GUPBI Sebut Ada Dua Kluster Peternak Babi di Bali yang Belum Terbantu

Terbanyak ada di Kabupaten Gianyar

Denpasar, IDN Times – Belum lama ini Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali, Ketut Hari Suyasa menyampaikan wabah African Swine Fever (ASF) semakin meluas. Ada tiga kluster kondisi peternak babi di Bali di antaranya peternak babi yang sudah terdampak, sedang terdampak, dan belum terdampak. Kluster peternak yang sudah dan sedang terdampak wabah, sejauh ini diklaim masih lepas dari pertolongan dan belum merasakan bantuan.

“Ini kan ada tiga yang terjadi. Ada peternak yang belum terdampak, lagi terdampak, dan ada peternak yang sudah terdampak. Yang lagi dan sudah ini tidak ada yang menolong. Gitu lho. Bingung. Sepertinya belum kami rasakan (bantuan pemerintah),” ungkapnya.

Meskipun bantuan riil yang diharapkan belum diterima sampai saat ini, namun diakui mereka difasilitasi untuk duduk bersama dengan pihak Kesehatan Hewan untuk melakukan edukasi ke peternak keliling Bali sebelum adanya COVID-19 di Bali. Sayangnya, bantuan riil maupun konsep beternak saat pandemik, hingga saat ini belum ada.

1. BBVet tegaskan bukan kewenangannya mengumumkan penyebab kematian massal babi

GUPBI Sebut Ada Dua Kluster Peternak Babi di Bali yang Belum TerbantuKondisi peternakan babi di Klungkung, Bali belum lama ini. Dalam 3 bulan terakhir, sekitar 400 ekor babi mati dan beberapa di antaranya menunjukkan gejala klinis ASF. (IDN Times/Wayan Antara)

Baca Juga: Wabah di Peternakan Babi Meluas, Peternak di Bali Mengaku Sudah Apatis

Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar, I Wayan Masa Tenaya dikonfirmasi IDN Times menyampaikan bahwa dari sampel uji lab yang dikirim ke Medan beberapa bulan lalu hasilnya sudah ada di tangan pihak terkait. Artinya pihak BBVet tidak berkewenangan untuk mengumumkan penyebab kematian massal babi di Bali yang hingga saat ini disebutnya sebagai wabah.

“Wah itu sudah di Jakarta, sudah gak (tidak) ranah ke situ lagi. Sudah lama itu, kami sudah mengeluarkan, membantu GUPBI (Bali) mengirim (babi) ke Jawa. Itu sudah ranahnya Pak Gubernur itu, men-declair akan Bali ini kena ASF. Itu sudah barang lama itu. Sekarang dokumennya itu di Provinsi Bali yang punya Bali,” jelasnya.

Sementara itu Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, drh. IKG Nata Kesuma meyampaikan bahwa perternakan babi suspek ASF. Sampai saat ini obat dan vaksinnya pun belum ditemukan.

“Suspek ASF. Suspek,” jawabnya. “Selama dua bulan ini kan vaksin belum ada sehingga hanya mengandalkan edukasi kepada peternak dengan melakukan biosekuriti dan desinfektan. Dan membatasi lalu lintas perdagangan ternak babi,” jelasnya.

2. Sebanyak 1.140 peternak babi yang ternaknya suspek ASF

GUPBI Sebut Ada Dua Kluster Peternak Babi di Bali yang Belum Terbantu(Ilustrasi) (Tim medis dari Dinas Pertanian Kota Denpasar menyemprotkan disinfektan ke kandang babi milik warga di Denpasar, Bali, Rabu (5/2/2020)) ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Nata Kesuma menyampaikan bahwa sejak Desember 2019 hingga 14 Juni 2020 tercatat sebanyak 1.140 peternak terdampak. Sedangkan total kematian ternak babi sejak Desember 2019 sampai 14 Juni 2020 sebanyak 3.520 ekor. Daerah tertinggi yang terdampak adalah Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Badung dengan rincian sebagai berikut:

  1. Kabupaten Gianyar 255 peternak
  2. Kabupaten Tabanan 200 peternak
  3. Kabupaten Badung 172 peternak
  4. Kabupaten Karangasem 139 peternak
  5. Kabupaten Buleleng 133 peternak
  6. Kabupaten Klungkung 90 peternak
  7. Kabupaten Bangli 58 peternak
  8. Kabupaten Jembrana 55 peternak
  9. Kota Denpasar 39 peternak

Diakuinya, pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah memberikan bantuan biaya penguburan babi mati suspek ASF bagi para peternak babi. Meskipun terbatas untuk 1.000 ekor jika terjadi kasus kematian.

“Lusa difasilitasi per ekor berat 100 kilogram ke atas, Rp200 ribu biaya penguburan,” jelasnya.

Kedua, para peternak terdampak mendapatkan bantuan feed suplemen, desinfektan dan spayer hingga ke tingkat kecamatan. Selain juga memberikan rekomendasi kepada peternak-peternak yang berusaha dengan modal pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) sehingga dipertimbangkan oleh Lembaga Keuangan agar mendapatkan kemudahan atau rileksasi.

3. Virus bisa hidup sampai 6 bulan di lokasi kasus

GUPBI Sebut Ada Dua Kluster Peternak Babi di Bali yang Belum TerbantuIDN Times/Ayu Afria

Menyikapi keluhan GUPBI Bali soal metode beternak babi saat wabah ASF yang tak kunjung ditemukan, Nata Kesuma menyampaikan prediksi waktu yang memungkinkan bagi para peternak babi untuk kembali bangkit dan memulai usahanya lagi.

Dengan melihat data penurunan secara gradual angka kematian pada babi yang dilaporkan akibat suspek ASF yang tercacat menurun 70 persen tersebut, maka peternak diwanti-wanti agar tetap memperhatikan penerapan biosekuriti dan desinfeksi. Penurunan kematian yang tervalidasi tersebut dianggap belum tentu menghentikan munculnya kasus suspek ASF yang baru. Lengah sedikit saja, kemungkinan besar kasus tersebut akan kembali terjadi.

“Tidak ada jaminan jika peternak kembali lalai dengan biosekuriti dan pengawasan lalu lintas ternak,” tegasnya pada Selasa (16/6).

Lalu kapan peternak bisa memulai beternak babi kembali? Ia menjelaskan sesuai dengan sifat virus, sebenarnya 6 bulan sejak kasus terjadi di lokasi baru diperbolehkan untuk kembali beternak. Namun sayangnya, kasus suspek ASF di Provinsi Bali berbeda di setiap lokasi, sehingga ada perbendaan waktu dari awal terjadinya kasus yang kemudian menyebabkan perhitungan waktu 6 bulan juga berbeda.

“Karena si virus itu bisa hidup sampai 6 bulan di lokasi kasus. Enam bulan. Tapi itu bisa diperpendek waktunya jika peternak mau melakukan desinfeksi secara ekstrim. Maksudnya benar-benar dilakukan dengan desinfeksi dengan bahan-bahan yang mengandung bakteriosida (mematikan bakteri) sntara lain dengan formalin, bahan sejenis formaldehid, dan turunannya,” terangnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya