20 Tahun Bom Bali, Merawat Kehidupan dan Nilai Kebebasan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times – Kepolisian Republik Indonesia memperingati 20 tahun tragedi Bom Bali I di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung, pada Rabu (12/10/2022) pagi. Pihak yang hadir di antaranya semua pelaku sejarah, korban, investigator, petugas keamanan, petugas evakuasi, dan beberapa pihak lainnya.
Bagaimana tragedi kemanusiaan ini diperingati dan dimaknai?
Baca Juga: Desa Adat Serangan Keberatan Hak Guna Bangunan PT BTID Diperpanjang
1. Kadensus 88 memaknai tragedi dengan pelepasan merpati dan tukik
Kepala Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Irjenpol Marthinus Hukom, mengatakan bahwa untuk menciptakan Indonesia yang damai, membutuhkan kerja sama dan dukungan semua orang. Dalam memaknai peringatan tragedi Bom Bali I ini, Densus 88 Anti Teror melakukan pelepasan 100 ekor tukik, 6 ekor penyu, dan 100 ekor merpati. Hal itu dimaknai sebagai tiga hal penting, yakni merawat kehidupan, nilai kebebasan, dan keseimbangan.
"Kita memaknai dengan tiga hal. Pertama adalah tentang kehidupan, kebebasan, dan keseimbangan hidup. Kita mencoba menjaga keseimbangan dengan menghargai kehidupan, keseimbangan, dan martabat,” ungkap Irjenpol Marthinus Hukom.
Ia mengatakan bahwa dalam kehidupan sosial saat ini martabat harus menjadi kesetaraan. Dalam menghadapi isu-isu terorisme saat ini, penting bagaimana memanusiakan seluruh manusia.
Harapannya ke depan tidak terjadi gesekan-gesekan di masyarakat. Terorisme terjadi dinilai karena adanya pengakuan martabat diri sendiri melampaui martabat orang lain.
2. Menguatkan kembali komitmen untuk memerangi terorisme
Anggota pendiri Global Council for Tolerance and Peace, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, alias Yenny Wahid, mengungkapkan bahwa peringatan ke-20 tragedi Bom Bali ini sebagai upaya menunjukkan komitmen dalam memerangi teroris. Tragedi ini ia sebut sebagai penggambaran adanya orang-orang yang mengatasnamakan Tuhan untuk melakukan tindakan terorisme. Namun mereka justru melukai makhluk lainnya.
"Hari ini kita berada di sini untuk memperingati kehidupan, untuk memperingati dan mengingatkan kita semua. Menguatkan kembali komitmen untuk memerangi terorisme, untuk menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk memuliakan Tuhan adalah melindungi semua makhluknya,” ungkapnya.
Menurutnya, paham radikalisme biasanya dikemas dalam bahasa emosional yakni bahasa politik dan agama. Dengan begitu terjadi kegelisahan dan kecemasan yang berujung pada mudahnya diradikalisasi.
3. Peran Departemen Agama untuk deradikalisasi dipertanyakan
Sementara itu, Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN), Kyai Haji Nuril Arifin Husein, alias Gus Nuril, mengungkapkan bahwa penanganan radikalisme ini bukan hanya tanggung jawab TNI dan Polri, akan tetapi juga tanggung jawab tokoh-tokoh agama. Menurutnya, selama ini Departemen Agama tidak memiliki formula untuk menangani hal ini. Sejauh ini Departemen Agama masih bersifat sebagai biro travel haji dan umroh saja.
“Tingkat kesejahteraan agama atau beragama masih sangat miskin. Terbukti masih banyak pelarangan pendirian gereja, perusakan gereja. Sama sekali tidak memiliki palu Thor atau palu godam yang bisa mengeksekusi ketika ada ketidakadilan agama. Maka kalau teror yang selama ini dialamatkan hanya untuk Islam, tetapi kalau kemudian perilaku Departemen Agama hanya sebagai biro travel, nanti akan muncul teroris dari Kristen, teroris dari Hindu, dari Buddha," terangnya.