Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus Bagus

Perang tarif penginapan ini sudah berjalan lama kata Asita

Badung, IDN Times – Tak lama lagi seluruh masyarakat dunia akan sibuk mempersiapkan perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Tak terkecuali di Bali. Pulau yang selalu menjadi pilihan untuk liburan para wisatawan ini juga sibuk berbenah. Mulai dari restoran, tempat wisata, hingga penginapan pasti sibuk mendekorasi dan menawarkan harga khusus menjelang Nataru.

Terlepas dari itu, kabarnya fenomena perang tarif penginapan juga terjadi di Bali, tak mengenal low season, high season, dan peak season. Kabar ini bahkan diucapkan oleh Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) Bali, Ketut Ardana. Menurutnya, perang harga antara pengusaha pariwisata dan praktik negatif ini menurutnya telah lama berjalan. Tapi benarkah situasinya seperti itu? Berikut ini hasil wawancara IDN Times dengan para penyedia akomodasi penginapan di Bali:

1. Para backpacker sudah memantau high season kunjungan turis yang datang ke Bali

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusIDN Times/Imam Rosidin

Menjelang Nataru, beberapa hostel di wilayah Kuta mulai menaikkan harga tarif kamarnya. Harga baru ini diprediksi bakal berlaku hingga akhir Januari 2020.

Manajer Kayun Hostel di Jalan Patih Jelantik Kuta, Astuti, mengaku perang tarif ini sudah berjalan sejak beberapa bulan yang lalu. Sebelum bulan Desember pun sudah banyak yang memantau kapan high season kunjungan turis datang ke Bali, khususnya para backpacker.

“Jadi kami sudah bisa prediksi harga gitu. Berapa persen bisa kami naikkan. Kalaupun sekarang, semua harga sudah kami naikkan. Harga kami merasa sudah naik. Terus kami lihat di-booking-an kami udah hampir full, kami naikin lagi,” jelasnya, Rabu (20/11).

Sementara kamar hostel baik yang privat maupun model dormitory masih belum banyak di-booking. Karena itu pihak manajemen hostel tentu tidak berani menaikkan tarif kamar. Umumnya, maksimal kenaikan tarif adalah 70 persen untuk hostel dan bisa sampai 100 persen untuk hotel.

“Nanti kalau kami sudah naik harga, kompetitor kami nggak terlalu naik. Kan kami nggak dapat tamu,” jelasnya.

2. Kamar hostel untuk Desember-Januari 2020 sudah mulai fully booked

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusInstagram.com/kayunhosteldowntownn

Astuti menyampaikan, kamar di Kayun Hostel sendiri sudah fully booked untuk bulan Desember dan Januari 2020. Booking ini dilakukan secara online. Tercatat, dari tanggal 24 Desember 2019 hingga 2 Januari 2020, property sudah mulai fully booked baik hostel maupun vila.

“Tanggal-tanggal itu kami bilang tanggal keramat. Karena memang tanggal-tanggal itu tuh kesempatan kami nyari untung. Ya itu pas high season. Pas Christmas sampai tanggal 1 tanggal 2,” terangnya.

Menurutnya, pihak hotel pun apabila sudah tanggal 31 Desember melarang tamunya check-out di tanggal 1 Januari. Setidaknya mereka harus check-out tanggal 2 atau 3 Januari.

“Mereka block. Karena rugi dong, tamu nggak ada yang check-in tanggal satu. Makanya mereka jual check-in-nya kan paling tanggal 30 Desember, dan check-out tanggal dua atau tiga Januari,” jelasnya.

Sementara itu untuk hotel kecil kelas backpacker, yang dikenal dengan sebutan hostel, seperti Kayun Hostel misalnya, tetap menaikkan harga. Dengan kisaran harga normal Rp300 ribu akan dinaikkan sebesar Rp400 ribu untuk private room tanpa breakfast.

Sedangkan untuk model dormitory dijual di kisaran harga Rp100 ribuan per bed tanpa breakfast. Satu dorm di Kayun sendiri berisi 16 hingga 10 orang.

