Denpasar, IDN Times - Terhitung sudah 16 hari masyarakat Kota Denpasar menjalankan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di tingkat desa, kelurahan, dan desa adat. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali ) Nomor 32 Tahun 2020 dan berlaku sejak tanggal 15 Mei lalu.
Menurut Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra, urgensi penerapan PKM non-PSBB ini dilakukan karena semakin meluasnya sebaran kasus positif di Kota Denpasar.
Dari catatan tanggal 13 Mei lalu, total kumulatif pasien positif di Kota Denpasar sebanyak 62 orang, Pasien dalam Pengawasan (PDP) 41 orang, Orang dalam Pemantauan (ODP) 264 orang, Orang Tanpa Gejala (OTG) 339 orang. Sementara pasien sembuh secara keseluruhan 47 orang, pasien yang dirawat 13 orang, pasien meninggal 2 orang, imported case 42 orang, dan transmisi lokal sebanyak 20 orang.
Sedangkan dari catatan tanggal 31 Mei, total kumulatif pasien positif COVID-19 di Denpasar menjadi 90 orang. Masing-masing sembuh sebanyak 62 orang, pasien meninggal masih tetap 2 orang, dan masih dirawat sebanyak 26 orang.
Namun sampai sekarang, PKM mendapat sorotan dari beberapa pihak. Terutama seorang advokat bernama I Wayan Gendo Suardana. Pentolan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) ini menilai, kebijakan kekarantinaan kesehatan hanya boleh berbentuk PSBB, dan penyelenggaraannya wajib berdasarkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. Sesuai dengan Pemerintah Pusat (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan selanjutnya pedoman PSBB melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.
Apa tanggapan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, terkait kebijakan PKM ini? Berikut penjelasannya saat mengadakan Diskusi Ketua Gugus COVID-19 dengan Pemimpin Redaksi melalui Zoom, Minggu (31/5) sore.