Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi ayah, ibu dan anak sedang bersantai (Pexels.com/Emma Bauso)
Ilustrasi ayah, ibu dan anak sedang bersantai (Pexels.com/Emma Bauso)

Denpasar, IDN Times - Saat sekolah dasar atau taman kanak-kanak dulu, apakah hanya Ibu yang mengantar dan menjemputmu? Atau, kamu lebih nyaman diskusi hingga curhat bersama Ibu, padahal ayah masih hidup? Waspada ya, jika pola asuh hanya bertumpu kepada Ibu saja, kamu akan tumbuh jadi anak fatherless atau kurang figur ayah.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (KKBN) Provinsi Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih, mengatakan isu tentang fatherless di Indonesia maupun Bali semakin diperbincangkan. Menurutnya, istilah fatherless digunakan sejak 1970-an untuk merujuk pada anak yang tumbuh tanpa ayah akibat perceraian, kematian, dan faktor sosial.

“Mulai ada isu fatherless sehingga perlu menjadi perhatian peran ayah untuk tumbuh kembang anak dan hubungan sosial,” kata Sukardiasih dalam sosialisasi isu Kependudukan Bali pada 10 Juli 2025.

Lalu, gimana ayah di Bali mesti berbenah? Ini penjelasan selengkapnya.

1. Masalah sosial terjadi, satu di antaranya karena anak kehilangan figur ayah

ilustrasi kemiskinan (pexels.com/Timur Weber)

Sukardiasih melanjutkan, penelitian terhadap masalah sosial yang ada saat ini mengarah kepada semakin banyaknya fenomena fatherless atau kehilangan figur ayah. Kurangnya keterlibatan ayah dalam mengasuh anak berimplikasi pada pola tumbuh kembang anak secara psikis dan sosial. Menurutnya, calon ayah dan ayah dengan anak usia dini serta remaja masih ada waktu untuk belajar memahami peran dalam pola asuh anak.

“Keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak masih ditemukan pola asuh dari ayah kurang, dan semua diserahkan kepada istrinya,” ujar Sukardiasih.

2. Ada konseling yang tersedia untuk menjadi ayah teladan

ilustrasi konseling (pexels.com/cottonbro studio)

Ada gerakan Ayah Teladan sebagai respon atas fenomena kurangnya peran ayah dalam pola asuh anak. Melalui gerakan tersebut, setiap remaja laki laki calon ayah, ayah dengan anak usia dini, dan ayah dengan anak praremaja dapat terlibat melalui konseling peran ayah. 

Sukardiasih memaparkan, konseling untuk memahami peran ayah ini melalui Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) Satyagatra Guna Kerthi di Kantor BKKBN Bali. Selain konsultasi langsung, para ayah dapat berkonsultasi secara daring.

3. Memulai peran ayah dengan cara sederhana

ilustrasi ayah dan anak perempuannya (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Ada beragam perilaku sederhana agar anak tidak tumbuh kekurangan peran ayah. Sukardiasih mencontohkan, ayah dapat menyisihkan waktu untuk mengantar anak ke sekolah. Ayah juga dapat berperan sebagai pendengar atas segala cerita anak tanpa menjejali dengan nasihat. Hal-hal sederhana itu, bagi Sukardiasih harus menjadi pembiasaan dalam keluarga agar anak tumbuh dengan rasa percaya diri dan perasaan aman.

Para ayah yang membaca artikel ini, sudahkan kamu berperan dalam tumbuh kembang anak? Coba renungkan, apakah kamu menyerahkan semua beban pola asuh kepada istri? Yuk sadar sebelum anak kamu tumbuh tanpa peran ayah.

Editorial Team