Baca Juga: PR Wishnutama: Ada Perang Tarif Hotel, Bali Selatan & Utara Timpang

3. Turis tak hanya melihat harga saja. Tetapi juga kenyamanan dan fasilitas

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusTwitter @dearhyonsang

Astuti mengungkapkan, banyak tamu dari Eropa yang memesan kamar di Kayun Hostel, dengan lama menginap lebih dari dua harian. Mereka menginap dalam hitungan seminggu, namun berpindah-pindah hostel. Setelah itu di urutan berikutnya adalah Amerika dan Australia, yang juga banyak memesan kamar. Selain itu, wisatawan lokal justru bermain di kelas dormitory sebesar 20 persen, selain wisatawan asing. Meskipun kelas hostel, namun para wisatawan juga mengedepankan kenyamanan dan fasilitas.

“Kan nggak semua tamu dipikirannya hanya murah. Ada beberapa tamu yang nyari kualitas, yang pasti kenyamanan, lalu harga. Fasilitasku kan bagus. Aku punya pool, WiFi, hot tea dan hot coffee 24 jam. So far itu sih. Pool kami bisa dipakai jam 07.00 Wita sampai pukul 22.00 Wita. Jadi tempat kami juga strategis. Kami nggak mau jual murah. Nantikan kesannya murahan," katanya.

Baca Juga: 5 Cara Meningkatkan Citra Pariwisata Indonesia Menurut Wishnutama

4. Hostel makin menjamur di wilayah Kuta, Legian dan Seminyak

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus Bagusairbnb.co.id

Dari pengakuan Astuti yang sudah 24 tahun berkecimpung di dunia pariwisata ini, dulu kala ketika awal ia bekerja di hostel wilayah Kuta, baru ada dua sampai tiga hostel saja. Namun kini sudah berkembang menjadi 60 hostel di wilayah Kuta, Legian dan Seminyak.

“Dan sekarang tinggal ngebayangin saja, yang dulu cuma lima hotel ya. Sekarang kan dibagi. Jadi di situlah kami perang harga. Sebenarnya kalau kami lihat nggak sehat ya. Masak sih hostel harga Rp50 ribu, Rp60 ribu. Tapi ya namanya orang punya prinsip bisnis yang berbeda ya. Kalau saya enggak mau jual murah. Karena saya harus menutupi biaya operasional, listrik. Karena fasilitasku kan juga bagus,” jelasnya.

Seorang wisatawan lokal bernama Vivian, mengaku memilih hostel yang murah namun fasilitas juga harus standar.

“Yang penting fasilitaslah dan harganya nggak mahal amat. Kebanyakan nyari fasilitas yang ada include breakfast and swimming pool-nya,” ucapnya.

5. Penginapan murah menurut Pinka berada di antara Rp200 ribu sampai Rp300 ribu dengan fasilitas yang mencukupi

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusPexels.com/rawpixel.com

Murah, dekat pantai, dan bisa jalan kaki ke mana-mana. Tiga hal itu yang diutamakan Pinka Wima, perempuan asal Yogyakarta, ketika hendak liburan dan mencari penginapan di Bali. Standar murah menurut Pinka berada di antara Rp200 ribu sampai Rp300 ribu per malam. Selain itu akses penginapannya juga harus dekat dengan pantai, dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.

"Jalan kakinya harus dekat ke pantai, tempat makan, dan tempat wisata," kata Pinka kepada IDN Times, Jumat (22/11).

Jika Astuti menyebutkan beberapa tamu ada yang mencari kualitas dan kenyamanan selain harga murah, maka Pinka pun demikian. Selain harga, ia juga mencari penginapan yang memiliki fasilitas AC, WiFi, TV kabel, dan kolam renang jika ada.

"Saya santai sih kalau tidak ada breakfast. Bisa bekal roti atau mi instan yang diseduh langsung pakai air panas," ungkapnya.

6. Harus sering-sering pantau banyak aplikasi untuk mencari harga penginapan yang murah

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusDok.Pribadi?Pinka Wima

Foto di atas merupakan kumpulan aplikasi, yang diletakkan dalam satu folder khusus bernama "Travel". Folder yang dibuat Pinka ini memudahkannya untuk memantau harga-harga penginapan. "Saya cek satu per satu. Cari yang lebih murah," jawabnya.

