Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dilema Pers Mahasiswa, Kemerdekaan Pemberitaan Rawan Ancaman

Ilustrasi massa aksi. (IDN Times/Yuko Utami)

Wahai kalian yang rindu kemenangan

Wahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga

Untuk negeri tercinta

Gianyar, IDN Times - Penggalan lagu Mars Mahasiswa di atas kerap berkumandang saat aksi demonstrasi mahasiswa. Bagaimana lautan mahasiswa menggulingkan pemerintahan orde baru menjadi catatan sejarah, bahwa gerakan mahasiswa patut diperhitungkan. 

Gerakan mahasiswa beriringan dengan munculnya pers alternatif seperti pers mahasiswa. Mereka beriringan memberitakan setiap peristiwa dan menerbitkannya melalui produk cetak seperti koran hingga tabloid. 

Ida Ayu Kusuma Widiari, Pemimpin Umum Pers Mahasiswa (Persma) Akademika 2023/2024, menjelaskan aksi turun ke jalan saat ini masih relevan dilakukan.

“Menurut saya aksi turun ke jalan masih relevan apabila tujuannya adalah untuk membangun kesadaran tapi hanya bagi sebagian kelompok,” jelasnya, pada Kamis (24/10/2024).

Bagi Widiari, media sosial memiliki peranan yang lebih besar dalam membangun kesadaran kolektif terhadap suatu isu. Keunggulannya media sosial mampu menjangkau target audiens yang lebih luas.

“Bahkan bisa menjangkau dan membangun propaganda bagi kelompok-kelompok yang tidak cuek terhadap isu-isu ketidakadilan,” lanjut Widiari.

1. Pers mahasiswa menghadapi tantangan

ilustrasi mahasiswa sedang stres (unsplash.com/Josefa nDiaz)

Catatan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), pada tahun 2021 ada 45 jurnalis atau sebanyak 82 persen mengalami kekerasan berupa penganiayaan, intimidasi, penangkapan, penghapusan data liputan, hingga serangan siber. 

Tak hanya jurnalis, LBH Pers juga menemukan tindakan kekerasan yang dialamatkan pada media maupun pers mahasiswa. Serangan terhadap media menunjukkan angka yang cukup tinggi dibanding tahun sebelumnya yakni 7 kasus atau sebanyak 13 persen. Kemudian serangan terhadap pers mahasiswa 2 kasus atau 3 persen, dan narasumber 1 kasus atau 2 persen.

Ni Putu Lily Darmayanti mengungkapkan, selama bergabung dalam pers mahasiswa di kampusnya, ada pro dan kontra dari lingkungan di universitas. Pemberitaan yang telah diterbitkan dapat menuai ancaman.

“Dari berita yang telah kami publish dari segi keamanan dan perlindungan kami, apa yang terjadi setelah ini apakah dapat surat peringatan atau kemungkinan terburuk dikeluarkan dari kampus,” ujar Lily, pada Kamis (24/10/2024).

Pada rentang tahun 2020 dan 2021, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) mendokumentasikan 48 kasus pihak manajemen universitas melakukan intimidasi dan membubarkan redaksi pers mahasiswa. Sebanyak 185 kasus merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers di berbagai kampus. Pelanggaran yang dilakukan pihak universitas meliputi ancaman, intimidasi, serangan fisik, penutupan media, serta mahasiswa dibuat keluar dari kampus karena pekerjaan jurnalistik.

Tak hanya rentan ancaman, tantangan lainnya yang dihadapi pers mahasiswa, menurut Widiari adalah dilema dalam mengidentifikasi jati diri.

“Dalam artian, ada kegagapan dalam diri persma saat ini untuk  mengidentifikasi nilai-nilai yang mesti diadopsi dari persma di masa lalu,” jelasnya.

Menurut mahasiswa Fakultas Hukum ini, gejolak situasi politik yang berbeda membuat pers mahasiswa harus beradaptasi.

2. Perlindungan hukum terhadap pers mahasiswa

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Ketua Dewan Pers periode 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo, mengategorikan jenis pers di Indonesia. Catatannya tertuang dalam Jurnal Dewan Pers bertajuk Mendorong Profesionalisme Pers melalui Verifikasi Perusahaan Pers.

Melalui jurnal yang diterbitkan pada tahun 2017 itu, Persma dikategorikan dalam kuadran kedua, yakni pers yang tidak terverifikasi tetapi menjalankan aturan sesuai ketentuan kode etik jurnalistik. Dari pengelompokan itu, Dewan Pers menggolongkan persma sebagai bagian dari jurnalisme kelompok.

Hingga saat ini, kasus pidana pencemaran yang melibatkan pers mahasiswa kebanyakan ditangani oleh universitas atau polisi. Berbagai desakan dari pers mahasiswa, akhirnya Dewan Pers dan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud Ristek RI menyepakati Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi.

PKS yang ditandatangani pada 18 Maret 2024 ini memberikan mekanisme agar tidak membawa sengketa dugaan pencemaran nama baik ke polisi atau kejaksaan negeri. Padahal, kebebasan pers sendiri telah diakui dalam konstitusi UUD 1945, tepatnya Pasal 28 mengenai kebebasan berekspresi.

3. Memaknai sumpah pemuda, merawat idealisme

Ilustrasi massa aksi. (IDN Times/Yuko Utami)

Menurut Lily, tidak banyak mahasiswa di wilayah Bali Utara yang aktif menyuarakan isu-isu krusial baik skala lokal maupun nasional.

“Kita tidak bisa memaksakan, tapi saya kecewa dengan ketidakpekaan mahasiswa yang cuek terhadap hal terjadi di sekitar kita,” ucapnya. 

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Widiari menuturkan penting bagi mahasiswa dalam merawat spirit memperjuangkan tegaknya keadilan.

“Karena saya meyakini, kemewahan  yang dimiliki sebagai mahasiswa adalah idealismenya. Jadi dengan keilmuan yang kita pelajari,  perjuangkan idealisme itu untuk menjadi suara bagi mereka yang terpinggirkan,” tegasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Ni Komang Yuko Utami
Irma Yudistirani
Ni Komang Yuko Utami
EditorNi Komang Yuko Utami
Follow Us