Wakil Bendesa Adat Mengaku Dikeroyok Ormas di Denpasar

Denpasar, IDN Times - Wakil Bendesa Adat Denpasar, Bagus Kertha Negara, mengaku menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok anggota organisasi masyarakat (Ormas) di Selatan Balai Banjar Wangaya Klod, Jalan Kartini, Denpasar, pada Selasa (1/10) pukul 18.30 Wita.
Diperkirakan 18 anggota ormas mengeroyok korban dan mengambil paksa handphone miliknya. Korban kemudian langsung melaporkan kejadian tersebut ke Mapolresta Denpasar dengan bukti laporan STPL/125/X/BALI/RESTA DPS.
Korban menceritakan musibah yang dialaminya tersebut saat dihubungi IDN Times Kamis (3/10) malam. Berawal ketika korban menghadiri acara lomba Desa Anak-Anak Muda di Balai Banjar Wangaya Klod. Saat itu juga turut hadir Wali Kota Denpasar, IB Rai Mantra.
Selepas acara, korban bertemu dengan kerabat dan keluarganya di Selatan Balai Banjar. Namun tiba-tiba datang Pande Naya (65), yang menyerang korban tanpa basa-basi. Aksi penyerangan tersebut juga dilakukan bersama dengan dua orang anaknya, dan disusul, yang kata Bagus Kertha Negara, adalah ormas gerombolannya.
“Anaknya yang laki-laki langsung pukul saya. Kemudian bapaknya (Pande Naya) juga memukul saya. Sedangkan anak perempuannya jambak rambut saya. Setelah itu, baru sekitar 15 orang anggota ormas di belakang mereka ikutan pukul saya. Saya ditendang dan rambut saya dijambak. Ada yang pakai tangan kosong, ada yang pakai kayu," ungkapnya.
Akibat kejadian itu, korban mengalami luka lebam pada pelipis bagian kiri, kepala bagian kanan benjol, pangkal lengan kanan terasa sakit dan baju yang dipakai korban dirobek. "Paling parah di bagian kepala. Untung kemarin sudah diurut, tetapi sekarang masih terasa sakit. Saya hadir sebagai undangan dari Bendesa Adat, kenapa mobil yang dipindahkan kok saya yang jadi sasaran," tuturnya.
Beberapa warga yang melihat tidak kuasa memisah, lantaran mereka memegang balok kayu. Korban selamat usai melarikan diri dari kerumunan preman tersebut.
1. Berawal dari mobil Hardtop yang dipindah

Sebelum menyerang, korban mengaku Pande Naya sempat berteriak-teriak terkait siapa yang memindahkan mobil Hardtop miliknya, yang diparkir di barat jalan, Selatan Balai Banjar.
"Yang lucunya ini pemilik mobil ini, yang mobilnya di parkir di barat jalan area yang disterilkan, rumahnya jauh di utara Banjar. Tidak ada hubungannya di jalan steril ini. Berarti kan ada perekayasaan di awal. Siapa yang memindahkan, kan ndak mungkin mobil Hardtop sebesar itu diangkat," ujar Bagus Kertha Negara.
Korban mengaku tidak tahu menahu atas kasus mobil yang dipindahkan tersebut. Lantaran sejak acara belum mulai, area Jalan Kartini tersebut disterilkan karena kehadiran Rai Mantra yang disambut secara resmi.
2. Korban mengaku 10 menit dikeroyok, dan tidak tahu siapa yang merampas handphone-nya

Korban mengaku dikeroyok Pande Naya dan gerombolannya sekitar 10 menit. Handphone korban juga langsung dirampas. Namun pihaknya tidak mengetahui orang yang mengambil handphone miliknya. Lantaran yang mengeroyoknya beramai–ramai, sehingga tidak mengawasi siapa yang mengambil.
"Ada sekitar 10 menitan saya dikeroyok. Beruntung saya masih sempat menghindar, lari. Dan setelah kejadian itu, handphone saya sudah tidak ada. Kemarin istri sempat telepon masuk dan orang terima tapi tidak ada suaranya," terangnya.
3. Korban mengaku tidak tahu alasan Pande Naya mengeroyoknya

Korban kemudian mengaku tidak tahu alasan Pande Naya menyerangnya. Sebagai Wakil Bendesa Adat Denpasar, korban kala itu menghendaki adanya sistem di mana Pendapatan Desa Adat transparan dan akuntabel selama masa jabatannya. Korban menduga, ada erat kaitannya dengan Pande Naya yang kebetulan sebagai pengelola Pasar Adat di Jalan Kartini.
“Selama ini kan tidak pernah menyetor hasilnya. Sepuluh tahun. Dia pikir kami mau mengambil alih. Sebenarnya urusan itu tidak ada. Sebenarnya kami justru pengin mengajak berkolaborasi sehingga akan menjadi legal. Kan kalo nggak begitu kan mereka akan kena Siber Pungli,” terangnya kepada IDN Times.
4. Korban menyarankan agar Pasar Adat segera diserahkan ke Desa Adat

Bagus menyebut, Pande Naya dulu pernah mengemban tugas sebagai pemimpin di Pura Desa tersebut, yang dikenal dengan istilah Penua atau penglingsir (Bahasa Bali). Tapi sekarang sudah diganti dengan orang baru. Setelah tidak mengemban tugas sebagai penua lagi, Pasar Adat tidak diserahkan ke Desa Adat lagi.
“Dan sampai saat ini tidak diserah-serahkan. Bahkan hasilnya pun tidak pernah jelas semenjak 10 tahun dikelola sama dia. Tipikor ini kan gitu, menyalahgunakan jabatan,” jelasnya.
Sejak awal, korban mengaku tidak ingin masuk ke dalam ranah tersebut. Hanya saja ada niatan ingin mengelola bersama sehingga ada kontribusi yang masuk ke Desa Adat.
5. Korban menceritakan apa adanya di BAP. Ia minta kasusnya diusut tuntas

Usai melaporkan kejadian tersebut, korban berharap pihak kepolisian segera mengungkap kasus dan segera menangkap para pelakunya. Korban menduga kuat aksi pengeroyokan tersebut telah direncanakan. Dugaannya diperkuat dengan sejumlah pelaku yang datang membawa kayu. “Sudah saya ceritakan apa adanya di BAP," katanya.
Hingga berita ini ditulis, korban menyampaikan tidak pernah menerima itikad baik dari Pande Naya walaupun sekadar meminta maaf. Sehingga korban menyimpulkan memang kejadian tersebut sudah direncanakan sebelumnya.
“Ya saya sih ikhlas saja ya. Berarti kan memang ada suatu hal yang memang mungkin iri, dengki atau bagaimana saya nggak tahu. Nggak ngerti masalahnya apa. Ya saya serahkan ke yang berwajib saja,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolresta Denpasar, Kombespol Ruddi Setiawan, mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait laporan korban tersebut. "Masih dalam penyelidikan," ujarnya.