Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi THR (IDN Times Aditya Pratama)

Denpasar, IDN Times - Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri tahun 2025 akan berlangsung dalam waktu dekat. Selain kedua hari raya itu, ada beberapa hari raya besar seperti Imlek, Natal, dan lainnya. Para pekerja pasti tahu, kalau menjelang hari raya keagamaan ada tunjangan hari raya (THR) keagamaan. Namun, apakah pekerja sudah berani memperjuangkan THR keagamaannya?

Aliansi Hak Pekerja Sejahtera (Hapera) Bali telah meluncurkan Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Nyepi dan Idul Fitri Tahun 2025. Berangkat dari keresahan para pekerja, berbagai lapisan masyarakat dari organisasi maupun serikat pekerja di Bali mengupayakan posko pengaduan ini. Sebagai pekerja, THR ini harus diperjuangkan lho. Berikut informasi selengkapnya.

1. THR adalah hak, telah diatur secara normatif

Ilustrasi Hukum (IDN Times/Fadillah)

THR keagamaan adalah hak normatif, artinya hak yang telah diakui dalam regulasi yang berlaku di Indonesia. Regulasi yang mengakui adanya hak THR keagamaan ini adalah Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan.

Aturan lainnya seperti PP Nomor 36/2021 Tentang Pengupahan, dan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04.00/111/2025 Tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, tertanggal 10 Maret 2025.

Regulasi tersebut juga memuat sanksi bagi perusahaan nakal yang tidak memberikan THR keagamaan kepada pekerjanya.

“Sanksinya ada mekanisme denda. Jadi ada akumulasi sanksi bagi perusahaan yang telat membayar THR, yang nakal ada mekanisme pidana, bisa dilaporkan dengan pasal penggelapan,” ujar PBH Perburuhan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, I Gede Andi Winaba.

2. Posko pengaduan THR keagamaan untuk edukasi dan advokasi pekerja

Editorial Team

Tonton lebih seru di