Gen Z di Bali Tak Setuju Tapera, Gajinya Tak Seberapa

Mereka juga krisis kepercayaan pengelolaan uang oleh negara

Denpasar, IDN Times - Akhir-akhir ini program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan generasi muda Indonesia. Ada yang menyatakan pro dan kontra dengan program tersebut. Tapera ini merupakan amanat Undang-Undang sejak tahun 2016 lalu yang bertujuan untuk menyediakan dana pembiayaan perumahan bagi masyarakat Indonesia. Nah, bagaimana generasi Z di Bali memahami program ini?

1. Tapera menambah daftar pemotongan penghasilan pekerja

Gen Z di Bali Tak Setuju Tapera, Gajinya Tak Seberapailustrasi pekerja lepas (pexels.com/Vlada Karpovich)

Pekerja swasta di Denpasar, Rovin Bou (27), keberatan dengan program ini karena hanya menambah daftar pemotongan penghasilan karyawan. Sehingga beban keuangan karyawan menjadi semakin berat. Ia memahami betul pemotongan 3 persen dari penghasilan ini untuk pembiayaan perumahan bagi pekerja. Namun ini akan memotong penghasilannya yang tidak begitu besar.

“Saya tidak setuju dengan adanya Tapera, karena sudah terlalu banyak potongan yang dibebankan kepada pekerja. Misalnya potongan BPJS yang mestinya menjadi tanggung jawab negara. Sekarang kalau ditambah potongan untuk Tapera, semakin melarat pekerja itu, mengingat gaji pekerja mandiri di Indonesia tidak seberapa,” ungkapnya.

2. Bayang-bayang korupsi di Indonesia menjadi pertimbangan generasi muda

Gen Z di Bali Tak Setuju Tapera, Gajinya Tak SeberapaIlustrasi koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu konsep memiliki rumah, menurutnya menjadi hal utama sebelum memiliki aset lainnya. Akan tetapi krisis kepercayaan pengelolaan uang masyarakat oleh negara saat ini menjadi pertimbangan sendiri baginya. Ia tidak menampik bayang-bayang korupsi menjadi pertimbangannya terhadap penerimaan program Tapera ini.

“Kalau konsep memiliki rumah, menurut saya lokasinya di tengah hutan, jauh dari keramaian. Uangnya dari tabungan sendiri tanpa harus disetor ke negara. Kekhawatirannya adalah takut uang kita salah dikelola oleh negara, mengingat sudah banyak uang dari rakyat yang dikorupsi,” kata Rovin.

3. Memiliki rumah bukan kebutuhan, masih banyak kebutuhan lain

Gen Z di Bali Tak Setuju Tapera, Gajinya Tak SeberapaIlustrasi harga rumah (GeekWire/Roofstock)

Berbeda dengan Ni Luh Putu Diah Putri Rahayu (25) yang tinggal di Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Menurutnya, pemotongan penghasilan untuk program Tapera ini tergantung dari kondisi setiap orang berdasarkan perbedaan kebutuhan masing-masing. Ia sendiri menganggap memiliki rumah juga tidak menjadi prioritas saat ini, karena masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi.

“Tidak, karena kebutuhan orang berbeda-beda. Kalau saya membeli tanah dulu dan membangun rumah sesuai kebutuhan saja agar tidak terlalu menjadi beban. Karena ada kebutuhan lain juga,” terangnya.

4. Pertanyakan kualitas pejabat pemerintahan dan pembuat kebijakan

Gen Z di Bali Tak Setuju Tapera, Gajinya Tak Seberapailustrasi rumah (unsplash.com/Diego Carneiro)

Sementara itu Sitha (26) asal Kabupaten Klungkung tidak tahu pasti aturan dalam perundang-undangan terkait program Tapera ini. Namun ia sempat terlibat orangtuanya mengurus tabungan tersebut.

Meski begitu, ia mengaku tidak setuju dengan program tersebut. Lantaran pemerintah sudah memiliki deretan daftar kegagalan pengelolaan kepercayaan masyarakat. Yakni banyaknya temuan korupsi, kasus penggelapan dan kerugian negara yang justru dilakukan oleh pejabat negara.

“Jelas gak setuju ya. Apa sih Tapera ini kok sampai gaji kita yang gak seberapa ini diutak-atik untuk dipotong berapa persen. Efeknnya itu kadang tidak dipikir saat menentukan itu gitu lho,” ungkapnya kesal.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya