Konservasi Penyu di TCEC Serangan Dihadapkan Kesulitan Pakan

Pemenuhan pakannya mengandalkan alam

Denpasar, IDN Times – Masa pandemik memberikan dampak tersendiri bagi Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan. Terutama dalam hal suplai pakan untuk puluhan ekor penyu yang sedang dalam perawatan di lembaga konservasi ini. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, I Made Sukanta, belum lama ini.

Aktivitas dalam pemenuhan pakan penyu juga mengandalkan alam. Untuk mencari pakan berupa rumput laut, lembaga konservasi ini harus terjun langsung ke laut. Berikut ini fakta-faktanya.

Baca Juga: Kotoran Penyu Hijau Sitaan di Bali Berisi Plastik

1. Pakan untuk Penyu Sisik dan Lekang masih bisa didapatkan di pasar ikan, namun tergantung dari cuaca

Konservasi Penyu di TCEC Serangan Dihadapkan Kesulitan PakanLemba konservasi menyiapkan pakan penyu Sisik dan Lekang. (IDN Times/Ayu Afria)

TCEC Serangan merawat tiga jenis penyu di antaranya Penyu Penyu Lekang (lepidochelys olivacea), Penyu Sisik (eretmochelys imbricata), dan Penyu Hijau (chelonia mydas). Untuk memenuhi ketersediaan pakan Penyu Sisik dan Penyu Lekang, pihak TCEC Serangan masih mudah mendapatkan suplai ikan Lemuru dan ikan Kucing dari beberapa nelayan di Pulau Serangan. TCEC harus menyediakan setidaknya 5 kilogram ikan per hari untuk makanan kedua jenis penyu tersebut.

Namun stok pakan ini, kata Made Sukanta, tergantung dari cuaca. Jika memang tidak memungkinkan, mereka akan pergi ke Pasar Ikan Kedonganan untuk mendapatkan pakan penyu tersebut.

“Kalau ikan biasanya kami beli kepada masyarakat yang di sini dengan yang di Kedonganan juga. Harganya tergantung cuaca juga. Kadang dapat Rp10 ribu (per kilogram). Kadang-kadang sampai Rp15 ribu, Rp18 ribu. Tergantung situasi,” terangnya.

2. Pakan Penyu Hijau juga dikonsumsi oleh masyarakat setempat

Konservasi Penyu di TCEC Serangan Dihadapkan Kesulitan PakanProses pencarian rumput laut di Pulau Serangan, Denpasar. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Sedangkan ketersediaan pakan untuk Penyu Hijau, pihak konservasi sebelum pandemik membeli dari nelayan setempat berupa rumput laut. Beratnya sekitar 25 sampai 35 kilogram dalam satu karung, yang dihargai Rp50 ribu. Dalam sehari membutuhkan 2 sampai 3 karung rumput laut. TCEC Serangan hanya mencari pakan seminggu sekali.

Kondisi ini berbeda ketika pandemik melanda. Mereka harus rajin mencari rumput laut sendiri karena tidak ada anggaran untuk pembelian pakan rumput laut ke nelayan setempat. Pencarian ini sering melibatkan anak-anak mahasiswa magang dari berbagai Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan dari universitas di Indonesia.

“Tapi karena kondisi ini, kami turun gunung jadinya. Bukan karena tidak pernah nyari. Sebelum pandemik kami turun gunung biasanya satu minggu sekali, tapi tetap di-cover nelayan yang ada di Serangan. Istilahnya kami beli kepada nelayan ya,” ungkapnya.

Rumput laut yang dijadikan sebagai pakan Penyu Hijau ini sering disebut bulung sangu oleh masyarakat setempat. Masyarakat sendiri juga mengonsumsi bulung sangu ini.

Baca Juga: Apakah Pantai di Bali Ramah untuk Penyu Bertelur? Ini Faktanya

3. Donasi selama pandemik hanya sanggup meng-cover biaya pakan

Konservasi Penyu di TCEC Serangan Dihadapkan Kesulitan PakanProses pencarian rumput laut di Pulau Serangan, Denpasar. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Sukanta mengakui, TCEC belum memiliki donatur tetap. Sehingga mereka mengalami kendala ketika menghadapi pandemik. Beberapa dana donasi selama pandemik ia akui hanya cukup untuk mengganti pakan biasa. Sedangkan untuk biaya listrik, air, dan perawatan 2 unit mobil rescue tidak tertutupi oleh dana donasi tersebut.

“Cuma kami di sini, fasilitas kami, kebetulan bekerja sama dengan Universitas Udayana di FKH-nya (Fakultas Kedokteran Hewan) khususnya di Turtle Guard. Ya itu kami bekerja sama di bidang kesehatannya, ditangani oleh teman-teman dari Turtle Guard juga. Untuk akses transport-nya kami menggandeng salah satu sponsor. Pertamina TBBM Sanggaran ya. Saat ini sebagai sponsor utama kami,” terangnya.

4. Millennial dan gen Z seharusnya lebih aware terhadap SDA yang ada di lautan

Konservasi Penyu di TCEC Serangan Dihadapkan Kesulitan PakanProses pencarian rumput laut di Pulau Serangan, Denpasar. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Jenis rumput laut yang banyak dikumpulkan untuk pakan Penyu Hijau adalah Gracilaria sp. Jenis ini memiliki ciri menyerupai akar, namun lebih lembut. Selain itu, warnanya cokelat tua dan mudah dibedakan dengan tanaman laut lainnya. Ketersedian rumput laut jenis ini, ia ungkapkan melimpah di bulan-bulan September.

“Kalau kami yang banyak kami dapatkan itu gracilaria verrucosa. Kebanyakan itu sih yang kami ambil karena di sini mayoritas,” ungkap mahasiswa magang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Muhammad Tio P (20).

Mahasiswa magang dari FPIK Unpad, Resa Gumbirasari (20), berharap millennial dan gen Z seharusnya lebih aware terhadap sumber daya alam (SDA) yang ada di lautan. Dalam hal ini, penyu misalnya. Apalagi Bali memiliki sejarah perdagangan gelap penyu di masa lalu.

“Saya sendiri tertarik melakukan kegiatan konservasi karena penyu-penyu masih bisa kita rawatlah. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem di laut,” katanya.

Ketertarikan ini kemudian membawa Resa untuk mengikuti program magang menjadi relawan di TCEC Serangan. Ia mengaku lebih paham tentang perawatan penyu hingga makanannya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya