Mata Rantai Praktik Aborsi Ilegal di Bali Harus Dibongkar

Apa pendapatmu tentang kasus ini?

Denpasar, IDN Times - Terbongkarnya kembali dokter gigi yang membuka praktik aborsi, Ketut Arik Wiyantara (53), di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung ini mengejutkan publik. Pasalnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Bali mengungkap temuan data pembukuan di lokasi praktik dengan jumlah pasien sebanyak 1.338 orang, yang tercatat sejak April 2020 sampai dilakukan penangkapan.

Dokter gigi yang tidak terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali sudah ketiga kalinya membuka praktik aborsi secara ilegal. Berawal dari terkuaknya praktik aborsi ini, akankah pihak kepolisian menuntaskan praktik-praktik aborsi lainnya di Bali? Berikut ini tanggapan pemerhati anak untuk mendorong penuntasan praktik aborsi ilegal di Bali.

Baca Juga: Dokter Gigi di Bali Buka Praktik Aborsi untuk Ketiga Kalinya

Baca Juga: Dokter Praktik Aborsi di Bali, Satu Pasien Pernah Meninggal

1. Kepolisian harus bisa menarik mata rantai tindak pidana aborsi di Bali

Mata Rantai Praktik Aborsi Ilegal di Bali Harus DibongkarPemerhati Anak, Siti Sapurah, mendorong kepolisian mengusut praktik aborsi di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Advokat sekaligus Pemerhati Anak di Bali, Siti Sapurah alias Ipung, mengungkapkan bahwa tertangkapnya tersangka untuk ketiga kalinya ini, maka ia berharap penyelidikan pihak kepolisian tidak berhenti di tersangka saja. Polisi juga diminta untuk mengusut praktik -praktik aborsi lainnya yang melibatkan tenaga medis.

Ipung meyakini masih banyak dokter-dokter yang tidak bertanggung jawab melakukan tindakan aborsi. Ia berpendapat demikian karena berangkat dari pengalamannya sendiri yang nyaris menjadi korban praktik aborsi seorang dokter di Kota Denpasar.

"Tarik dan bongkar semua mata rantai dari awalnya. Karena dokter gigi bukan seorang dokter obgyn ya. Dia tidak punya ilmu tentang kandungan apalagi sampai menggugurkan. Dia pasti pernah berpraktik di dokter yang asli yang benar-benar obgyn," ungkapnya, pada Senin (16/5/2023).

2. Kepolisian diminta menerapkan berbagai pasal untuk menimbulkan efek jera

Mata Rantai Praktik Aborsi Ilegal di Bali Harus DibongkarLokasi praktik aborsi dokter gigi Ketut Arik Wiyantara di Kecamatan Kuta Utara. (Dok.IDN Times/Mansi Sera)

Korban dari dokter gigi ini kebanyakan anak-anak di bawah umur. Sehingga Ipung berharap kepolisian tidak hanya menerapkan satu pasal dan satu undang-undang saja untuk menjerat tersangka.

"Jangan hanya menerapkan satu pasal dan satu undang-undang. Makanya ancamannya cuma 2,5 tahun, 6 tahun. Ini kan tidak memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku lain atau dokter-dokter lain yang akan melakukan pengguguran terhadap kandungan seseorang," tegasnya.

Ia meminta agar penegak hukum tidak hanya menggunakan satu Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 75 Ayat 1 yang ancamannya hanya 10 tahun penjara. Tetapi dengan menambahkan subsider ke Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 80 Ayat 3, lalu ditambah dengan Pasal 338 dan 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kenapa 338 dan 340? (Tersangka) membuka praktik ini secara terang-terangan. Menyiapkan alatnya, menyiapkan tempat tidurnya. Itu perencanaan enggak sih?" katanya.

3. Memahami aborsi dari segi Undang-Undang Perlindungan Anak

Mata Rantai Praktik Aborsi Ilegal di Bali Harus DibongkarLokasi praktik aborsi dokter gigi Ketut Arik Wiyantara di Kecamatan Kuta Utara. (Dok.IDN Times/Mansi Sera)

Menurut Ipung, penegak hukum tidak boleh menganggap enteng praktik aborsi yang dilakukan tersangka pada saat janin masih berupa segumpal darah. Sehingga kemudian ancaman pidananya tidak maksimal. Karena berdasarkan UU Perlindungan Anak, anak dilindungi secara hukum oleh Negara dari usia 0 hari sampai 18 tahun.

"Nol hari itu di mana. Ya di perut ibunya. Ini kan nyawa," katanya.

Sementara aborsi boleh dilakukan jika seandainya berdasarkan asesmen, janin tersebut dinyatakan membahayakan nyawa ibunya atau bayi itu sendiri. Namun dalam praktiknya, Ipung menilai hal ini menguntungkan para pihak yang melakukan praktik aborsi. Sehingga dalam kasus ini, pihak kepolisian dianggap sangat perlu untuk membongkar septic tank tempat janin tersebut dibuang. Hal ini guna memastikan dugaan adanya potongan tubuh bayi di dalamnya.

4. Pasien merupakan korban, yang kebanyakan di bawah umur

Mata Rantai Praktik Aborsi Ilegal di Bali Harus Dibongkarilustrasi bayi (pexels.com/Szabina Nyíri)

Dalam jumpa pers Senin (15/5/2023) lalu, Wadireskrimsus Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, menyebutkan para pasien tersangka merupakan usia produktif, mulai dari anak SMA hingga kuliah. Mereka rata-rata adalah korban pemerkosaan, dan tidak menginginkan kehamilan. Dalam kasus ini, Ipung menyatakan kepolisian juga punya tanggung jawab untuk mengusut tuntas pelaku persetubuhan dan kejahatan seksual tersebut.

"Saya mendorong polisi. Anak itu hamil, bisa enggak hamil sendiri, tanpa ada yang menyetubuhi? Nah, ini kan banyak anak remaja di bawah 18 tahun atau 18 tahun. Siapa yang menyetubuhi?" jelas Ipung.

Untuk itu Ipung mengatakan karena para korbannya masih di bawah umur, maka hendaknya tidak ditetapkan sebagai tersangka. Karena mereka merupakan korban persetubuhan di bawah umur, dan pihak kepolisian harus menuntut pelaku persetubuhan anak di bawah umur tersebut.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya