TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belasan Tahun Perempuan di Bangli Andalkan Air Hujan

Riset ini dilakukan oleh LBH Bali Women Crisis Centre

Salah satu titik sumber air yang menjadi tujuan perempuan di Banjar Taksu, Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli untuk memenuhi kebutuhan air bersih. (Dok.IDN Times/LBH BWCC)

Bangli, IDN Times - Sebanyak 16 orang perempuan di Banjar Taksu, Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli mengaku mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air demi keberlangsungan hidupnya selama bertahun-tahun. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC), Ni Nengah Budawati dalam pertemuan Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Museum Geopark pada Senin (18/7/2023).

Dalam pertemuan tersebut diungkap keluh kesah warga yang tidak mendapatkan akses air belasan hingga puluhan tahun. Juga peran perempuan dalam rumah tangga yang harus terlibat dalam penyediaan air guna memenuhi kebutuhan utama mereka. Budawati menyoroti kondisi ini berpotensi kekerasan bagi perempuan-perempuan tersebut. Apa saja potensi kekerasan yang dapat mereka alami?

Baca Juga: 7 Tempat Gym di Bali, Kamu Bisa Coba Gratis

Baca Juga: Menjelajah Keindahan 4 Danau di Bali

1. Masyarakat terdampak bertahan hidup dari air hujan

Salah satu titik sumber air yang menjadi tujuan perempuan di Banjar Taksu, Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli untuk memenuhi kebutuhan air bersih. (Dok.IDN Times/LBH BWCC)

Perwakilan perempuan Banjar Taksu, Wayan Rasmini (35) mengungkapkan sudah 13 tahun mengalami kesulitan air. Dan hanya mengandalkan air hujan. Jika air hujan yang ditampungnya habis, maka ia kan berjalan cukup jauh untuk mencari sumber air. Di wilayahnya tinggal, sumber air bersih ia akui ada, namun terkendala pengalirannya.

“Aksesnya sangat sulit, terjal, dan jauh dari rumah kami,” ungkapnya.

Warga di lokasi tersebut akan membeli air sebagai pilihan terakhir jika ridak ada stok air hujan, dan kesulitan mencari sumber air. Dengan keterbatasan tersebut mereka harus bisa mengirit air terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Dan juga berdampak kepada ekonomi.

Perwakilan Kelihan Subak Taksu, Ketut Sureta mengungkapkan ia berharap aliran air bersih di Subak Taksu bisa dialirkan ke wilayah warga, karena selama ini tidak memakai air bersih.

“Di Subak Taksu ada sumber air yang bisa ditarik pakai mesin atau apa yang bisa sampai ke rumah warga,” ungkapnya.

2. Perempuan terdampak berpotensi mengalami kekerasan hingga risiko stunting

Perjalanan menuju lokasi sumber air di Banjar Taksu, Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli (Dok.IDN Times/LBH BWCC)

Ni Nengah Budawati mengatakan perempuan di Banjar Taksu (Konyel) memanfaatkan air hujan yang ditampung menggunakan terpal untuk kelangsungan hidupnya. Jika stok air hujan ini habis, mereka akan mencari ke sumber mata air terdekat. Dengan kondisi tersebut, para perempuan terdampak ini berpotensi mengalami kekerasan hingga risiko stunting bagi anak-anak.

"Ini hutan di Bangli lestari dan juga sebagai cikal bakal air-air yang tersebar di seluruh Bali. Nah, mengapa kemudian Bangli malah tidak mendapatkan manfaat dari itu. jadi banyak pemahaman dan juga renungan yang harus kita kaji,” jelasnya.

Budawati menjelaskan bahwa hasil riset dan FGD ini akan dibawa dalam pertemuan internasional. Riset yang dilakukan pada 28 Juni hingga 3 Juli 2023 tersebut dalam rangka penyusunan laporan monitoring nasional tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs, dan keadilan pembangunan 2022-2023. Program ini diselenggarakan oleh Asia Pacific Forum, Law and Development (APWLD).

Berita Terkini Lainnya