ilustrasi keluarga berlibur di pantai (pexels.com/Fernanda da Silva Lopes)
Ketika ditanya bagaimana keluarga memengaruhi pilihan kariernya, Pratiwi mengaku keluarganya tidak mempersoalkan karier yang dipilihnya. Perempuan asli Bali ini mengaku keluarganya cenderung mengkhawatirkan bagaimana dirinya mampu bertahan dan menjalani hidup di tanah rantau.
“Keluarga sejauh ini tidak masalah sih asal tidak di daerah yang cukup ekstrem, ibaratnya Papua atau mungkin Aceh,” ujarnya.
Berbeda dengan Pratiwi, Bagus mengaku keluarganya memiliki pengaruh signifikan terhadap penentuan kariernya. Menurut dia, harapan kedua orangtuanya tidak bermaksud membatasi kariernya. Ia memandang harapan orangtuanya sebagai peluang melihat jenjang karier lainnya di Bali. Bagus juga menganggap berkarier dari tingkat daerah juga dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan daerah.
“Khususnya harapan orangtua yang menginginkan saya untuk dapat terus berkarier di Bali,” jelas Bagus.
Berdasarkan pendataan penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama dan jenis kelamin di Provinsi Bali, sektor pekerja tak dibayar/pekerja keluarga pada tahun 2024, masih didominasi oleh perempuan.
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali ini mengungkap 247.677 perempuan di Bali menjadi pekerja yang tak dibayar/pekerja keluarga. Angka ini lebih banyak dari laki-laki di Bali, yaitu 96.841 orang. Menurut BPS Provinsi Bali, istilah pekerja tak dibayar/pekerja keluarga adalah seseorang bekerja membantu orang lain yang berusaha (baik anggota keluarga atau bukan) dengan tidak mendapat upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang.
"Biasanya merupakan anggota keluarga, baik yang belum maupun sudah menikah. Termasuk anak sekolah yang bantu jagain warung mamanya," kata Ketua Tim Analisis Statistik BPS Provinsi Bali, Ni Nyoman Jegeg Puspadewi.
Evita Hadiz berpendapat bahwa perempuan masih menghadapi dilema dalam menentukan karier yang keberlanjutan. Terutama bagi mereka yang sudah menikah. Berpengalaman 30 tahun di dunia manajemen sumber daya manusia dan konsultan karier, Evita kerap menemukan klien perempuan yang telah menikah kesulitan dalam memilih antara pengembangan karier atau keluarga kecil.
“Kalau saya lihat umumnya lebih ke perempuan yang sudah nikah ya. Jadi mereka masih mau lebih mengutamakan tanggung jawab sebagai keluarga, sebagai ibu, sebagai istri,” ungkap Evita melalui sambungan telepon pada Selasa, 19 November 2024.
Evita menambahkan, pilihan itu sarat akan tekanan sebagai akibat perilaku patriarki yang mendarah daging di Indonesia. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriarki dimaknai sebagai perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
“Mungkin karena tekanan keluarga dan juga budaya kita bahwa perempuan second grand winner (pemenang utama kedua). Sehingga mereka masih mengutamakan atau mendukung karier suaminya itu sering dan masih kental ya budaya kita di situ,” papar Evita.
Menghadapi kasus di atas, Evita tidak langsung memberikan solusi, karena baginya setiap perempuan memiliki cara pandang yang berbeda. Ia cenderung menggali dengan pertanyaan kepada kliennya, apakah keputusan untuk menomorduakan perkembangan karier membuatnya bahagia atau nelangsa. Evita memberikan formulir peta karier dalam sesi konsultasi sebagai panduan kliennya. Sehingga klien dapat berkomunikasi lebih lanjut dari hati ke hari dengan keluarga atas keputusan yang diambil.