Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan 

Berharap pemerintah segera evaluasi sistem isoter di hotel

Denpasar, IDN Times – Seorang perempuan muda berinisial PRT (23) mengeluhkan beratnya menjalani isolasi terpusat (isoter) di salah satu hotel di Kota Denpasar. Ia mengaku sulit mengikuti kebijakan pemerintah. Pasalnya, menurutnya pelayanan perawatan di tempat isoter sangatlah buruk, tidak ada kontrol dari petugas kesehatan, dan ketersediaan obat terbatas.

Seperti apa kesaksian dan dan pengalamannya? Berikut ini hasil wawancara IDN Times dengan PRT.

Baca Juga: Pengusaha Muda di Denpasar Harus Putar Otak Hadapi PPKM Darurat

1. Berawal dari ayah dan ibunya yang dinyatakan positif COVID-19

Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan Kondisi salah satu lokasi isolasi terpusat (isoter) hotel di Kota Denpasar (Dok.IDN Times/istimewa)

Pada Kamis (12/8/2021), PRT menceritakan kronologi awal mula keluarganya diketahui positif COVID-19. Pada awal Agustus 2021 lalu, ayah PRT mengalami panas selama dua hari dan tidak kunjung turun. Pihak keluarga, termasuk PRT, turut merawat ayahnya tanpa ada kecurigaan mengarah ke infeksi COVID-19.

"Kirain cuma panas biasa," ungkapnya.

Kecurigaan pihak keluarga muncul pada hari ketiga. Demam yang dirasakan sang ayah tidak juga kunjung turun. Ditambah lagi gejala batuk dan kondisinya yang semakin memburuk sehingga harus dibawa ke Rumah Sakit terdekat.

Sesampainya di rumah sakit, hasil pemeriksaan saturasi oksigen ayahnya rendah yakni di angka 93. Sedangkan ibunya juga turut diperiksa karena kontak langsung dengan ayahnya. Kemudian hasil Rapid Test Antigen dan Polymerase Chain Reaction (PCR) keduanya dinyatakan positif COVID-19.

2. Sempat menolak isoter karena tidak ada kenyamanan di tempat tersebut

Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan Kondisi salah satu lokasi isolasi terpusat (isoter) hotel di Kota Denpasar (Dok.IDN Times/istimewa)

Petugas kemudian melakukan tracing ke anggota keluarganya. PRT saat itu masih menganggap dirinya sehat dan status infeksi COVID-19 masih negatif. Sedangkan kakaknya mulai merasa meriang, pilek, dan batuk. Ternyata hasil Rapid Test Antigen dan PCR keduanya dinyatakan positif. Keduanya pun diisolasi terpusat di sebuah hotel di Kecamatan Denpasar Timur.

"Awalnya sih aku menolak untuk isoter. Isolasi di sini. Karena gimana ya. Karena namanya orang lagi masa isolasi, kan butuh kenyamanan gitu. Jadi aku pikir lebih nyaman di rumah. Karena aku pun di rumah benar-benar terisolasi dalam kamar saja. Tapi karena kamar sendiri kan jadinya lebih nyaman ya rasanya. Makan juga terjamin," keluhnya.

Tapi akhirnya dia mengikuti aturan pemerintah melakukan isoter selama 10 hari sejak minggu lalu.

3. Manajemen perawatan pasien isoter dinilai jauh dari kata layak

Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan Kondisi salah satu lokasi isolasi terpusat (isoter) hotel di Kota Denpasar (Dok.IDN Times/istimewa)

PRT mengatakan kondisi pelayanan perawatan di lokasi isoter jauh dari kata layak. Apa yang ia jalani hingga saat ini menurutnya tidaklah mencerminkan sebagaimana perawatan pasien. Ia mempertanyakan keberadaan tenaga kesehatan yang seharusnya mengontrol kondisi mereka. Selama ini ia tidak pernah didatangi petugas kesehatan walau hanya untuk sekedar mengecek kondisinya. Arahan informasi hanya diterima pada hari pertama masuk isoter saja. Setelahnya, tidak ada komunikasi sama sekali.

