Gubernur Bali, I Wayan Koster. (IDN Times/Rehuel Willy Aditama)
Nyoman W berharap pemerintah dapat mendengar dulu keluhan dan masukan dari para pembuat arak gula ini sebelum memutuskan menutup usaha pembuatan arak fermentasi gula. Menurutnya, harus ada solusi dari pemerintah.
Dirinya juga mempertanyakan pertimbangan pemerintah melarang produksi arak gula karena alasan kesehatan. Menurutnya, perlu ada dasar kajian dari ahli kesehatan untuk mengatakan itu.
“Arak gula dan arak destilasi kan sama-sama bahan dasarnya gula yang manis. Cuma ada gula dari tebu, ada yang dari nira. Ada yang caranya didestilasi, ada yang fermentasi dengan ragi untuk hasilkan alkohol. Kalau dikatakan arak fermentasi gula membahayakan kesehatan, saya pikir arak apapun jika diminum berlebihan akan berbahaya untuk kesehatan,” jelasnya.
Namun dirinya tidak menampik bahwa arak gula ini bisa mengganggu eksistensi dari arak hasil destilasi. Mengingat arak gula hasil fermentasi bisa dijual dengan harga murah. Selain itu, untuk masalah rasa, tentu belum ada yang bisa menandingi arak hasil destilasi atau arak tradisional.
“Soal rasa, tentu jauh lebih nikmat arak destilasi. Kalau orang benar-benar penikmat arak pasti mengerti. Tapi arak gula ini memang ada yang beli karena harganya yang murah. Hampir setengah harga dari arak destilasi. Biasanya yang beli itu, para pembuat arak cocktail berbagai rasa yang saat ini banyak dijual. Menurut saya, kembalikan ke mekanisme pasar karena arak gula dan destilasi punya penikmatnya masing-masing,” jelasnya.