3 Bayi Lahir dari Ibu ODHA di Tabanan

Tabanan, IDN Times - Sepanjang tahun 2024, Voluntary Counselling and Testing (VCT) Pelangi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan mencatat tiga bayi yang lahir dari program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). Lewat program ini, pasangan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bisa memiliki anak yang tidak tertular atau bebas virus HIV.
Keberhasilan PPIA ini tinggi. Tetapi itu semua sangat tergantung dari ketaatan sang ibu dalam meminum obat ARV (anti retro viral).
1. Bayi yang lahir menjalani terapi obat ARV

Perawat di VCT Pelangi RSUD Tabanan, I Nengah Sukarni, memaparkan saat ini tercatat 10 ibu ODHA yang menjalani program PPIA. Tiga di antaranya sudah melahirkan. Bayi yang baru lahir ini harus menjalani serangkaian tes dan terapi obat dulu sebelum dinyatakan negatif HIV.
Sukarni menjelaskan, bayi yang baru lahir ini akan menjalani profilaksis ARV yang diberikan selama enam minggu. Memasuki usia dua bulan, bayi akan menjalani pemeriksaan EID (Early Infant Diagnosis) atau pemeriksaan HIV pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV di RSUD Dr Soetomo Surabaya.
"Jika hasilnya negatif, kita lanjut tes EID kedua di usia bayi enam bulan. Sambil menunggu tes ke dua, bayi tetap diberikan profilaksis ARV. Jika hasil EID ke dua negatif, barulah langkah profilaksis ini dihentikan. Bayi kemudian menjalani tes antibodi di usia 18 bulan. Jika hasilnya negatif, maka bayi dinyatakan negatif HIV," jelas Sukarni, Selasa (3/12/2024).
2. Syarat menjalani program PPIA

Menurut Sukarni, pasangan ODHA yang hendak merencanakan kehamilan, hal pertama yang harus diutamakan adalah minum obat dengan baik dan kepatuhannya tinggi. Sehingga viral load (VL) atau jumlah virus HIV di dalam tubuh pasien tidak terdeteksi. Jika VL-nya sudah tidak terdeteksi, barulah pasangan ODHA berhubungan di masa subur dengan melepas kondomnya.
"Jika VL-nya tidak terdeteksi karena patuh minum obat, risiko menularkan virus pada pasangan maupun anak akan sangat kecil," ujar Sukarni.
Ia melanjutkan, jika patuh minum obat, keberhasilan program PPIA ini sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari keberhasilan di VCT Pelangi. Sekitar 100 bayi lebih lahir melalui program ini dan sebagian besar dinyatakan negatif.
"Saat ini ada 29 bayi yang masih menjalanni terapi ARV sambil menunggu tes pemeriksaan," kata Sukarni.
3. Kegagalan terjadi karena ibu tidak patuh minum obat

Meskipun ada keberhasilan dalam program PPIA ini, namun kata Sukarni, ada juga yang mengalami kegagalan. Ibu dengan HIV melahirkan bayi yang positif. Hal ini karena beberapa hal yaitu:
- Ada pasien yang datang sudah dalam kondisi hamil dan mendekati kelahiran. Sehingga pemberian ARV hanya sebentar, dan bayi lahir dalam kondisi positif HIV
- Ada juga pasien hamil merupakan pasien LFU (loss follow up) dari layanan di Kota Denpasar, di mana pasien tidak minum obat selama 2 tahun. Ibu yang putus obat itu, tentu VL-nya menjadi tinggi. Sehingga risiko menularkan ke bayi juga menjadi tinggi
- Ada juga kasus ibu hamil di luar syarat. Yaitu sebelum menjalani VL, pasien sudah berhubungan terlebih dahulu di samping kepatuhan minum obat pasien sangat buruk. Sehingga bayinya lahir tertular HIV.
Sukarni mengatakan, kegagalan ini disebabkan oleh pasien yang tidak patuh atau taat minum obat.
"Kuncinya adalah patuh minum obat. Sehingga keberadaan virus HIV bisa ditekan dan tidak terdeteksi. Jika tidak patuh minum obat, tentunya keberadaan virus HIV dalam tubuh menjadi tinggi. Sehingga besar menularkan pada bayi maupun pasangan," kata Sukarni.