Banyak Daerah di Bali yang Rawan,  Edukasi Kebencanaan Masih Minim

Mari kita lindungi diri lebih dini ya semeton!

Denpasar, IDN Times – Bali tergolong sebagai daerah yang sangat rawan dengan bencana. Khususnya area perbukitan yang terjal dan curam, seperti di wilayah Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem. Namun rupanya edukasi wawasan kebencanaan untuk masyarakat belum maksimal dilakukan. 

Sosialisasi wawasan kebencanaan untuk masyarakat yang selama ini sudah dilakukan, ternyata tidaklah efektif. Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengda Bali, I Ketut Ariantana, menyarankan agar ada pendidikan kebencanaan usia dini. Mengapa? Simak ulasannya di bawah ini ya:

Baca Juga: Sejarah Terbentuknya Pulau Bali, Diperkirakan Sejak 15 Juta Tahun Lalu

1. Perlu ada muatan lokal yang memberikan pengetahuan terkait dengan bencana

Banyak Daerah di Bali yang Rawan,  Edukasi Kebencanaan Masih MinimIlustrasi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Ketut Ariantana menegaskan, langkah-langkah yang diambil pemerintah selama ini tidak efektif. Khususnya dalam hal edukasi kebencanaan dengan cara sosialisasi. Menurutnya, pendidikan kebencanaan ini seharusnya diberikan di lingkup sekolah, termasuk para siswa dan guru-gurunya.

“Memberikan diklat kepada pejabat-penjabat, PNS, dan aparat desa kan tidak efektif. Berarti perlu strategi lain. Kalau memang untuk daerah-daerah yang rawan bencana, misalnya Gunung Agung, berarti kita muatan lokalnya untuk sekolah dari SD, SMP, dan SMA,” ungkapnya belum lama ini.

Ada muatan lokal yang memberikan pengetahuan terkait dengan bencana, misalnya erupsi bagi yang tinggal di wilayah Gunung Agung. Selain itu, juga pengetahuan bencana teknik bagi yang tinggal di Seririt, Kabupaten Buleleng dan pengetahuan bencana tsunami bagi yang tinggal di pesisir.

Baca Juga: Bangli Kawasan yang Rentan Bencana Alam di Bali

2. Mitigasi bencana harus dilakukan dari jauh-jauh hari

Banyak Daerah di Bali yang Rawan,  Edukasi Kebencanaan Masih MinimIlustrasi Gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Pengetahuan dan praktik kesiapan menghadapi potensi bencana sangatlah diperlukan oleh generasi muda. Edukasi ini perlu dimasukkan ke dalam muatan lokal agar tidak hanya melalui teori saja, namun juga praktik di lapangan. Menurut Ketut Ariantana, kebijakan ini tergantung dari keputusan kepada kepala daerah masing-masing.

“Kalau mitigasi ini memang harus mulai dari jauh. Strateginya adalah mulai dari anak-anak, mulai dari sekolah. Sehingga sejak usia dini anak-anak sudah memahami posisinya tinggal di daerah mana. Itu yang penting, sehingga tahu langkah apa yang diambil,” jelasnya.

Ketut Ariantana mengatakan, setelah tragedi tsunami Aceh, Pemerintah Pusat sempat menggelontorkan buku-buku berkaitan dengan kebencanaan. Ia juga ikut membawa buku-buku tersebut ke kabupaten/kota se-Bali.

“Semua kabupaten/kota, kami sudah berikan buku, dari SD, SMP, dan SMA. Bagaimana tindak lanjutnya di kabupaten/kota? Kan kembali ke kabupaten/kota. Kalau itu ingin permanen, dipermanenkan saja, bagian dari kurikulum muatan lokal. Itu memang harus ditingkat bupati yang memutuskan kebijakan itu,” jelasnya.

3. Edukasi kebencanaan bisa dimulai dari Sekolah Dasar

Banyak Daerah di Bali yang Rawan,  Edukasi Kebencanaan Masih MinimIlustrasi tanah longsor. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Ketut Ariantana kembali menegaskan, pendidikan kebencanaan sangat perlu dimasukkan dalam muatan lokal. “Kalau sekedar ingin mendapatkan (pengetahuan kebencanaan),  anak-anak itu gampang, tinggal browsing. Tapi biasanya untuk tingkat anak-anak pendidikan dasar, kan melalui sekolah, sehingga bisa diseragamkan pemahamannya. Praktiknya diseragamkan sehingga di rumah bisa mempraktikan. Kalau ingin detail, dia bisa menambahkan dengan browsing sendiri,” jelasnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Plt. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar, IGN Eddy Mulya, menyampaikan bahwa materi pendukung wawasan kebencanaan bagi siswa-siswi SD dan SMP di Kota Denpasar sudah diberikan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Selain itu, para pelajar juga mendapatkan materi tentang lingkungan hidup, lalu lintas, bullying, dan lainnya.

“Pada mata pelajaran IPA juga ada materi tentang alam semesta dan kebencanaan,” terangnya pada Rabu (27/10/2021).

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya