Dampak Proyek Terminal LNG, Bali Perlu Regulasi soal Terumbu Karang

 Proyek itu berpotensi merusak 5 hektare terumbu karang

Denpasar, IDN Times – Masyarakat Adat Desa Intaran Sanur, Denpasar, menolak proyek Pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di kawasan mangrove. Proyek ini disebut bakal dredging (mengeruk) seluas 3.300.000 meter kubik untuk kebutuhan alur laut kapal yang berakibat merusak 5 hektare terumbu karang.

Padahal ekosistem terumbu karang ini dapat memberikan perlindungan bagi sejumlah properti yang ada di kawasan pesisir dari ancaman pengikisan oleh ombak dan arus. Karenanya, masyarakat Adat Intaran Sanur melalui Komunitas Sungai Bahari Desa Intaran Sanur, kembali mengadakan penanaman terumbu karang di kawasan pantai Sanur, Denpasar, pada Minggu (3/7/2022). 

Baca Juga: 4 Alasan Desa Adat Intaran Sanur Menolak Lokasi Terminal LNG

1. Ada tiga jenis terumbu karang yang ditanam di kawasan pantai Sanur

Dampak Proyek Terminal LNG, Bali Perlu Regulasi soal Terumbu KarangKomunitas Sungai Bahari Desa Intaran Sanur kembali melakukan penanaman Terumbu Karang pada Minggu (3/7/2022) di kawasan Pantai Mercure, Sanur. (Dok.IDN Times/istimewa)

Ketua Nelayan Pica Segara yang juga anggota Komunitas Sungai Bahari Desa Intaran Sanur, Nyoman Dana, mengatakan ada tiga jenis bibit terumbu karang yang ditanam. Bibit tersebut di antaranya Terumbu Karang Jahe, Terumbu Karang Polip, dan Terumbu Karang Jenis Tanduk. 

Ditambahkan oleh Sekretaris Kelompok Sungai Bahari Intaran, Kelompok Sungai Bahari Intara, Nyoman Dana Atmaja, sesungguhnya kegiatan penanaman terumbu karang ini telah dilakukan sejak tahun 2017 dan dilakukan dua kali sebulan dengan memerhatikan waktu bulan mati dan pasang surut air.

"Kami menanam terumbu karang ini sudah sejak 2017 silam. Hari ini kembali melanjutkan untuk menanam bibit pada media tanam yang sebelumnya kami siapkan sebanyak 4 buah dengan keliling 4 meter,” ungkapnya.

2. Bali perlu regulasi soal terumbu karang dari ancaman-ancaman yang berpotensi merusak

Dampak Proyek Terminal LNG, Bali Perlu Regulasi soal Terumbu KarangKomunitas Sungai Bahari Desa Intaran Sanur kembali melakukan penanaman Terumbu Karang pada Minggu (3/7/2022) di kawasan Pantai Mercure, Sanur. (Dok.IDN Times/istimewa)

Kelihan Banjar Gulingan Intaran Sanur, sekaligus Pembina dari Kelompok Sungai Bahari, A A Arya Teja, mengatakan Bali perlu regulasi terkait penanaman serta perawatan terumbu karang. Terutama dari aktivitas-aktivitas yang merusak perairan dan terumbu karang.

Ia mengatakan bahwa ancaman terbesar terumbu karang adalah aktivitas yang menyebabkan debu di laut atau kekeruhan air. Penyebab kekeruhan air tersebut satu di antaranya adalah adanya aktivitas pengerukan (dredging). Karenanya, apabila ingin melestarikan terumbu karang, maka perlu perlindungan yang ketat terhadap kestabilan ekosistem laut.

“Mestinya memberikan perlindungan terhadap pelestarian terumbu karang. Serta tidak ada proyek yang melakukan pengerukan (dredging) seperti yang akan dilakukan untuk membuat alur laut untuk Terminal LNG di Kawasan Mangrove. Itu pasti akan merusak terumbu karang, dan ekositem  laut," terangnya.

3. Rencana lokasi terminal LNG juga akan merusak mangrove

Dampak Proyek Terminal LNG, Bali Perlu Regulasi soal Terumbu KarangKomunitas Sungai Bahari Desa Intaran Sanur kembali melakukan penanaman Terumbu Karang pada Minggu (3/7/2022) di kawasan Pantai Mercure, Sanur. (Dok.IDN Times/istimewa)

Dalam riset yang dipaparkan KEKAL Bali, Frontier Bali, dan WALHI Bali, disebutkan bahwa pengerukan untuk alur laut Terminal LNG di kawasan mangrove akan dilakukan dengan volume 3.300.000 meter kubik. Pengerukan tersebut melalui area Peta Indikatif Terumbu Karang seluas sekitar 5 hektare.

Menyikapi rencana tersebut, masyarakat Adat Intaran Sanur juga telah melakukan persembahyangan bertepatan Hari Tilem Sasih Sada Anggara Kasih, pada Selasa (28/6/2022), pukul 16.00 Wita di Pantai Merta Sari Intaran Sanur. Persembahyangan ini untuk memohon restu pada lautan (segara) agar diberikan kekuatan dalam menolak Proyek Pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove.

Jro Bendesa Adat Intaran, AA Alit Kencana, saat itu mengajak pihak-pihak terkait untuk kembali mengingat kejadian pembangunan tol di Benoa. Hingga saat ini tidak ada kesesuaian atas apa yang dikatakan pemerintah, dengan kondisi kelestarian bakau di lokasi tersebut. Pihak terkait juga dituding tidak mempertimbangkan fakta bahwa perlu 30 tahun lamanya untuk menumbuhkan bakau setinggi 9 sampai 10 meter.

Berikut beberapa alasan menolak rencana pembangunan Terminal LNG ini:

  • Kawasan mangrove, sesuai dengan rencana Tata Ruang Provinsi Bali, bukan untuk pembangunan Terminal LNG. Rencana pembangunan Terminal LNG ini akan membabat 14 hektare hutan mangrove
  • Kawasan tersebut ditanami mangrove tahun 2021 lalu
  • Pembangunan Terminal LNG berada di Muntig Siokan yang mengorbankan terumbu karang seluas 5 hektare. Terumbu karang ini ditanam saat pandemik COVID-19
  • Lokasi rencana pembangunan Terminal LNG merupakan kawasan suci dan terdapat 6 enam pura

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya