Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pameran seni ROOTS One Hundred Years of Walter Spies in Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Gianyar, IDN Times - Pameran seni ROOTS One Hundred Years of Walter Spies in Bali telah resmi dibuka di Museum ARMA Ubud, Kabupaten Gianyar pada Sabtu lalu, 24 Mei 2025. Pameran ini merayakan seabad keberadaan Walter Spies sekaligus mengenang kembali perannya sebagai pembaharu seni dan budaya Bali. Agenda ini dijadwalkan akan berakhir pada 14 Juni 2025 mendatang.

Menariknya, banyak seniman terlibat dalam pameran ini terutama saat sesi pembukaan. Seorang Penulis, Kurator sekaligus filmmaker asal Swiss, Michael Schindhelm, mengatakan bahwa penampilan Tari Kecak berhasil memberikan gambaran utuh asal tari kreasi tersebut, hingga terus eksis sampai saat ini.

1. Ada peran Walter Spies dan penari Wayan Limbak di balik Tari Kecak

Potret Tari Kecak di Uluwatu, Bali (IDN Times/Dewi Suci)

Menurut penggagas sekaligus tokoh penting di balik pameran ini, Michael Schindhelm, pembukaan pameran seni tersebut disemarakkan penampilan maestro penari dan koreografer Wayan Dibia yang berjudul Tuan Tepis, yang seakan menghidupkan kembali tokoh pembaharu seni Walter Spies. Wayan Dibia, yang merupakan guru besar ISI Bali sekaligus murid terakhir Limbak, sangat menjiwai Walter Spies dengan topeng kreasi yang diciptakannya.

Untuk memahami peran Walter Spies seabad silam, disajikan Tari Kecak yang berkolaborasi dengan Band Amplytherapy, yang seolah berdialog memperbincangkan masa lalu dan masa kini Pulau Bali. Seperti diketahui, Kecak merupakan warisan hasil kreasi Walter Spies dan penari Wayan Limbak yang sampai saat ini tetap eksis menghibur wisatawan yang mengunjungi Bali.

"Saya bangga karena pameran melibatkan banyak seniman rupa, tari, musik, dan sastra ini bisa dihadirkan di Bali dan mendapat dukungan berbagai pihak," ungkapnya.

2. Bali menyimpan berbagai persoalan degradasi budaya

Proyek seni Root Seratus Tahun Walter Spies di Bali (Dok.IDN Times/istimewa)

Setelah seremoni pembukaan, para pengunjung diantarkan puluhan penari kecak memasuki ruang pameran. Begitu pintu dibuka, tersaji sejumlah karya seni yang terbagi dalam sejumlah ruang subtema yang menghadirkan lukisan, poster, dan instalasi karya Made Bayak dan Gus Dark, serta ruang khusus untuk karya film dokumenter Micahel Schindhelm.

Pameran yang menghadirkan refleksi perjalanan seabad Walter Spies di Bali ini menjadi tema besar ROOTS yang mempertanyakan masa depan Pulau Dewata. Film dokumenter fiksi karya Michael Schindhelm seolah ingin mengungkap bahwa di balik ketenaran Bali yang turut dipopulerkan Walter Spies, tenyata menyimpan berbagai persoalan seperti degradasi sosial, budaya, dan lingkungan akibat pariwisata massal yang tak terkendali.

Persoalan itu ditangkap dan direspons oleh seniman Made Bayak dan Gus Dark. Kedua seniman Bali yang sangat aktif dalam dunia pergerakan dalam menyuarakan  penyelamatan Pulau Bali, dengan penuh leluasa memahami dan merespons dalam sejumlah karya rupa dan poster penyadaran.

3. Penggunaan ruang museum memberikan tantangan tersendiri dalam pengembangan konsep

Ilustrasi tari kecak (unsplash.com/Den)

Project Manager Pameran ROOTS, Yudha Bantono, mengatakan pengalaman panjangnya di bidang seni, baik kolaborasi dengan seniman maupun keterlibatan dalam berbagai peristiwa seni berskala internasional, menjadikannya terbiasa menghadapi kompleksitas dan mampu mengeksekusi proyek ini dengan gemilang. Dalam pameran ini misalnya, mulai dari merancang dan mengembangkan konsep, menyiapkan pameran secara menyeluruh, melakukan transformasi total terhadap ruang museum, hingga menghadirkan elemen audio visual serta pemutaran film di berbagai lokasi.

"Pameran ini merupakan sebuah pekerjaan besar yang menantang sekaligus membanggakan," terangnya.

Pameran menggunakan satu ruang di Museum ARMA, di bagian utara dirombak secara total mengikuti alur pameran terdiri dari lima ruang dan dua ruang gelap untuk pemutaran film. Kelima ruangan itu adalah paradise created, journey of the soul, over mass tourism/family art, living room 1965, dan water religion.

Editorial Team