Anak 3 Tahun di Bali Diduga Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Paspor

Denpasar, IDN Times –Seorang perempuan yang tinggal di Kecamatan Denpasar Selatan, Fransisca Tanoto (40), harus terpisah dengan anak laki-laki semata wayangnya, JJR (3). Kejadian ini ia alami bahkan sebelum adanya keputusan Pengadilan Negeri Denpasar yang menyatakan hak asuh anaknya jatuh ke tangan mantan suaminya, Paul Nicholas Robertson (50).
JJR diduga telah dibawa ke luar negeri oleh Paul saat proses perceraian sedang disidangkan. Selain itu, ada dugaan tanpa menggunakan dokumen perjalanan apapun, keduanya meninggalkan Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan menuju Thailand. Hingga saat ini, Sisca panggilan akrab Fransisca, berharap JJR kembali bisa kembali ke pangkuannya.
1.Perceraian diduga dipicu KDRT yang dialami Fransisca, suaminya ditetapkan DPO oleh Polresta Denpasar

Kuasa hukum Sisca, Waldy CJ Hukom, menyampaikan bahwa kejadian yang dialami kliennya berawal dari gugatan perceraian yang diajukan pada Desember 2021 lalu. Sisca mengajukan gugatan perceraian karena telah mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang kemudian dilaporkan ke Polresta Denpasar pada November 2021 lalu. Sisca mengaku mendapatkan penganiayaan psikis hingga memutuskan keluar dari rumahnya di Sanur, pada November 2021 lalu.
Pada Maret 2022, kemudian terlapor Paul telah dipanggil Polresta Denpasar untuk kedua kalinya. Namun Paul berada di Thailand pada 3 April 2022, sehingga dikeluarkanlah surat pencekalan oleh pihak kepolisian pada 4 April 2022.
“Karena mangkir ditetapkan menjadi tersangka. Sudah tersangka,” ungkap Waldy belum lama ini.
Perginya Paul ke luar Indonesia juga dibenarkan oleh pihak imigrasi. Paul diketahui pergi melalui Imigrasi di Jakarta. Karena terlapor berada di luar negeri, sehingga Polresta Denpasar juga mengeluarkan surat DPO.
Surat DPO yang dikeluarkan oleh Polresta Denpasar ditandatangani oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim), Kompol Mikael Hutabarat, pada 20 April 2022 dengan nomor DPO/10/IV/2022/Satreskrim. Dalam surat DPO ini tercantum pasal yang menjerat Paul yakni Pasal 45 dan atau Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang P-KDRT, yakni terkait kekerasan psikis dalam rumah tangga dan atau penelantaran dalam rumah tangga.
2.Pengadilan Negeri Denpasar memutuskan hak asuh anak jatuh kepada suaminya

Pada saat jalannya persidangan tersebut, tergugat, dalam hal ini Paul, pergi ke luar negeri. Hasil Putusan Pengadilan Negeri Denpasar pada Mei 2022 lalu, bahwa gugatan yang dilakukan oleh Sisca sebagian dikabulkan, yakni gugatan perceraian. Namun untuk hak asuh anak, jatuh ke tangan mantan suaminya yang berkewarganegaraan Australia tersebut.
Ia mengaku sudah melampirkan surat laporan ke kepolisian dalam berkas yang diserahkan ke pengadilan sebagai alat bukti.
“Dasar gugatan yang diajukan Sisca pertama KDRT dan pemicu KDRT-nya mabuk-mabukan. Mabuk-mabukan sehingga menimbulkan KDRT. Dari situ tertuang di isi putusan menyatakan bahwa menurut keterangan saksi, (Paul) itu mabuk-mabukan itu adalah biasa bagi budaya mereka. Berarti kan itu sudah jelas apa yang dilakukan oleh si tergugat ini harusnya tidak cakap untuk mengasuh hak si anak ini. kenapa majelis hakim PN Denpasar bisa memutuskan hak asuh anak ini jatuh ke tergugat?" jelasnya.
Pihaknya kemudian mengajukan Banding pada Juli 2022 yang kemudian isinya menguatkan keputusan Hakim PN Denpasar bernomor 1155/Pdt.G/2021/PN.DPs, bahwa hak asus JJR jatuh kepada Paul.
“Karena kami timbul keragu-raguan atas putusan hakim. Kami juga kasasi, 25 Juli 2022. Sudah lagi diperiksa,” ungkapnya.
3. JJR diduga dibawa ke luar negeri tanpa paspor

