AJI Denpasar Punya Tim Advokasi dan Gender, Kawal Aduan Jurnalis

Jangan ragu untuk melapor ya

Denpasar, IDN Times – Dunia jurnalistik tidak sepenuhnya digeluti oleh laki-laki, namun perempuan juga mengambil bagian dalam profesi ini. Meskipun jumlahnya masih sedikit, namun mereka memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekerasan dibandingkan jurnalis laki-laki. 

Ketua Aliasi Jurnalis Indonesia (AJI) Denpasar, Eviera Paramita, mengatakan tidak tahu jumlah pasti jurnalis perempuan di Bali. Mengapa? Karena tidak semuanya mengikuti organisasi profesi dan tidak ada laporan dari media yang bersangkutan. Namun jurnalis perempuan yang menjadi anggota AJI Denpasar jumlahnya mencapai 13 orang.

AJI Denpasar saat ini memiliki Tim Advokasi dan Gender yang akan selalu memberi pendampingan dan mengawal jurnalis yang mengalami persoalan. Selain itu juga memberikan ruang diskusi dan pelatihan untuk jurnalis supaya tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan.

Baca Juga: AJI Denpasar Ungkap Pernah Terima Laporan Penghapusan Materi Liputan

1. Jurnalis perempuan mengalami perbedaan perlakuan dan diskriminasi

AJI Denpasar Punya Tim Advokasi dan Gender, Kawal Aduan JurnalisAktivitas jurnalis di Bali. (IDN Times / Ayu Afria)

Viera membongkar beberapa keluhan jurnalis perempuan di Bali, terutama kaitannya dengan kekerasan yang mereka alami. Menurutnya tidak banyak jurnalis perempuan yang diberikan akses untuk mengerjakan liputan investigatif.

Selain itu, mereka juga mengeluhkan teman-teman jurnalis laki-laki yang tidak paham mengenai isu gender. Kerap terjadi pelecehan verbal dan kata-kata seksis terhadap jurnalis perempuan yang malah dianggap hanya bahan bercanda.

“Beban kerja harian. Di mana jurnalis perempuan kerap kali mempunyai kesibukan domestik. Selain itu juga ada perbedaan perlakuan antara jurnalis perempuan dan laki-laki. Jurnalis perempuan kerap merasa mendapat diskriminasi dalam peliputan strategis,” jelasnya.

2. AJI Denpasar tetap memantau kekerasan jurnalis di lapangan

AJI Denpasar Punya Tim Advokasi dan Gender, Kawal Aduan JurnalisAktivitas jurnalis di Bali. (Dok. IDN Times / istimewa)

Lalu bagaimana AJI Denpasar menanggapi adanya ancaman kekerasan yang terjadi di lapangan? Viera mengatakan sejauh ini AJI Denpasar selalu memantau bila ada kasus-kasus yang berhubungan dengan jurnalis. Baik itu anggota AJI ataupun yang tidak tergabung dalam Aliansi Jurnalis.

Guna mempermudah mengakomodir kasus-kasus ini, AJI Denpasar mempunyai Tim Advokasi dan Gender yang selalu mengawal jurnalis apabila menghadapi masalah dan kemudian memberi pendampingan. Selain itu, juga memberikan ruang diskusi dan pelatihan untuk jurnalis agar tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan. Program ini digawangi oleh 9 orang, terdiri dari Divisi Advokasi 5 orang dan Divisi Gender dan Kemitraan sebanyak 4 orang.

Keberadan Tim Advokasi dan Gender dibentuk bersamaan dengan pembentukan AJI Denpasar. Divisi Advokasi memiliki peran penting dan menjadi kunci di AJI Denpasar, karena divisi inilah yang bertugas melakukan pemantauan, pendampingan, hingga pengawalan terkait kasus-kasus yang dihadapi jurnalis. Namun dengan catatan, sepanjang kasusnya memang berhubungan dengan kerja-kerja jurnalistik. 

3. Bagaimana sistem pelaporannya agar kasus bisa diadvokasi AJI Denpasar?

AJI Denpasar Punya Tim Advokasi dan Gender, Kawal Aduan JurnalisAktivitas jurnalis di Bali. (Dok. IDN Times / istimewa)

Tidak serta merta aduan yang diterima dari insan pers langsung diadvokasi oleh AJI Denpasar. Viera menjelaskan masih perlu penilaian apakah aduan tersebut berkaitan dengan ranah jurnalistik atau tidak. Advokasi yang dilakukan biasanya adalah memberi pendampingan, pengawalan, rilis atau tanggapan yang disebarkan, hingga aksi-aksi turun ke jalan.

“Sejauh ini kalau di Denpasar, mekanismenya bukan laporan resmi. Cair saja, ketika ada anggota yang mengadu secara lisan, AJI biasanya akan minta kronologi lengkap bagaimana kasusnya. Setelah itu akan didiskusikan dan dinilai apakah kasus ini masuk dalam ranah jurnalistik, apakah jurnalis dalam posisi yang benar dan layakkah diadvokasi?” jelasnya.

Apabila dalam investigasi dan pemantauan, ditemukan ternyata jurnalis tersebut salah, maka AJI juga tidak semerta-merta akan meneruskan advokasi. Bahkan bila yang bersangkutan adalah anggota AJI, maka akan diberi sanksi. Tapi tentu tidak semua masalah yang dihadapi jurnalis akan diadvokasi.

“Bahkan bila kesalahannya fatal, kami juga tidak segan-segan merekomendasikan pada pihak yang berwajib,” tegasnya.

4. AJI Denpasar sebut ada ideologi patriarki bagi jurnalis di Bali

AJI Denpasar Punya Tim Advokasi dan Gender, Kawal Aduan JurnalisAktivitas jurnalis di Bali. (Dok. IDN Times / istimewa)

Viera mengungkapkan organisasi jurnalis saat ini memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Misalnya, masih ada ideologi patriarki, yang mana di Bali berkaitan dengan kultur masyarakat setempat atau dari keluarganya sendiri. Dalam banyak kasus, hal ini bukannya ditentang, namun malah diamini. Hal inilah yang membuat jurnalis perempuan rentan mengalami konflik peran.

Tak hanya itu, pengetahuan dasar tentang gender, feminisme, dan keamanan di ruang digital masih kurang. Inilah yang membuat jurnalis perempuan tak bersuara ketika mengalami masalah, seperti pelecehan ketika bekerja. 

“AJI Denpasar sangat terbuka dengan gender apapun. Tidak terbatas biner laki-laki atau perempuan saja. Jurnalis perempuan setara dengan jurnalis lainnya dalam hal pekerjaan, kualitas, pengalaman, peran, maupun tanggung jawab,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya