Kondisi banjir di Jembrana membuat jalur Denpasar-Gilimanuk terputus. (screenshot)
Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (FRONTIER) Bali, Anak Agung Gede Surya Sentana, justru menilai bahwa saat ini pemerintah masih kukuh terhadap kebijakannya melancarkan proyek-proyek perusak alam yang akan menimbulkan bencana lebih serius ke depannya. Padahal dengan kejadian banjir di Kabupaten Jembrana yang bahkan sampai sempat memutus akses jembatan, bukan semata-mata karena cuaca ekstrem. Tetapi, karena adanya kerusakan lingkungan hidup.
"Adanya banjir di Jembrana sampai memutus akses jalan, di mana terdapat kayu-kayu besar yang berserakan, menandakan bahwa keadaan hutan di Bali tak baik-baik saja," tegas Gung Surya.
Sementara itu, perwakilan Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III, I Nyoman Gede Wiryajaya, menyampaikan soal tingginya indikator curah hujan di berbagai titik yang dilanda banjir di Bali. Ia mengakui bahwa Kabupaten Jembrana memiliki indikator curah hujan yang tergolong ekstrem.
"Indikator curah hujan di sejumlah titik di Jembrana tergolong ekstrem" sebutnya.
Kondisi banjir di Jembrana rusak pemukiman warga. (screenshot)
Finance Campaigner 350 Indonesia, Suriadi Darmoko, dalam diskusi tersebut mengomentari bahwa bencana yang terjadi saat ini merupakan kombinasi, yakni kombinasi antara cuaca ekstrem dan alih fungsi lahan.
“Maka untuk mengatasinya, mesti dengan cara kebijakan struktural, sebab longsor dan banjir bandang yang hari ini terjadi, merupakan wajah depan dari kebijakan struktural kerusakan lingkungan dan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali,” jelasnya.