Seniman Lawak di Bali Kritik Pemerintah Lewat Ekspresi Seni

Tak boleh anti kritik, apalagi memasung kreativitas seniman 

Denpasar, IDN Times – Seniman lawak atau kelompok-kelompok teater berbahasa daerah harus mempertahankan keberadaanya di tengah gempuran budaya luar saat ini. Selain menghibur masyarakat, mereka juga adalah pelestari budaya di daerah masing-masing, tidak terkecuali bagi seniman di Bali.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Grup Bondres Dadong Rerod asal Kabupaten Tabanan. Kelompok kesenian ini terbentuk 10 tahun yang lalu atas dasar kesamaan dalam mencintai seni pertunjukan tradisional.

Agar tetap bisa eksis, mereka pun perlu mengikuti perkembangan zaman dan beradaptasi dengan teknologi. Nah, bagaimana pandangan budayawan melihat kondisi ini?

Baca Juga: Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari Bondres

1. Memajukan aksara dan bahasa daerah melalui kesenian

Seniman Lawak di Bali Kritik Pemerintah Lewat Ekspresi SeniPenampilan Bondres Dadong Rerod di sebuah acara. (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Menurut Budayawan Bali, I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem, cara terbaik memajukan aksara dan bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Bali, memang melalui berkesenian.

Selain tetap berkomitmen memanggungkan bahasa daerah, beberapa langkah sederhana yang bisa dimanfaatkan untuk merelevansi bahasa Ibu adalah dengan penggunaan teknologi visual untuk menayangkan konteks atau subtitel saat pementasan.

Selain itu, juga dengan menginterpretasi atau menerjemahkan dialog yang penting dalam bahasa Indonesia demi meningkatnya pemahaman penonton.

Baca Juga: Bondres Dadong Rerod: Bunga dari Pulau Bali adalah Kesenian

2. Mendorong seniman untuk tetap kreatif dalam berkarya

Seniman Lawak di Bali Kritik Pemerintah Lewat Ekspresi SeniPenampilan Bondres Dadong Rerod di sebuah acara. (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Selain itu, penting pula mendorong seniman dan komunitas kreatif untuk menggunggah karyanya dalam bahasa Ibu, lengkap dengan booklet digital, atau subtitel di kanal-kanal media sosial tempat para seniman mempromosikan karyanya.

“Penerbitan naskah drama atau teater dalam bahasa ibu yang kemudian disebarluaskan ke masyarakat dan dijadikan naskah unggulan atau terpilih pada saat festival, lomba, atau pementasan,” jelasnya pada Jumat (27/5/2022).

Para seniman lawak misalnya, dalam berkarya dapat menyampaikan kritik untuk masyarakat maupun pemerintah. Bagi seniman, kritik adalah entitas yang sah dan mereka pantas melakukan kritik. Begitu juga saran dan refleksi melalui ekspresi seninya. Tentu selama dalam batas-batas yang pantas dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemangku kepentingan, menurutnya tak boleh anti kritik, apalagi memasung kreativitas seniman.

3. Pemerintah harus terlibat dalam mempromosikan bahasa daerah dan aksara

Seniman Lawak di Bali Kritik Pemerintah Lewat Ekspresi SeniDek Cilik dan Desa Rai dari Bondres Dadong Rerod (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Mengingat tahun 2022-2032 adalah Dekade Internasional Bahasa Daerah oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), menurutnya penting bagi pemerintah untuk terlibat membuat acara-acara yang memanggungkan dan mempromosikan bahasa daerah dan aksara.

“Gelaran Bulan Bahasa Bali bisa ditingkatkan menjadi Tri Wulan Bahasa Bali, dengan roadshow di bulan pertama. Dan ketiga, ke daerah-daerah dan melibatkan sekolah serta kampus. Harus proaktif mengejar pangsa pasar,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya