Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi PLTU (unsplash.com/Chris LeBoutillier
ilustrasi PLTU (unsplash.com/Chris LeBoutillier

Intinya sih...

  • PLTU Celukan Bawang beroperasi sejak 2015 dengan pendanaan dari Bank Pembangunan Tiongkok.

  • PLTU ini memproduksi karbon dioksida sebesar 2,09 kiloton per tahun dan memiliki dampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.

  • Dampak kesehatan dan lingkungan PLTU Celukan Bawang mencakup risiko kematian, menurunnya produktivitas ekonomi, dan dampak sektoral terhadap pertanian, kehutanan, perikanan, jasa kesehatan, dan kegiatan sosial.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Denpasar, IDN Times - Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Center of Economic and Law Studies (Celios), dan TrendAsia meluncurkan laporan Toxic Twenty: Daftar Hitam 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia, pada Selasa (4/11/2025). Laporan itu mengungkap hasil riset ketiga lembaga tersebut terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia.

Inisiatif riset ini muncul karena Pemerintah Indonesia merencanakan 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Namun, hingga saat ini belum ada langkah serius untuk memensiunkan PLTU Batubara.

“Kita sudah melihat dampaknya yang begitu besar, dampak kesehatan, dampak lingkungan, dampak ekonomi terhadap warga lokal bahkan ekonomi nasional itu besar sekali,” tutur Peneliti Celios, Atina Rizqiana, pada Selasa. 

Atina mengatakan, dampak yang merugikan warga lokal, lingkungan, dan ekonomi itu nyata. Ia menyayangkan dampak itu justru masih melanggengkan operasional PLTU batu bara, bahkan ada yang baru akan dibangun. Dari 20 daftar PLTU, PLTU Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng termasuk di dalamnya. Seperti apa temuan para peneliti dalam Laporan Toxic20? Berikut informasi selengkapnya.

1. Beroperasi sejak 2015, pendanaan PLTU Celukan Bawang dari Bank Pembangunan Tiongkok

Ilustrasi uang. (IDN Times/Arief Rahman)

Para peneliti Toxic20 menghimpun data yang dapat ditemukan secara publik. PLTU Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng telah beroperasi sejak 2015 dengan pinjaman dari Bank Pembangunan Tiongkok. PLTU dengan kapasitas sebesar tiga kali 142 megawatt (MW) ini punya total pinjaman sebesar Rp14,08 triliun, menurut GEM Database. Sementara itu, pendataan lainnya dari China AidData bahwa pinjaman PLTU Celukan Bawang sekitar Rp8,8 triliun.

Tidak ada keterangan secara eksplisit jenis pinjaman tersebut. Tetapi peneliti menduga pinjaman itu termasuk dalam jenis pinjaman pembiayaan proyek. Perolehan pinjaman itu sudah ada sejak 2016 lalu.

“China ini sangat dominan masuk pembiayaan lewat policy banks atau perbankan-perbankan yang sifatnya Bank of China, Expor Impor Banks, dan seterusnya, tapi rata-rata afiliasinya ke Pemerintahan China,” kata Juru Kampanye TrendAsia, Novita Indri, dalam diskusi hybrid Peluncuran Laporan Toxic Twenty: Daftar Hitam 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia.

2. Produksi karbon dioksida PLTU Celukan Bawang 2,09 kiloton per tahun

Ilustrasi gas karbon dioksida. (pixabay.com/geralt)

Biaya operasional PLTU Celukan Bawang sebesar Rp799,87 miliar, memproduksi karbon dioksida sebesar 2,09 kiloton per tahun. Ada sederet dampak dan besaran nominal yang seluruhnya menunjukkan minus. Misalnya, dampak ke penyerapan tenaga kerja per tahun minus hingga 4 ribu lebih jiwa. Ini menunjukkan janji lapangan kerja dalam proyek-proyek pembangkit listrik tidak terwujud.

Berdasarkan pemberitaan IDN Times pada 14 Oktober 2024 lalu, 254 buruh PLTU Celukan Bawang terancam tidak mendapatkan pesangon yang ditaksir mencapai Rp12,4 miliar. Para pekerja juga kehilangan status kerja yang semula PKWTT (karyawan tetap) menjadi PKWT (karyawan kontrak).

Para buruh korban union busting ini berawal saat direksi perusahaan mengeluarkan pengumuman terbuka tertanggal 12 September 2024 dan 14 September 2024. Pengumuman tersebut memaksa para pekerja membuat surat pengunduran diri, dan membuat surat lamaran baru.

3. Dampak kesehatan dan lingkungan

ilustrasi PLTU (pexels.com/Kelly)

Sementara itu, dari sisi dampak sektoral terhadap pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PLTU Celukan Bawang ada temuan minus Rp0,11 miliar. Sedangkan dampak sektoral terhadap jasa kesehatan dan kegiatan sosial minus Rp0,43 miliar. Analis CREA, Katherine Hasan, mengatakan pihaknya telah menerbitkan studi bersama IESR terkait dampak kualitas udara dan kesehatan publik dari beberapa keputusan transisi energi negara.

“Intinya semakin besar konsentrasinya, semakin besar dampak risikonya, di Indonesia belum ada studi khusus epidemiologi. Tapi dari standar dunia polusi udara sudah jelas membahayakan kesehatan,” tegas Katherine.

Dampak kesehatannya adalah ada risiko kematian dan menurunnya produktivitas ekonomi. Katherine menegaskan agar pemerintah mengambil langkah tegas terhadap jadwal pensiun PLTU di Indonesia. Daftar 20 PLTU paling berbahaya tersebut dihimpun dari data set dengan identifikasi tiga indikator utama seperti beban ekonomi dan kesehatan; emisi karbon tahunan; dan usia operasional PLTU. PLTU Celukan Bawang sendiri berada di peringkat ke-15 paling berbahaya.

Editorial Team