Fotografer Buku Hope and Freedom, mengulas tentang ODGJ di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)
Buku ini memberikan sedikit gambaran kepada masyarakat mengenai kondisi ODGJ berat yang pernah atau masih terpasung di Pulau Bali. Sekaligus memberikan gambaran bahwa gangguan jiwa bisa disembuhkan dengan metode yang tepat dan dilakukan oleh ahlinya.
Tentunya tidak memperlakukan ODGJ dengan cara memasung, merantai, mengunci mereka dalam ruangan atau dengan cara yang tidak manusiawi. Tindakan tersebut hanya akan menambah penderitaan pada ODGJ.
Rudi mengungkapkan bahwa ia memiliki pandangan berbeda soal fotografi. Karena baginya fotografi adalah terkait dengan pilihan sikap. Ia memilih membantu ODGJ dengan keahliannya. Keinginan ini ia akui terinspirasi oleh apa yang dilakukan oleh SIMH yakni pengobatan gratis bagi ODGJ.
"Kalau suka dukanya motret hal yang saya lakukan ini, dukanya mungkin kalau kamera saya sudah kabur, mungkin kabur dari dulu. Bagi saya foto itu bukan soal kemiripan, tapi opini. Saya beropini, berargumentasi dalam fotografi," jelasnya.
Salah satu tulisan ODGJ dalam buku Hope and Freedom. (IDN Times/Ayu Afria)
Rudi mengaku sempat ingin menyerah sebelum akhirnya membulatkan tekad untuk menekuni fotografi ini. Ia juga pernah menerima anggapan mengeksploitasi para ODGJ. Namun tanpa banyak disadari oleh masyarakat lainnya, bahwa foto-foto tersebut berfungsi untuk membuka mata dan pandangan masyarakat.
"Foto sehebat apapun memerlukan narasi," jelasnya.
Dalam buku ini dijelaskan kondisi 18 ODGJ di Bali. Pun foto-foto tersebut telah melalui dan mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga. Rudi menyebutkan bahwa kolektor pertama buku ini dibeli oleh mantan ODGJ yang sudah sembuh. Lalu kolektor kedua oleh seniman. Seluruh penjualan buku ini akan didedikasikan untuk para ODGJ.
Sementara itu, Nicky Hogan mengungkapkan bahwa dari 18 ODGJ tersebut, ia hanya menemui 3 orang saja. Dari sana cukup baginya untuk menarasikan apa yang dialami sebenarnya oleh pada ODGJ.