"Baru jalan dua hari saja aku ngerasa gak betah banget karena di sini tidak tertata dalam segi jadwal. Jadi benar-benar berantakan gitu lho. Dari segi komunikasi juga nggak ada. Jadi kami benar-benar nggak tahu harus ngapain di sini," ungkapnya.

Di samping itu, sering ada tumpukan sampah di lingkungan sekitar kamarnya. PRT juga sempat mendapati tumpukan handuk diduga bekas pasien sebelumnya yang belum dibersihkan.

Saat jam makan tiba, ia mengaku tidak ada pemberitahuan. Nasi kotak hanya ditaruh di atas meja saja tanpa ada pemberitahuan kapan diletakkan di sana.

“Sprei tempat tidur tidak ada jadwal penggantian, jam makan tidak ada pemberitahuan hingga tidak ada jadwal pemeriksaan kesehatan. Jadi kami menebak-nebak sendiri akhirnya. Dan tidak ada jadwal olahraga juga. Itu yang sangat mengecewakan sebenarnya," jelasnya.

4. Ketersediaan obat di lokasi isoter jumlahnya terbatas

Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan ilustrasi demam (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain kurang layaknya pelayanan kesehatan untuk pasien isoter tersebut, PRT juga mengeluhkan perihal ketersedian obat yang menurutnya jumlahnya terbatas. Sebagai pasien isoter, jika ia mengeluhkan sakit, harus turun ke lantai bawah melalui tangga untuk meminta obat yang dibutuhkannya. Rupanya ketersediaan obat di tempat isoter tersebut sangat terbatas.

"Obatnya di sini pun terbatas. Nggak semua obat ada. Misalnya aku lagi panas. Aku butuh sanmol forte dan juga spasminal, nggak ada di sini. Hanya sekedar aja," ungkapnya.

Lalu apakah selama isoter mereka juga diberikan obat tertentu? Berdasarkan pengalaman PRT sejak hari pertama isoter, ia hanya diberikan vitamin satu pepel saja. Selain itu tidak ada lagi obat yang ia terima.

"Nggak tahu harus ke mana. Ini gimana nasib kami di sini? Kami mati pun petugas di bawah nggak akan tahu," ucapnya.

Untuk mengurangi kekesalannya selama menjalani isoter, PRT mencari kesibukan lain dengan menulis atau mengarang. Terkadang juga menonton film di handphone-nya. Suasana ini, menurutnya sangat menyedihkan. Ia menganggap isolasi mandiri di rumah lebih baik daripadar isoter di hotel semacam ini.

"Kayak di penjara. Benar-benar dipenjara," jelasnya.

5. Berharap pemerintah mengevaluasi sistem isoter

Pengalaman Pasien COVID-19 Jalani Isoter di Denpasar: Berantakan Ilustrasi Ruang Isolasi Mandiri COVID-19. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Kontrol kesehatan yang buruk di tempat isoter ini menurutnya harus segera dievaluasi oleh pihak pemerintah. Terlebih soal ventilasi kamar isoter selama dihuni oleh pasien. Ia telah berusaha berkomunikasi dengan petugas tracing. Namun rupanya jumlah petugas yang berjaga tidak sebanding dengan puluhan pasien isoter.

"Ini hotel otomatis ada fasilitas pendingin ruangan. AC. Kalau misalnya udah ruangan tertutup, jendela tidak boleh dibuka. Kami dapat ventilasi udara darimana? Sangat disayangkan. Naruh isolasi di sini tapi kayak disiksa, sama aja bohong," ungkap PRT.

Dikonfirmasi terpisah terkait keluhan pasien isoter dan kondisi pelayanan kesehatan di lokasi isoter, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, I Made Retin, tidak merespons sama sekali.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya