaksa, dan Sampalan Klod.
Namun situasi berubah ketika Gunung Agung mengalami erupsi besar pada tahun 1963. Lahan dingin yang mengalir dari Sungai Unda telah meluluhlantakkan area persawahan warga. Material piroklastik menimbun lahan persawahan warga yang subur.
"Hasil endapan lahar Agung Agung tahun 1963 bisa dilihat sampai saat ini. Tebalnya bisa lebih dari 15 meter," katanya.
Beberapa tahun berselang, lahan pertanian warga itu berubah menjadi hamparan pertambangan pasir. Material erupsi yang menimbun lahan pertanian warga, ditambang untuk diambil pasirnya.
Aktivitas tambang pasir ini berhenti sekitar tahun 2002, karena adanya larangan dari pemerintah. Pelarangan ini karena aktivitas penambangan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah di lokasi itu.
"Tambang pasir itulah yang menyebabkan lahan di Eks Galian C itu bopeng-bopeng seperti sekarang."