Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali Meningkat

Kondisi ini kemungkinan berlangsung selama dua tahun

Denpasar, IDN Times – Provinsi Bali mencatat angka penambahan yang cukup signifikan dari transmisi lokal dengan kumulatif kasus sebanyak 1.116 orang positif COVID-19 hingga Selasa (23/6). Selain itu angka kesembuhan mencapai 639 orang dan angka kematian sejumlah 9 orang.

Dengan adanya laporan angka-angka tersebut, bagaimana sesungguhnya kondisi Bali saat ini? Lalu kapan Bali diprediksi akan pulih? Apakah Bali bisa segera pulih seperti sedia kala?

Guna menjawab kemungkinan-kemungkinan tersebut, berikut hasil wawancara IDN Times dengan Profesor Virologi Universitas Udayana, GN Mahardika melalui sambungan telepon. 

1. Diprediksi kasus meningkat lagi pada Desember

Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali MeningkatPKM di Pos 4 masih saja didominasi pelanggaran dengan berpergian tanpa tujuan yang jelas menuju Kota Denpasar (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut penjelasan dari GN Mahardika, daya tahan virus corona ini berhubungan dengan suhu dan kelembaban. Kaitannya dengan kelembaban adalah posisi matahari yang semakin menjauh dari khatulistiwa.

“Ia tidak suka suhu tinggi dan tidak suka kelembaban tinggi,” tegasnya pada Selasa (23/6).

Sesuai prediksinya, dalam seminggu ini akan banyak kasus positif COVID-19 dan akan turun seminggu setelah ini. Diakuinya, kondisi Bali saat ini sesuai dengan prediksinya belum lama ini.

Ia kembali memprediksi dengan memperhitungkan posisi matahari dan suhu di khatulistiwa, bahwa pada 21 Desember 2020 kemungkinan juga akan terjadi peningkatan kasus di Bali.

“Jadi fluktuasi ini kurang lebih ya dapat kami prediksi dengan itu. Itu kan hanya prediksi ya,” terangnya.

2. Kondisi ini kemungkinan akan berlangsung hingga dua tahun

Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali MeningkatDok.IDN Times/Istimewa

Terkait kapan kasus COVID-19 ini akan berakhir, GN Mahardika mengaku tidak ada yang tahu. Namun ia memberikan gambaran bahwa jika melihat sejarah pandemik yang terjadi pada tahun 1918 silam, itu berlangsung selama dua tahun.

“Ya sekarang kalau asumsi orang bahwa sejarah mengulangi dirinya sendiri itu ya. Ya bisa dua tahun juga ini berlangsung. Itu estimasi,” ungkapnya.

Sedangkan alasan meningkatnya kasus COVID-19 dikarenakan sifat virus itu sendiri yang masih bisa menulari orang (masih terjadi). Akan tetapi jika tidak ada pembatasan sosial maka jumlah kasus dimungkinkan lebih jauh dari pada saat ini.

Baca Juga: Sehari Kasus Positif di Bali Bertambah 47, Hasil Swab Datang Terlambat

3. Berkisar 11 persen yang positif dari sampel yang diuji

Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali MeningkatRapid Test kepada 186 orang pedagang di Pasar Kumbasari (DOk.IDN Times/Humas Pemkot Denpasar)

Menurutnya, angka peningkatan secara nasional menjelaskan bahwa berapapun sampel diuji selalu berkisar antara 11 persen yang positif (pertumbuhan kasusnya secara nasional). Menurutnya angka ini berarti stabil. Dengan jumlah kasus yang banyak saat ini dikarenakan sampel yang diuji juga lebih banyak lagi.

“Kalau mau kasusnya tidak meningkat banyak. Ya kurangi pengujian. Jadi kasus meningkat ini karena memang pengujiannya lebih banyak, tapi prosentase sampel positif dari total sampel yang diperiksa per hari itu sejak dua bulan yang lalu itu sudah stabil,” jelasnya.

Baca Juga: Melonjak! Bertambah 66 Kasus Baru di Bali, Terbanyak Transmisi Lokal 

4. Daya transimisi dan fatalitasnya tinggi

Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali MeningkatIlustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Mahardika menjelaskan bahwa virus corona ini memiliki beberapa kelebihan di antaranya lebih mudah menular antar orang (daya transimisinya tinggi) dibandingkan dengan virus lain. Selain itu juga potensi menyebabkan kesakitan yang tinggi (fatalitas tinggi).

“Potensinya itu yang kami takutkan. Ini yang menyebabkan virus ini sedikit berbeda,” ujarnya.

Juga banyak orang yang sebenarnya menularkan penyakit ini tanpa mereka sadari karena banyak OTG (Orang Tanpa Gejala). Lalu apakah mereka yang terinfeksi dan dinyatakan sembuh dari COVID-19 bisa terinfeksi lagi? Secara teoritis jawabannya adalah tidak.

“Artinya yang bersangkutan mempunyai kekebalan. Tetapi peluang ada penyimpangan. Mungkin dari 1.000 orang, sepuluh atau jumlah kecil itu bisa saja terinfeksi lagi. Itu penyimpangan namanya. Tapi secara umum orang yang sudah pernah sembuh itu tidak akan tertular lagi. Secara umum nggih,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya