Pemilu 2024 Dihantui Cuaca Ekstrem, Sudah Siap Mitigasi?
Siapa yang berhak memegang kotak suara ketika banjir?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebelas Februari 2024, Indonesia memasuki masa tenang Pemilihan Umum (Pemilu). Segala aktivitas kampanye, hingga alat peraga kampanye (APK) wajib disterilkan. Tidak ada lagi yang menggelar kampanye. Pun ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang publik lainnya harus terbebas dari pemandangan baliho, spanduk, bendera, poster, hingga pamflet. Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022, kebijakan ini berlaku sampai 13 Februari 2024. Sedangkan 14 Februari 2024, tepat di Hari Valentine, nasib Indonesia akan ditentukan oleh hak suara masyarakatnya.
Namun, selain hak suara, ada satu hal lain yang semestinya tidak boleh diabaikan. Yaitu potensi cuaca ekstrem selama perhelatan pemilu. Dalam keterangan rilisnya 1 Februari 2024, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) menyatakan Provinsi Jawa Barat (Jabar)–sebagai penduduk terpadat di Indonesia-memiliki curah hujan tertinggi. BMKG memprediksi puncak musim hujan di wilayah berjulukan Pasundan itu akan terjadi pada akhir Januari hingga Maret 2024 mendatang. Itu berarti, pada hari pencoblosan juga berpotensi mengalami curah hujan ekstrem.
Koordinator Bidang Datin BMKG Bali, I Nyoman Gede Wiryajaya, dalam wawancara IDN Times 16 Agustus 2023 lalu, menyebutkan curah hujan kategori ekstrem itu, berarti angka curah hujannya di atas 150 milimeter (mm) dalam sehari. Sedangkan angka curah hujan lebih dari 100 milimeter tergolong sangat lebat.
“Kalau hitungannya per jam, dia satu jam di atas 20 milimeter itu sangat lebat,” katanya.
Jadi, peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), adalah tugas utamanya. Dengan harapan, pemerintah segera menyiapkan mitigasi bencana pemilu. Jangan sampai 14 Februari 2024 diwarnai oleh bencana hidrometeorologi, seperti banjir ataupun longsor. Lalu, instansi ‘menyalahkan’ bencana ini sebagai akibat dari fenomena alam hujan deras, sampah, dan lainnya.
Menurut Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Bali, I Made Sudarma, dalam diskusi daring Mitigasi Bencana di Bali 3 Oktober 2023 lalu, bencana itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Terus mengapa (sebut saja) kawasan A bisa kebanjiran di tengah curah hujan ekstrem? Menurut bahasa sederhana Sudarma, jalannya air di kawasan A terganggu karena alih fungsi lahan. Kawasan A seharusnya menyisakan lahan terbuka sebagai jalan masuknya air hujan dalam bentuk limpasan permukaan (runoff). Begitu pula saluran drainase–yang seharusnya berfungsi sebagai lintasan air–dijadikan pembuangan sampah. Maka, otomatis air hujan akan meluber ke samping.
“Air tidak akan pernah menggunakan tempat lain untuk melintas. Kita tidak bisa menyalahkan curah hujan kalau terjadi bencana banjir, longsor,” katanya.
Sedangkan konsep bencana menurut Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, harus memenuhi dua unsur yang saling berkaitan. Yaitu fenomena alam dan objek yang terkena dampak. Dampak ini meliputi korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Konsep inilah yang dipakai oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai rujukannya.
Penjelasan Sudarma dan BNPB di atas hanya gambaran singkat pengetahuan tentang bencana. Sekarang, rasanya kita perlu bertanya-tanya: apakah pemerintah daerah (pemda) benar-benar sudah menyiapkan mitigasi di Hari Pemilu 2024? Sebab, 1.003 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Provinsi Banten berada di zona rawan bencana banjir. Lewat liputan kolaborasi hyperlocal IDN Times yang tersebar di 13 provinsi, tim akan menggambarkan bagaimana upaya instansi pemda dalam memitigasi bencana dalam hajatan yang menghabiskan anggaran Rp70,6 triliun ini. Meskipun berita ini diterbitkan pada H-2 pencoblosan, setidaknya bisa dijadikan catatan semua pihak agar pemilu berikutnya berjalan lancar.
Ketika mitigasi penyelamatan kotak suara, tapi bingung siapa yang berhak memegangnya?
Total 1.003 TPS di Provinsi Banten berada di zona rawan bencana banjir. Masing-masing 147 TPS ada di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak 97 TPS, Kabupaten Tangerang 67 TPS, Kabupaten Serang 70 TPS, Kota Tangerang 388 TPS, Kota Cilegon 47 TPS, Kota Serang 19 TPS, dan Kota Tangerang Selatan 168 TPS. Pernyataan ini datang langsung dari Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten, Akhmad Subagja. Apalagi menurutnya, curah hujan di Provinsi Banten cukup tinggi beberapa hari lalu, dan ada daerah yang terkena bencana banjir.
Akhmad telah memberikan saran kepada KPU kabupaten/kota untuk mengantisipasi hal ini. Ia meminta mereka berkoordinasi dengan pemda untuk merelokasi TPS jika berada di zona rawan banjir. Misalnya, membangun TPS di dataran yang lebih tinggi, atau jauh dari zona banjir.
“Tentu KPU menyarankan TPS agar dibuat di daerah dataran yang jauh dari banjir, dan memanfaatkan daerah yang lebih tinggi,” kata Subagja, Jumat 9 Februari 2024.
BNPB mencatat 178 bencana banjir dan 59 tanah longsor pernah terjadi di Provinsi Banten sepanjang periode 2014-2021. Hanya saja, BNPB tidak menampilkan data bencana untuk periode 2022-2023 di laman dibi.bnpb.go.id. Bencana banjir tertinggi pernah terjadi pada 2020, yaitu 47 bencana. Longsor juga paling tinggi pada 2020 sebanyak 14 bencana. Berikut ini data selengkapnya.
Bagaimana dengan pihak pemda setempat? Penjabat Sekda Provinsi Banten, Virgojanti, mengatakan pemerintah telah meminta BPBD berperan aktif untuk menangani bencana ini, dan memetakan titik rawan sebagai langkah antisipasi. Terutama membuat perencanaan cadangan di tempat yang lebih aman. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) dan kepala daerah di delapan kabupaten/kota agar mengantisipasi terjadinya gangguan selama perhelatan pemilu.
“Apalagi BMKG sudah memberitahukan potensi cuaca ekstrem bisa saja terjadi. Itu tentu tidak bisa kami cegah, yang penting bagaimana mitigasinya kami perkuat,” katanya.
Namun, mitigasi ini apakah benar-benar sudah dikoordinasikan secara detail dengan para pihak di semua daerah? Misalkan, tata cara penyelamatan kotak suara di TPS yang kebanjiran, dan siapa yang punya hak untuk menyentuh kotak suara. Sebagai pihak yang menangani bencana dan mitigasi, Kepala BPBD Lebak, Febby Rizki Pratama, agak cemas ketika harus memegang kotak suara tersebut.
"Kita perlu memitigasi itu, dan yang paling penting adalah penyelamatan kotak suara. Apakah boleh dipegang (kotak suara), itu yang kami belum tahu," katanya.
Meski begitu, Febby tetap berkoordinasi dengan para penyelenggara pemilu. Pihaknya berencana menyebarkan personel tambahan di daerah TPS yang memiliki zona merah rawan bencana. Termasuk akan menggeser perahu ke wilayah rawan jika memerlukan evakuasi dengan cepat.