TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perjalanan Hidup Eka Wiryastuti, Jadi Penjahit di Jepang

Ia pernah jadi korban gempa di Jepang

Eka Wiryastuti. (Instagram.com/eka_wiryastuti)

Tabanan, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Tabanan dua periode 2010–2015 dan periode 2016–2021, Ni Putu Eka Wiryastuti, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana insentif Daerah (DID) Tahun Anggaran 2018, pada 24 Maret 2022.

Eka Wiryastuti memiliki kisah hidup yang berliku sejak kecil hingga menjadi Bupati Tabanan. Kisahnya ini dituangkan dalam Buku Investasi Hati Eka Wiryastuti yang terbit tahun 2016. Berikut perjalanan hidup Eka Wiryatuti sejak kecil hingga menjadi Bupati Tabanan.

Baca Juga: Profil Mantan Bupati Tabanan Eka Wiryastuti, Jadi Tersangka

Baca Juga: Mantan Bupati Eka Ditahan di Rutan Polda Metro Jaya

1. Meski asalnya dari Kabupaten Tabanan, namun Eka Wiryastuti tumbuh dan besar di Kota Denpasar

Ni Putu Eka Wiryastuti. (Instagram.com/humastabanan)

Eka Wiryastuti adalah anak dari pasangan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Nyoman Adi Wiryatama, dan Ketut Suprapti. Ia lahir pada hari Minggu tanggal 21 Desember 1975.

Meski sang ayah berasal dari Banjar Tegeh, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, namun Eka kecil tumbuh dan besar di Kota Denpasar. Masa kecilnya Eka terbiasa hidup mandiri, karena kedua orangtuanya sibuk bekerja. Ia dididik hidup sederhana, tidak dimanja, dan tidak boleh berlebihan.

Dalam buku tersebut, Eka menceritakan sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk melihat 'penampakan' seperti kepala berisi tulang manusia, api terbang, hingga melihat sosok tinggi di depan rumah.

2. Eka sempat berpikir untuk menetap di Jepang

Eka Wiryastuti. (Instagram.com/eka_wiryastuti)

Ayah Eka, Adi Wiryatama, sejak dulu mendorong anak-anaknya untuk hidup mandiri. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di usia17 tahun, Eka mengikuti sang ayah ke Jepang dalam rangka bisnis. Sesampainya di Jepang, ia memutuskan untuk tinggal di sana dan bekerja mencari nafkah.

"Jadi saat diajak ke Jepang, aku sudah gak mau pulang. Waktu itu bapak buka usaha garmen, lagi ngecek barang di Jepang. Aku gak mau pulang dan minta tinggal di sana. Aku kerja di sana sebagai penjahit. Ayahku sampai meneteskan air mata. Aku dikasih mesin jahit canggih. Itu pertama kalinya aku kerja. Terpaksa belajar, waktu itu bikin celana robek-robek. Aku sendiri dalam sehari bisa jahit 300 celana. Rata-rata kerja 9 sampai 12 jam sehari, gajinya dibayar per jam. Aku ngalah-ngalahin orang Jepang. Dapat kerja, dapat duit. Itu kebanggaan bagiku," ujar Eka dalam bukunya.

Sambil bekerja, Eka juga kuliah di jurusan Fashion Designer di Jepang. Sempat terbersit dalam pikirannya untuk menetap di Jepang. Namun rupanya takdir berkata lain. Setelah 5 tahun tinggal di Jepang, pada tahun 1997, musibah gempa melanda Jepang.

"Bagaimana aku menyelamatkan diri ketika Jepang dilanda gempa tahun 1997. Aku tidak punya siapa-siapa," katanya.

Saat bencana terjadi, Eka merasa dunia sedang kiamat. Ia tertimpa televisi dan kulkas. Ia kemudian bertahan hanya dengan makan onigiri. Sampai pada akhirnya, ayahnya memanggil dia untuk pulang ke Indonesia.

Setelah pulang ke Indonesia, Eka merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di bidang fashion. Ia membuka usaha fashion di sana sampai akhirnya dipanggil pulang lagi ke Bali, untuk meneruskan usaha garmen keluarga.

"Ayah terpilih jadi Bupati Tabanan. Saya disuruh pulang ke Bali untuk mengurus usaha garmen milik keluarga," jelasnya.

3. Eka aktif mengikuti organisasi

Instagram.com/eka_wiryastuti

Sejak kecil, Eka sering diajak ayahnya, yang kala itu sebagai politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), ke pertemuan-pertemuan partai.

"Dari kecil aku sering mendengar dan melihat ayah rapat di rumah, di desa. Aku tidak tahu mereka ngomongin apa. Tetapi aku suka mendengarnya," kenang Eka.

Ingatan masa kecilnya tentang aktivitas organisasi membekas di alam bawah sadar Eka. Memasuki remaja, Eka mulai aktif berorganisasi dari OSIS hingga kegiatan seni masyarakat.

Setelah dewasa, Eka kemudian aktif di Srikandi Demokrasi Indonesia. Ia bertemu banyak perempuan hebat di sana. Aktivitasnya kebanyakan turun ke lapangan. Ia lalu menyadari, partisipasi perempuan, khususnya di Kabupaten Tabanan, masih sangat minim dalam jagad politik maupun sosial.

Pengalaman bergelut di organisasi Srikandi Demokrasi Indonesia membuat hati dan pikiran Eka terbuka setelah turun ke lapangan.

"Pemimpin harus banyak mencium keringat rakyat. Hidup harus berguna bagi sesama. Aku hanya menabung karma."

4. Ia mengaku awalnya enggan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di DPRD Tabanan

Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti. (IDN Times/Kevin Handoko)

Sukses menggeluti dunia organisasi membuahkan kepercayaan dari masyarakat. Pemilihan legislatif tahun 2009 menjadi ajang baru dalam karier politik Eka. Awalnya ia mengaku enggan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di DPRD Tabanan. Ia berpikir akan meneruskan usahanya sembari melakukan aktivitas sosial. Namun pada akhirnya, Eka menerima kepercayaan untuk berkontestasi menjadi wakil rakyat dari PDI Perjuangan.

"Walau aku belum pernah memimpin dalam urusan politik, setidaknya aku sering berhadapan dengan masyarakat lewat yayasanku. Aku pikir, kalau jadi anggota dewan akan lebih dalam menolong," katanya.

Dalam kampanyenya, Eka menggunakan tema perempuan dan pemberdayaan sebagai isu utama. Ia berusaha meyakinkan diri sendiri dan para perempuan di daerah pemilihannya, agar bergotong royong memajukan peran perempuan dalam pembangunan di Tabanan.

Eka kemudian berhasil menduduki kursi DPRD Tabanan pada Pileg 9 April 2009.

Baca Juga: [BREAKING] Deretan Penghargaan Mantan Bupati Tabanan Eka

Berita Terkini Lainnya