Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art Bali

Ada makna kehidupan di tengah rumitnya bentuk bambu ini

Denpasar, IDN Times – Ada yang menarik dari pameran seni rupa kontemporer tahunan Art Bali di AB.BC Building, Bali Collection, Kawasan ITDC Nusa Dua, Sabtu (12/10). Eksibisi yang mempresentasikan karya-karya terpilih dari 32 seniman Indonesia dan mancanegara ini rupanya ada yang spesial dalam memaknai arti kehidupan. Yakni Alphabet Moles dari bambu milik seniman asal Klungkung, I Wayan Sujana alias Suklu.

Kepada IDN Times Sabtu malam, Suklu menceritakan terkait asal mula kreasi seninya yang terbilang unik tersebut. Suklu bermaksud agar setiap orang yang memanjat Alphabet Moles setapak demi setapak, paham tentang siapa yang membentuk manusia dan alam semesta.

Ya, mungkin kamu tidak memahami rumitnya makna tersebut. Oleh karena itu IDN Times menyajikan ulasan arti Alphabet Moles kreasi dari Suklu, sebagai berikut.

“Ya, bambu saya ini judulnya kenapa Alphabet Moles. Jadi, saya coba mengangkat, menjawab spekulatif memori ini dengan mengingat lagi tentang siapa yang membentuk manusia, alam semesta. Yaitu molekul. Dalam ilmu pengetahuan itu sudah sebagian sudah dibicarakan seperti quantum leap, bahwa ada energi yang membentuk alam semesta. Nah ini membuat saya, ion, senyawa, atom itu bahasa-bahasa yang menunjukkan bahwa ada energi yang membentuk manusia dan makhluk hidup lainnya,” terangnya.

Nah, inilah yang mencoba Suklu angkat melalui medium bambu kemudian ada bentuk-bentuk geometric. Ada juga hal yang seperti menunjukkan elemen-elemen molekul.

1. Apa sih Alphabet Moles karya Suklu itu?

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliIDN Times/ Ayu Afria

Menjawab pertanyaan IDN Times terkait darimana asal usul Alphabet Moles, Suklu menerangkan bahwa Alphabet Moles merupakan kata yang ia ambil dari bahasa Latin. Di mana Alphabet diartikan sebagai membaca, sedangkan Moles itu adalah molekul. Sehingga untuk membaca gerakan molekul dengan bambu itu tentu berbeda dibandingkan membaca molekul dengan air dan tanah.

“Ya membaca. Membaca wacana, membaca fenomena, membaca kecenderungan-kecenderungan,” terangnya.

2. Suklu beberkan uniknya Alphabet Moles

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliIDN Times/ Ayu Afria

Keunikan Alphabet Moles, kata Suklu, adalah medium bambu yang agraris ini bisa di-create menjadi karya-karya kontemporer. Tinggal bagaimana caranya kita menginterpretasi bambu, mengolah bambu menjadi sesuatu kode simbolik baru yang bisa memberikan interpretasi baru juga.

Sementara bulatan-bulatan semacam bola menggambarkan suatu gerakan molekul yang bisa bergerak menyesuaikan dengan side dari karya instalasi itu dibuat.

“Ya, molekul-molekul yang terus berubah kemudian kalau segitiga dan lainnya itu sangat menyesuaikan dengan side bangunan ini. Kemudian kosmologi di sini ada pohon. Nah, itu bambu instalasi menyesuaikan dengan itu,” jelasnya

3. Alphabet Moles mengembalikan memori melalui suara dari setiap pijakannya

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliIDN Times/ Ayu Afria

Pengaruh side dalam sebuah konsep ini cukup besar. Sekitar 50 persen dari instalasi Alphabet Moles ini. Suklu sendiri menghabiskan waktu hampir dua bulan untuk membuat Alphabet Moles yang bisa dinaiki ini. Tingginya sekitar delapan meter dan panjang 25 meter.

“Semua bisa naik asal jangan terlalu banyak. Kami buat tiga modul itu. Bisa lima-lima oranglah naik setiap modulnya. Sudah lewat satu modul bisa lagi. Lima gitu,” tegasnya.

Suklu sengaja membuat instalasi ini bisa dinaiki supaya setiap orang bisa merasakan Alphabet Moles. Karena jika karya ini dinaiki akan bergoyang-goyang sedikit dan menimbulkan suara. Hal itulah yang akan dirasakan oleh setiap orang berdasarkan pengalamannua masing-masing.

Dalam membentuk Alphabet Moles, Suklu mengaku mengalami kesulitan. Di antaranya dalam membaca side, membaca bangunan Art Bali dengan konstruksi yang minimalis dan simetrik. Setelah itu mengaitkan dengan tematik yang disodorkan. “Jadi ada elaborasi antara keduanya gitu,” terangnya.

4. Art Bali resmi dibuka oleh Triawan Munaf

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliDok.Art Bali

Sementara itu Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf, meresmikan pameran seni rupa kontemporer Art Bali 2019 di AB•BC Building, Bali Collection, Kawasan ITDC, Nusa Dua, pada Sabtu (12/10) pukul 17.00 Wita. Sejumlah 32 seniman Indonesia dan mancanegara yang berpameran menampilkan 49 karya instalasi, patung, video, lukisan, dan new media yang masing-masing merespons tema “Speculative Memories” (Ingatan-Ingatan Spekulatif).

“Ini adalah salah satu peristiwa penting karena event nasional seringkali diadakan di Jakarta. Kita ingin Bali juga menjadi tempat yang strategis untuk perkembangan seni kontemporer. Anda akan lihat di dalam (ruang pameran) banyak sekali karya seniman yang luar biasa yang di antaranya sudah sering mengisi pameran di Indonesia,” ujar Triawan Munaf yang meresmikan Art Bali 2019 bersama Wakil Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Yuyun Hanura Eni, dan CEO Fashion Council Western Australia Stephen Ayles.

5. Sebanyak 49 karya yang dipamerkan dalam Art Bali 2019

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliDok.Art Bali

Art Bali 2019 menghadirkan karya-karya seni visual dalam pelbagai presentasi medium seperti lukisan, instalasi, dan karya lain dengan media seni baru. Total karya yang ikut dipamerkan sebanyak 49 karya, terdiri dari 25 karya dua dimensi dan 5 karya tiga dimensi serta 19 karya instalasi/multimedia/video, dan media lainnya.

Memaknai Alphabet Moles Bambu, Karya Suklu yang Jadi Gerbang Art BaliDok.Art Bali

Direktur Art Bali, Heri Pemad, menegaskan misi Art Bali yaitu untuk menjembatani publik luas dan seni (Bridging People and Art). Dalam mewujudkan itu, tahun ini Art Bali bekerja sama dengan Fashion Council Western Australia untuk mengukuhkan program Asia Cultural Exchange, yang mempertemukan desainer fashion Indonesia dan Australia, di mana para desainer berbagi runway, menyoroti keunggulan-keunggulan dari budaya tekstil Asia, dan pengaruhnya pada dunia fashion secara global.

Selain pertunjukan busana, melalui tema “Fashion: a discussion about selfie in the art exhibition” mereka juga menampilkan sebuah pergelaran dengan membawakan konsep tentang pengaruh selfie (Swafoto) dan media sosial terhadap budaya modern. Turut tampil adalah penari kontemporer, Jasmine Okubo, yang secara spontan merespons peristiwa dan karya-karya dalam Art Bali 2019.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya