Buleleng Rawan Bencana, BPBD Sosialisasikan Penanganan Kolektif

Buleleng, IDN Times - Wilayah Bali Utara, tepatnya di Kabupaten Buleleng memiliki risiko bencana yang kompleks. Sehingga penanganan bencana kolektif dan inklusif menjadi bekal bagi seluruh elemen masyarakat.
Merespon tantangan dalam penanganan kebencanaan di Buleleng, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pembinaan dan Pengawasan Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Kabupaten Buleleng.
FGD ini bertujuan memperkuat implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub urusan bencana. Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mengatakan pelaksanaan SPM adalah kewajiban konstitusional pemerintah daerah dalam menjamin hak-hak dasar masyarakat pada aspek kebencanaan. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal, yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan dasar di daerah.
“SPM ini bukan hanya formalitas administrasi, tapi merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memastikan masyarakat terlindungi dari risiko bencana melalui layanan yang terukur, terencana, dan berkelanjutan,” ujar Ariadi dalam keterangannya, Selasa (22/7/2025).
1. Buleleng memiliki risiko bencana yang kompleks

Ariadi memaparkan ada lima jenis pelayanan dasar yang menjadi indikator dalam SPM sub urusan bencana. Kelima pelayanan dasar itu seperti Informasi rawan bencana, peringatan dini bencana, edukasi kebencanaan, evakuasi dan penyelamatan serta pemenuhan kebutuhan dasar pasca bencana.
Menurutnya, kelima indikator ini harus saling berkesinambungan sebagai upaya penanganan bencana yang inklusif. Ini karena Buleleng memiliki risiko bencana yang kompleks, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, hingga kebakaran hutan.
“Kita perlu menyusun strategi terpadu dan kolaboratif agar pemenuhan SPM ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata dia.
2. Tantangan penanganan bencana dan peran sejak skala terkecil

Peserta FGD dari berbagai elemen masyarakat seperti perangkat desa, daerah, dan lainnya mendapatkan pembekalan teknis mengenai tata cara pelaksanaan, pelaporan, hingga evaluasi SPM. Mereka juga mendiskusikan permasalahan di lapangan selama penanganan bencana, seperti keterbatasan sumber daya, koordinasi lintas sektor, dan keterjangkauan wilayah terdampak bencana.
Selama sesi diskusi, peran desa dalam pelaksanaan SPM juga tersorot. Desa berperan mulai dari pemutakhiran data risiko bencana, penyusunan rencana kontingensi desa, hingga penguatan kapasitas kelembagaan relawan lokal. Sementara, pendekatan berbasis data dan digitalisasi pelaporan akan menjadi prioritas BPBD Buleleng ke depan melalui penguatan sistem pelaporan e-SPM.
3. Pentingnya sinergitas dalam penanggulangan bencana

Melalui FGD ini, BPBD Buleleng berharap seluruh elemen masyarakat dapat memperkuat sinergi dan komitmen dalam percepatan pemenuhan SPM sub urusan bencana. Selepas FGD ini, ada sederet rencana tindak lanjut, seperti pembinaan berkelanjutan di tingkat desa, peningkatan kapasitas SDM teknis, dan integrasi program antarsektor.
“Ini bukan pekerjaan satu institusi, tetapi kerja kolektif. Mari bersama kita wujudkan Buleleng yang tangguh bencana, dengan layanan kebencanaan yang inklusif, cepat, dan tepat sasaran,” ujar Ariadi.