Sejak mengajukan gugatan tersebut, Sisca bersama JJR pergi ke Jakarta pada Desember 2021 hingga Februari 2022. Kemudian pada 9 Februari 2022, Paul mendatangi sekolah JJR di Jakarta dan menjemput JJR. Sisca dan Paul sempat berdebat, hingga akhirnya Paul berhasil membawa JJR sampai saat ini.
Sisca yang kemudian menyusul ke Bali sudah tidak bisa masuk ke dalam rumah tersebut karena semua kunci masuk rumah telah diganti oleh Paul. Namun ia mengaku mengetahui bahwa JJR sedang bersama Paul saat itu.
Dari komunikasi yang masih terjalin saat itu, Sisca mengetahui keberadaan keduanya sedang di Thailand melalui foto hotel yang diduga tempat menginap. Setelah itu, keberadaan JJR tidak diketahui. Sisca mengaku bahwa ia yakin anaknya berada di luar negeri, namun kebingungan dengan syarat perjalanan yang digunakan JJR. Sebab, kedua paspor anaknya yakni papor Indonesia dan paspor Australia berada di tangannya sendiri.
Atas kejadian tersebut, pihaknya telah menanyakan hal ini kepada Kantor Imigrasi di Bali namun disampaikan bahwa tidak ada identitas JJR ke luar negeri. Mereka kemudian juga mencari informasi ke Embassy Australia di Jakarta terkait dengan paspor yang digunakan anaknya JJR ke luar negeri. Namun dinyatakan bahwa tidak ada penerbitan paspor baru untuk JJR tersebut.
“Sebelum putusan, dibawa ke luar negeri,” ungkapnya.
Sejak Paul dan JJR diketahui sedang berada di Thailand, selanjutnya komunikasi antara kliennya menjadi lebih sulit. Mereka berdua juga tidak diketahui keberadaannya. Lalu ia mendapatkan email adanya permintaan persetujuan pembuatan paspor baru untuk JJR dari Konsulat Australia di Timor Leste. Namun permintaan itu ia tolak.
4.Mediasi yang diminta pihak Paul tidak menemukan kesepakatan

Waldy mengungkapkan bahwa pihak Paul, melalui kuasa hukumnya, meminta mediasi dengan kliennya. Pihak kuasa hukum Paul meminta pihak Sisca mencabut laporan perkara di Polresta Denpasar, pembatalan permohonan kasasi di Mahkamah Agung, dan harta gono-gini dibagi dua. Kemudian JJR akan diserahkan kepada Sisca.
“Kalau dari kami serahin dulu anaknya. Anak ini bukan objek ya,” jelasnya.
Saat ini Waldy juga mengaku telah melaporkan Paul atas dugaan penggelapan mobil dan sepeda motor milik Sisca.
“Kalau bisa cepat ya. Hak asuh anak sama saya aja,” terangnya.
5.Hanya ada 2 dokumen syarat perjalanan ke luar negeri

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Bali, Anggiat Napitupulu, mengungkapkan bahwa dokumen yang menjadi penyerta seseorang bepergian ke luar negeri adalah Paspor, atau Surat Perjalanan Laksana Paspor. Kedua dokumen tersebut diperoleh dengan persyaratan yang sama. Di antaranya memerlukan surat akta kelahiran, ijazah, buku nikah, surat baptis, KTP, dan KK. Sementara untuk penggantian berupa paspor lama dan KTP.
“Syarat utama ke luar negeri kan harus punya dokumen perjalanan kalau bahasa Undang-undangnya. Dokumen perjalanan itu ada dua, paspor atau surat perjalanan laksana paspor," ujarnya.
Meskipun persyaratan yang digunakan sama, Surat Perjalanan Laksana Paspor masih memerhatikan negara tujuan apakah bisa dipertimbangkan dan bisa diterima. Biasanya dokumen ini diberikan dalam kondisi emergency.
Sementara itu jika dalam keadaan normal, ia menegaskan kecil kemungkinan penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor.
“Surat lainnya nggak ada. Hanya dua itu saja. Kalau menurut pengetahuan saya, mustahil orang ke luar negeri tanpa paspor,” ungkapnya.
Lalu bagaimana dengan permasalahan yang dihadapi oleh JJR? Pihaknya menyampaikan bahwa aturan yang ada di Indonesia saat ini setiap individu, baik anak usia 1 hari atau sudah berapa tahun, wajib memiliki paspor saat bepergian antarnegara.
“Saya nggak tahu apakah masih ada negara lain yang menerapkan anak boleh menyatu dengan paspor salah satu orangtuanya. Kalau kita dulu pernah ada. Anak 16 tahun ke bawah, menyatu paspornya dengan ibunya. Sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, hal itu tidak diperbolehkan lagi. Karena satu individu satu paspor,” jelasnya.