Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kondisi medan jalan menuju Sekolah Ekoturin di Manikaji. (IDN Times/Yuko Utami)

Karangasem, IDN Times - Selama 22 tahun Nengah Sukerti menjadi guru sekolah dasar di Sekolah Ekoturin Dusun Manikaji, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Medan jalan di Dusun Manikaji penuh liku, terjal, dan curam. Jalanan yang belum di aspal itu begitu kering, alhasil debu beterbangan menyergap mata dan hidung yang langsung terasa perih. 

Kondisi itu tidak mematahkan semangat Sukerti untuk mengajar. Sejak tahun 2001, perempuan asli Kabupaten Bangli ini aktif mengajar di Manikaji. Sukerti yang tidak dapat mengendarai motor biasa diantar sang suami. Pada saat ditemui Oktober 2024 lalu, ia berjalan kaki selama satu jam karena suaminya sakit.

“Jalan kaki satu jam, jalan kelak-kelok keliling di sini. Rumahnya jauh-jauh, gak ada yang deket. Muridnya ada yang di atas, di dekat hutan rumahnya. Kalau saya di dekat sungai,” ungkap Sukerti.

1. Mengenal Sekolah Ekoturin

Sisi kanan adalah Sekolah Ekoturin di Dusun Pengalusan, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. (IDN Times/Yuko Utami)

Ketua Yayasan Ekoturin, I Komang Kurniawan, menjelaskan Sekolah Ekoturin didirikan untuk memudahkan akses pendidikan masyarakat di Desa Ban.

"Jadi dari tahun 1999, kita dapat izin dari Pemerintah Kabupaten Karangasem. Kita bisa mengelola pendidikan nonformal. Jadi kita kelola pendidikan kejar paket,” ujar Kurniawan.

Pada Agustus 1999, berawal di lereng Gunung Abang, Sekolah Ekoturin didirikan di Dusun Bunga. Berikutnya tahun 2000, Yayasan Ekoturin membuka sekolah kedua di Dusun Cegi. Pada tahun 2001 ada sekolah di Dusun Manikaji, masih bagian dari lereng Gunung Abang. Selanjutnya tahun 2005, Sekolah Ekoturin ada di Dusun Jati Tuhu. Terakhir tahun 2007, Sekolah Ekoturin ada di Dusun Darmaji. Sehingga total keseluruhannya ada enm lokasi untuk program pendidikan. Pada tahun lalu, murid seluruhnya ada 198 orang.

2. Sukerti mengajar murid kelas 1 SD

Poster yang terpajang di tembok kelas Sekolah Ekoturin Dusun Manikaji. (IDN Times/Yuko Utami)

Sukerti mengajar murid kelas 1 sekolah dasar (SD) dengan sabar dan telaten saat menuntun muridnya belajar membaca. Murid yang diajarnya kurang dari 10 orang. Sukerti telah terbiasa mengajar anak kelas 1 SD. Ibu dua anak ini terlatih bersabar jika ada beberapa siswa yang rewel dan menangis. Kelasnya dimulai pukul 08.30 berakhir pada pukul 14.00 Wita. 

Sebelum mengajar di sekolah, keseharian Sukerti adalah memasak dan menyabit rumput untuk makanan sapi. Ia bangun tidur setiap pagi pukul 05.00 Wita. Sepulang mengajar di sekolah, Sukerti mencari kayu bakar dan rumput tambahan. Babi yang dipelihara juga harus dirawat. Termasuk juga mencari air di cubang (tempat penampungan air) untuk keperluan sehari-hari.

3. Motivasi menyala karena empati

Siswa belajar di Sekolah Ekoturin Dusun Manikaji. (IDN Times/Yuko Utami)

Motivasi Sukerti tetap setia mengajar karena prihatin dengan jarak sekolah negeri yang begitu jauh.

“Anak-anak saya semuanya tamatan di sini (Sekolah Ekoturin Manikaji). Sekolah negeri jauh. saya kepengin anak-anak tetap bisa sekolah,” tutur Sukerti.

Sebelum mengajar, Sukerti mendapatkan pelatihan selama satu bulan dan kian hari minatnya untuk mengajar anak-anak SD tetap membara. Sukerti sempat berpikir untuk menyekolahkan anak-anaknya di Bangli. Sebab saat itu, sekolah negeri sangat jauh. Namun, sejak ada Sekolah Ekoturin yang tersebar di beberapa dusun Desa Ban, membuat Sukerti mengubah keputusannya. Ia menyekolahkan anak-anaknya di Sekolah Ekoturin Manikaji.

“Mungkin kalau tidak ada sekolah ini, tidak mungkin anak-anak sekolah karena jauh,” ujar Sukerti yang turut menjadi serati banten (juru pembuat sesajen untuk upacara keagamaan masyarakat Hindu di Bali). 

Editorial Team