Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pixabay.com/StartupStockPhotos

Badung, IDN Times - Sejak Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pertama kali disahkan tahun 2008 lalu, banyak sekali kasus-kasus yang berkaitan dengan ITE terkuak dan telah memakan banyak korban.

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat, hingga 31 Oktober 2018, terdapat 381 orang di Indonesia dijerat atau dilaporkan telah melanggar UU ITE, khususnya pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2). Namun, menurut SAFEnet, pelanggar UU ITE tersebut justru merupakan korban karena kekuasaan.

Untuk itu, PAKU ITE (Paguyuban Korban UU ITE) dibentuk sebagai wadah bagi korban UU ITE untuk support group, advokasi, dan pengorganisasian. Karena tahun politik nanti rentan banyak korban yang berjatuhan, dan pembungkaman kritik semakin masif.

1. Hampir 90 persen kasus dijerat atas tuduhan pencemaran nama baik

penningtonsheriff.org

Muhammad Arsyad, Koordinator PAKU ITE (Paguyuban Korban UU ITE), mengungkap sekitar 381 orang di Indonesia jadi pelanggar UU ITE, dan 90 persen di antaranya dijerat atas tuduhan pencemaran nama baik, sisanya dengan ujaran kebencian (Hate speech).

Padahal sebagian besar orang yang terjerat oleh kasus tersebut memiliki niat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah dan membela hak-hak rakyat kecil.

"Mereka kebanyakan tak berniat mengujar kebencian. Tapi, mengkritisi kebijakan yang ada, atau mencari keadilan terkait hak-hak mereka," katanya, di Kuta Utara, Minggu (4/11) sore.

Ia mencontohkan kasus Anindya Sabrina di Surabaya. Saat itu, Sabrina dilaporkan karena menulis kronologis pembubaran diskusi dan pelecehan seksual di asrama Papua Surabaya. Selain itu, juga ada kasus Deni Erliana, yang dilaporkan oleh pengembang karena membela hak-hak masyarakat untuk mendapatkan air bersih.

Kasus terbaru adalah Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang melaporkan Pemimpin Redaksi Serat.id, ke Polda Jawa Tengah dengan pasal 27 ayat (3). Laporan itu terkait dugaan plagiat karya ilmiah yang dilakukan oleh Fathur.

"Ini harus dihapuskan karena UU ini ternyata digunakan untuk memberangus kebebasan berpendapat masyarakat," lanjutnya.

2. UU ITE seharusnya menjerat orang yang mengujar kebencian, bukan yang mencari keadilan dan mengkritik kebijakan

Editorial Team

Tonton lebih seru di