Basarnas: Orang di Indonesia Abai Keselamatan saat Mancing
![Basarnas: Orang di Indonesia Abai Keselamatan saat Mancing](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20240525/pexels-dziana-hasanbekava-5480712-78644c97da4a91b1a77ab52ac896853a_600x400.jpg)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) Bali lebih mendominasi menangani kecelakaan kapal di Bali. Hal itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi (RAKOR) SAR tentang kontingensi SAR dalam penanganan kecelakaan kapal, pada Rabu (26/6/2024), di Sanur, Kota Denpasar.
Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan Basarnas, Brigadir Jenderal TNI (Mar) Edy Prakoso, menyampaikan total wilayah kerja Basarnas Bali sangat luas, yaitu 5.636,66 kilometer persegi. Artinya, Basarnas Bali mendukung penuh dalam menciptakan pariwisata Bali yang aman dan nyaman.
“Inilah yang menjadi tantangan tugas yang harus diemban untuk pelayanan SAR bisa optimal kepada masyarakat,” ungkapnya.
1. Kendala utama dalam penyelamatan di laut adalah cuaca
Menurut Edy, kendala utama operasi penyelamatan kecelakaan kapal adalah cuaca. Kendala yang kedua adalah kecepatan informasi yang diterima Basarnas dari masyarakat. Karena dari hasil pengalamannya, masih ada kejadian yang baru dilaporkan setelah dua hari.
“Perlunya masyarakat mengetahui call center kita yang bebas bayar di 115. Ini untuk mempercepat proses bagaimana informasi itu diterima oleh Basarnas. Karena kami mempunyai respon time (waktu tanggap darat darurat) juga,” terangnya.
Untuk mendukung operasi SAR ini, maka diupayakan pemenuhan peralatan yang dibutuhkan saat operasi.
2. Operasi keselamatan di Bali didominasi kecelakaan kapal
Bali memiliki karakteristik kebencanaan yang berbeda dari daerah lainnya. Sehingga persiapan kontigensi yang diperlukan harus menyesuaikan dengan data-data yang telah ada sebelumnya. Dari data tersebut diketahui, bahwa kecelakaan kapal domestik maupun internasional mendominasi operasi penyelamatan. Stakeholder memiliki fungsinya masing-masing dalam penanganan keselamatan.
“Bali ini kan punya karakteristik berbeda dengan daerah lain,” ucapnya.
Berdasarkan data Basarnas Bali, total jumlah kecelakaan yang terjadi di wilayah kerja Basarnas Bali sampai dengan April 2024 berjumlah 23 kali kecelakaan. Rinciannya adalah tujuh kali kecelakaan kapal, dan 16 kali kondisi membahayakan jiwa manusia.
3. Masyarakat diimbau agar paham proses penyelamatan
Menurut Edy, masyarakat Indonesia terkadang menganggap penyelamatan sebagai masalah sepele. Karena alasan latar belakang yang sudah lekat dengan kehidupan mereka sejak kecil. Misalnya karena menganggap sudah akrab dengan laut sejak kecil, sehingga mengabaikan keselamatan.
Contoh lainnya adalah ketika melihat kejadian orang tenggelam di sungai. Masyarakat kita cenderung melakukan pertolongan sebisa mungkin dengan alat keselamatan seadanya tanpa mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki. Sehingga berpotensi menambah korban.
“Kalau kita bicara aman dan nyaman, kalau mau aman, pasti gak nyaman. Kalau orang luar, orang luar mancing saja meski cuman satu pinggang (ketinggian air) tapi selalu pakai pelampung. Kalau kita kan enggak,” katanya.