Daftar Masalah Pariwisata Bali 2025, PHRI Soroti Golden Visa

Denpasar, IDN Times - Siapa sangka pemulihan pariwisata Bali pascapandemik COVID-19 tidak semulus yang direncanakan. Banyak permasalahan pariwisata bermunculan dan menjadi sorotan PHRI. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, mengatakan perizinan OSS (Online Single Submission) malah berkontribusi terhadap alih fungsi lahan di wilayah Bali, karena kecenderungan para investor memilih lokasi yang cepat mengembalikan modal seperti di Canggu, Kuta, dan Ubud.
"Ada isu-isu sebenarnya tingkat kabupaten/kota, ada isu-isu provinsi, dan tingkat nasional. Yang menjadi sorotan kami dri BPD isu-isu nasional masalah perizinan yang mana banyak menimbulkan persoalan di Bali khususnya tentang alih fungsi lahan, over consentrated yang tentu mereka memilih temmpat-tempat yang mereka anggap bisa cepat mengembalikan modal mereka," ungkapnya usai Rapat Kerja Daerah (Rakerda) ke V Tahun 2025 PHRI BPD Provinsi Bali di Kantor BTB Bali, Renon, Denpasar, pada Rabu (22/1/2025).
Selain hal tersebut beberapa permasalahan pariwisata di Bali ini menjadi topik hangat dalam rapat.
1. Angka Golden Visa terlalu murah untuk Bali. Bali minta dibedakan dengan daerah lainnya
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace mengatakan, bahwa permasalahan lain adalah Golden Visa dengan jaminan yang relatif sama di seluruh Indonesia berdasarkan undang-undang. Yakni Rp5,6 miliar pada tahun pertama, dan investasi Rp10 miliar. Angka investasi tersebut terlalu murah untuk Bali. Akibatnya, banyak pihak yang berbondong-bondong berinvestasi di Bali.
"Tentu kita tidak bisa bandingkan Provinsi Bali dengan provinsi lain. Di mana tempat infrastruktur, airport yang bukan 24 jam. Kemudian dengan internet kita yang hampir meng-cover seluruh Bali. Tentu harga tersebut kami anggap terlalu murah untuk Bali," terangnya.
Dengan investasi Rp10 miliar tersebut, Cok Ace mempertanyakan apa yang bisa dibangun di Bali? Angka tersebut disebutnya hanya jadi 3 unit vila. Sementara itu, besaran nilai tersebut dapat dipenuhi oleh investor lokal sendiri. Sehingga PHRI Bali berharap agar ada perbedaan nilai investasi untuk wilayah Bali.