Mengenal Kultur Warga NTT Ketika Merantau di Bali Menurut Flobamora

Lebih baik sama-sama saling menjaga kenyamanan ya

Denpasar, IDN Times - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali mengundang Paguyuban Flobamora Bali untuk silaturahmi bersama di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, pada Selasa (12/11). Pertemuan ini sebagai tindak lanjut dari rentetan masalah yang menyeret warga perantauan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Bali seperti perkelahian antar sesama yang kerap terjadi. Sehingga terkesan Bali tidak stabil.

Kasatpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Darmadi, menjelaskan sepanjang satu tahun ini beberapa kali timbul masalah hanya dalam hitungan bulan, yang melibatkan warga negara NTT. Tidak dipungkiri kondisi ini secara terang-terangan menganggu ketenteraman masyarakat. Sehingga sebagai aparat pemerintah Provinsi Bali, pihaknya perlu menindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan semacam ini.

“Artinya apa, kami selaku aparat pemerintah Provinsi Bali sangat berharap keikut peduliannya dari masing-masing ketua, perwakilan, tokoh-tokoh masyarakat NTT yang ada di Bali. Untuk turut menjaga secara aktif, menjaga keamanan, kenyamanan, ketenteraman, ketertiban di Bali. Mari kita sama-sama menjaga kualitas pariwisata Bali. Menjaga kualitas keamanan Bali ya,” jelasnya.

Dalam pertemuan ini, Flobamora mengungkap secara singkat bagaimana kultur warga NTT ketika merantau di Bali. Biar tidak salah paham, simak ulasannya berikut ini:

1. Warga NTT di Bali juga bagian dari masyarakat Bali, punya tanggung jawab yang sama

Mengenal Kultur Warga NTT Ketika Merantau di Bali Menurut FlobamoraPelabuhan Benoa sebagai jalur laut antara Bali-NTT. (IDN Times/Hisyam Keleten Kelin)

Dewa Nyoman Rai Darmadi menegaskan, warga NTT yang berada di Bali juga bagian dari masyarakat Bali. Sehingga mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap keberlangsungan situasi kondusif di Bali.

“Ke depan seperti halnya yang sudah kami lakukan kepada provinsi tetangga. Kami akan tindak lanjuti apa yang telah kami sepakati di sini. Masukan sarannya dari teman-teman organisai Flobamora untuk kami jadikan pedoman melaksanakan kerja sama dengan Provinsi NTT. Secara tertulis,” jelasnya.

2. Paguyuban Flobamora dan Pemprov Bali mengadakan MoU

Mengenal Kultur Warga NTT Ketika Merantau di Bali Menurut Flobamoracovingtonreporter.com

Flobamora sendiri mengaku akan membina anggotanya yang tergabung dalam paguyuban. Sehingga ketika tersandung masalah sosial, maka pihak paguyuban juga bisa membantu. Namun berbeda ketika warga NTT di Bali tidak tergabung dalam paguyuban. Imbauan yang selama ini disampaikan oleh pihaknya juga tidak akan membantu.

"Sungguh baik. Sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak, terutama kami. Kami sangat mengapresiasi pertemuan ini. Sungguh banyak hal yang bisa kami bicarakan duduk bersama. Semoga ini bisa ke depannya menjadi bekal dalam rangka ketika Pemprov Bali dan Pemprov Nusa Tenggara Timur ini mengadakan MoU (Memorandum of Understanding),” jelas Ketua Paguyuban Flobamora, Yosep Yulius Diaz, pada Selasa (12/11).

Menurutnya kultur dari dulu, warga NTT ini merantau. Hal pertama yang mereka cari adalah rumah ibadah. Tujuannya agar bisa bertemu dengan orang-orang dari daerah asal yang sama. Setelah menjalin hubungan baik, mereka baru mencari kerja. Kondisi tersebut terbalik saat ini, di mana mereka datang langsung mencari pekerjaan.

3. Berharap Satgas Flobamora dilibatkan saat sidak, sehingga mempermudah berkoordinasi dengan warga NTT

Mengenal Kultur Warga NTT Ketika Merantau di Bali Menurut Flobamorabusinessadvice

Mengingat NTT memiliki bahasa yang berbeda dengan Bali, maka pihak Flobamora merasa perlu dilibatkan dalam inspeksi mendadak (Sidak). Katakanlah ketika Satpol PP memberikan sosialisasi. Mungkin banyak pihak Satpol PP atau elemen masyarakat lain menilai warga NTT dengan pandangan yang dikira melawan. Padahal mereka masih berusaha untuk mencerna pembicaraannya.

“Ini sebenarnya kalau kami ikut diajak dalam operasi itu. Kami bisa berkomunikasi dengan bahasa kami,” ucapnya.

Pihaknya berpesan agar masyarakat NTT ikut bersosialisasi. Kalaupun belum ikut paguyuban, setidaknya mengikuti kegiatan keagamaan agar bisa berjumpa dengan keluarga yang lain, ada kesempatan untuk berbagi kesusahan, dan saling menguatkan.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya