Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sawah di Tabanan (IDN Times/Wira Sanjiwani)
Sawah di Tabanan (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Intinya sih...

  • Dinas Kebudayaan Tabanan mendata subak yang mengalami alih fungsi lahan

  • Dinas Kebudayaan menjalankan program rutin penyusunan dan penyempurnaan awig-awig subak

  • Pendapatan cukup menjadi faktor petani di Tabanan tidak jual sawahnya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tabanan, IDN Times - Sebagai wilayah penyangga dalam program pembangunan kawasan metropolitan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan), Kabupaten Tabanan kini menjadi incaran para investor. Derasnya pembangunan turut mengancam keberadaan lahan sawah di daerah tersebut.

Meski menghadapi gempuran alih fungsi lahan, Tabanan masih mampu mempertahankan eksistensi 233 lembaga subak basah (sawah) yang tersebar di sepuluh kecamatan. Berdasarkan data tahun 2025, jumlah subak basah di Tabanan tetap bertahan dalam lima tahun terakhir, meskipun luas lahannya terus mengalami penyusutan.

1. Dinas Kebudayaan Tabanan mendata subak yang mengalami alih fungsi lahan

Sawah di Tabanan (IDNTimes/Wira Sanjiwani)

Kepala Dinas Kebudayaan Tabanan, I Made Subagia, mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya menjaga kelembagaan subak, termasuk unsur pawongan dan paiketan melalui penerapan awig-awig atau hukum adat. Ia mengakui, isu alih fungsi lahan saat ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah.

Saat ini, Dinas Kebudayaan tengah memetakan keberadaan subak yang lahannya telah beralih fungsi. Menurut Subagia, penghapusan subak tidak bisa dilakukan sembarangan.

"Apabila sawahnya ternyata tidak ada tetapi pura subaknya masih ada, tidak bisa langsung hapus. Semua harus melalui paruman krama (rapat masyarakat desa adat) yang menentukan status pura subak. Kami menunggu hasil keputusan adat sebelum menyesuaikan dengan SK bupati atau koordinasi ke provinsi,” jelasnya.

2. Dinas Kebudayaan menjalankan program rutin penyusunan dan penyempurnaan awig-awig subak

Subak Asah, Desa Karya Sari, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan (Dok. I Ketut Sudiastra)

Menurut Subagia, jika hasil pemetaan menunjukkan ada subak yang kehilangan fungsi lahan pertanian, pemerintah akan berkonsultasi dengan prajuru adat untuk menentukan langkah selanjutnya. “Bila lahan sawah sudah tidak ada, kami dorong menjadi subak abian (subak kering/kebun) agar tetap bisa menerima BKK. Namun bila tidak memungkinkan, maka akan dilakukan revisi terhadap SK Bupati Tabanan terhadap kondisi lahan tersebut,” tambahnya.

Selain pengawasan kelembagaan, Dinas Kebudayaan juga menjalankan program rutin penyusunan dan penyempurnaan awig-awig subak setiap tahun. Program ini dilakukan sesuai alokasi anggaran dan bertujuan memperkuat aturan adat dalam pengelolaan subak.

“Dinas Pertanian memberi penyuluhan teknis, sedangkan kami di Kebudayaan memperkuat sisi kelembagaan dan aturan adat. Sinergi ini yang menjaga subak tetap eksis hingga sekarang,” kata Subagia

3. Pendapatan cukup menjadi faktor petani di Tabanan tidak jual sawahnya

Subak Asah, Desa Karya Sari, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan (Dok. I Ketut Sudiastra)

Salah satu lahan sawah yang saat ini masih belum tersentuh alih fungsi lahan adalah di Subak Asah yang berlokasi di Desa Karya Sari, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Subak ini memiliki luas sawah 75 hektare yang dikerjakan oleh 160 petani.

Pekaseh Subak Asah, I Ketut Sudiastra, mengatakan banyak yang melirik lahan sawah di Subak Asah. Namun petani hingga saat ini belum memiliki keinginan untuk menjual lahan sawahnya. "Kalau yang melirik sudah ada, tetapi petani sendiri belum ada yang berminat menjual," ujarnya.

Ia melanjutkan, selain adanya aturan dalam hal jual beli sawah di Subak Asah, pendapatan yang cukup dari bertani menjadi salah satu faktor petani di Subak Asah tidak menjual lahannya hingga saat ini. "Selain itu memang ada aturan, jika memang mau menjual, lahannya harus tetap jadi sawah tidak boleh untuk yang lain," kata Sudiastra.

Editorial Team