ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)
Sekarang bergeser dulu dari tragedi yang dialami teller bank tersebut, dan membuat contoh kasus baru. Begini misalnya:
A mencuri sepeda motor di dalam rumah B. Aksinya ketahuan dan B berteriak "Maling." Karena panik, A menyerangnya menggunakan pisau dan B melakukan perlawanan. Ketika baku hantam, B menggapai vas bunga dan memukulkannya ke arah kepala A. Tanpa disadari, A kehilangan banyak darah dan kemudian tewas di tempat.
Pertanyaannya, apakah A akan dipenjara karena berupaya melakukan perlawanan?
Menurut ulasan di situs Hukumonline.com, si A tetap dijadikan tersangka. Hal ini mengacu pada Pasal 1 angka 14 UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Isinya adalah:
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Pihak kepolisian tetap menahan si A untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dasar hukumnya adalah Pasal 20 KUHAP:
Ayat 1: Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan
Ayat 2: Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan
Ayat 3: Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Pada prinsipnya, hukum pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil. Yaitu kebenaran yang sesungguhnya tentang siapa pelaku tindak pidana yang sesungguhnya yang seharusnya dituntut dan didakwa.
Si A bisa dinyatakan bersalah atau tidak setelah melewati mekanisme pembuktian di pengadilan. Pasal 49 Ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan:
Ayat 1
Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
Ayat 2
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Karena itu proses pembuktiannya harus ditunjukkan ke hadapan pengadilan, untuk memenuhi unsur-unsur pada Pasal 49 ayat 1 atau 2. Hakimlah yang berhak menguji dan memutuskannya. Sedangkan tugas polisi hanya mengumpulkan bahan-bahannya untuk diajukan kepada hakim.
Menurut Pasal 49, orang yang melakukan pembelaan darurat tidak dapat dihukum. Pasal ini juga mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum.
Sehingga supaya si A tidak dapat dihukum karena pembelaan darurat, maka harus memenuhi tiga syarat: (Sumbernya adalah R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, edisi 1991, hal. 63)
- Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (Membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. jadi harus ada keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan, dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain
- Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain
- Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.
Jika ketiga alasan penghapus pidana di atas berhasil dibuktikan di pengadilan, maka hakim akan mengeluarkan putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Bukan putusan bebas alias vrijspraak.
Uraian di atas juga sejalan dengan pernyataan Ni Putu Eka Susilawati. Dalam hukum, kata Eka, walaupun seseorang membunuh karena membela diri, tetap akan diproses.
"Kecuali benar-benar bisa dibuktikan bahwa itu membela diri. Selama menghilangkan nyawa orang, jadi memang bisa untuk diproses hukum. Bila ada bukti, di persidangan yang kemungkinan bisa diperingan. Tapi perlu bukti yang kuat," katanya.