Masing-masing aplikasi, kata karyawan perusahaan swasta di Surabaya ini memiliki keunggulan yang berbeda. Misalnya, Agoda. Aplikasi ini bisa pay later, dipesan dan dibayar pada saat tamu tiba di hotel. Berbeda dengan Traveloka. Meski bisa pay later seperti Agoda, namun sistemnya ribet.

"Tiket juga biasanya lebih murah. Terus Mister Aladin lagi gencar promo. Saya belum pernah pakai Airbnb," ungkap Pinka.

7. Ketua PHRI Badung menyebut Nataru tidak ada pengaruh kepada kenaikan tarif kamar

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusIDN Times/Imam Rosidin

Sementara itu Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, mengungkapkan saat Nataru tiba tidak akan berpengaruh terhadap persaingan tarif kamar hotel.

“Nataru itu kalau kami tidak full. Bali tidak fully booked atau tidak penuh semua di Bali. Tingkat huniannya memang akan meningkat mulai 26 dan 27 (Desember) meningkat. Tapi tidak akan penuh, kan Bali punya 146 ribu kamar. Di Badung saja, 70 persennya jadi ada 106 ribu kamar,” jelasnya.

Menurutnya, yang namanya kedatangan tamu pada tanggal-tanggal tersebut paling lama hanya menginap selama seminggu saja. Sehingga okupasinya juga tidak akan tinggi. Bahkan prediksinya mulai hari ini sampai 30 November, okupansi di Bali masih di angka 60 persen. Kenaikan baru akan terjadi pada tanggal 26 Desember ke atas selama seminggu. Peningkatan sendiri dikatakan akan mencapai 85 persen.

Mereka kebanyakan menginap di hotel wilayah Legian, Seminyak dan Nusa Dua. Termasuk juga Sanur, Ubud hingga ke Candidasa dan Pemuteran. “Hampir semua kawasan mempunyai daya tarik sendiri,” ungkapnya.

8. Perang tarif bisa berdampak pada menurunnya pelayanan kepada wisatawan di Bali

Perang Tarif Penginapan di Bali, Cari Murah Tapi Fasilitas Harus BagusIDN Times/Ayu Afria

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) Bali, Ketut Ardana, menjelaskan pariwisata memerlukan penataan tata niaga kepariwisataan. Pemerintah perlu membatasi adanya perang harga antara pengusaha pariwisata dan praktik negatif, yang menurutnya telah lama berjalan.

Hal itu bisa dilakukan dengan cara standarisasi yang menertibkan pengusaha-pengusaha pariwisata ilegal di Bali. Ia mencontohkan jumlah kamar hotel di Bali yang berlebihan atau over supply sampai tidak terisi. Sekitar 40 persennya kamar kerap kosong sepanjang tahun.

"Kalau untuk Bali sendiri ada beberapa hal kalau mau kita garisbawahi. Pariwisata di Bali itu perlu dilakukan penata-penataan terutama dari sisi tata niaganya. Sekarang ini di Bali terjadi over supply, kebanyakan kamar hotel. Kalau tidak salah ada sekitar 40 persen kamar yang kosong sepanjang tahun. Kan itu sebenarnya tidak baik. Kalau seperti itu kan otomatis terjadi perang tarif dan hotel saling mendahului dan menjual harga yang lebih murah supaya hotel terisi. Itu realitanya terjadi," ungkap Ardana.

Maka, lanjut Ardana, regulasi dari pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi hal itu. Karena perang tarif bisa berdampak pada menurunnya pelayanan.

"Kalau kita ngomong pariwisata berkualitas salah satunya kan pelayanan yang baik. Kalau misalnya hotel murah bagaimana bisa menggaji pegawainya lebih baik, bagus, kan tidak bisa. Otomatis kan mengurangi kualitas pelayanan, termasuk juga produk yang ditampilkan," ujarnya.

Baca Juga: Benarkah Bali Tak Layak Dikunjungi? Ini 3 Reaksi Turis Asing dan Guide

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya