Buleleng, IDN Times – Meninggalnya seorang purna Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kabupaten Buleleng 2019 yang bertugas membawa baki, Desak Putu Tiara (17), asal Banjar Dinas Satria, Kelurahan Penarukan, Buleleng masih menyisakan duka mendalam bagi orangtuanya, Dewa Gede Sugiartaya (39) dan Jro Nyoman Triveni (37).
Sebagai seorang ayah kandung, Sugiartaya tidak bisa menutupi kesedihan atas kepergian anak semata wayangnya tersebut. Di mata mereka, Desak merupakan anak aktif, suka berolahraga, pendiam dan banyak senyum yang selalu membekas dalam ingatannya.
“Shock, ndak terima. Saya tahu dari bibinya, yang ngajak dia tinggal. Dia mintanya sekolah di Bali. Kan saya dinas di luar Bali. Ndak ada firasat,” kata Sugiartaya kepada IDN Times, Senin (11/11).
Gadis kelahiran 18 September 2002 saat itu hanya mengeluhkan badannya panas dan kepalanya pening. Tidak ada kecurigaan apapun karena memang sejak kecil kondisi Desak memang sehat. Tidak memiliki riwayat penyakit. Dokter juga menyampaikan tidak mengetahui penyakit yang diderita Desak setelah meninggal. Padahal sudah dilakukan cek darah hingga tes human immunodeficiency virus (HIV). Akan tetapi hasilnya tetap negatif.
“Sakitnya itu ten wenten (Tidak ada), setahu tiyang nggih (Saya ya), kalau ada sakit kan ndak lolos paskibraka. Kan kenten manten (Seperti begitu). Soalnya dia ndak pernah cerita 'Jik sakit', ndak pernah. Soalnya orangnya aktif olahraga. Basket ya ikut, futsal ya ikut. Lari juga,” jelasnya.
Jenazah Desak akan diaben pada 15 November 2019 mendatang. Sejauh ini pihak keluarga juga menyampaikan belum ada bentuk perhatian Pemerintah Provinsi Bali yang mereka terima sejak meninggalnya gadis pembawa baki Sang Saka itu. “Provinsi Bali dereng wenten (Belum ada) kalau ndak salah niki (Ini). Dereng-dereng (Belum-belum),” ucapnya.