Tidak Ada Generasi, Penenun di Klungkung Khawatir Akan Punah

Desa Gelgel adalah sentra produksinya kain songket dan endek

Klungkung, IDN Times - Para penenun kain songket dan endek di Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung masih berusaha bertahan di tengah pandemik. Mereka yang semuanya adalah para perempuan mengaku mengalami penurunan penghasilan selama pandemik.

Seperti yang diceritakan oleh seorang penenun asal Desa Gelgel, Ni Nyoman Wati (35). Selama pandemik, upah yang diterimanya dari menenun kain songket dan endek menurun. Hal itu lantaran penjualan kain menurun drastis. Hanya saja ia tetap menekuni aktivitasnya demi membantu perekonomian keluarga.

Berikut cerita penenun kain songket dan endek di Desa Gelgel, yang berusaha bertahan di tengah pandemik COVID-19.

1. Menenun adalah kewajiban bagi perempuan di Desa Gelgel

Tidak Ada Generasi, Penenun di Klungkung Khawatir Akan PunahIDN Times/Wayan Antara

Nyoman Wati (40) merupakan perempuan asli Desa Gelgel. Ia bekerja menenun endek dan songket secara manual di sentra produksi kain desa setempat. Wati merupakan satu di antara ratusan perempuan asal Gelgel yang masih bertahan menenun secara manual, di tengah berkembangnya industri garmen.

"Kalau istilah dulu, menenun kain endek atau songket itu suatu kewajiban bagi perempuan asal Gelgel," ungkap Wati.

Ia aktif menenun sejak masih Sekolah Dasar (SD). Ketika itu, menenun adalah suatu kewajiban. Hampir setiap perempuan dalam satu keluarga di Desa Gelgel memiliki keterampilan menenun.

"Kalau anak-anak zaman sekarang cuma bisanya bermain smartphone. Sangat sedikit atau bahkan mungkin saja sudah tidak ada lagi anak-anak yang mau belajar menenun seperti ini."

Keterampilan inilah yang ternyata mampu membantu menopang hidup keluarga Wati dan beberapa perempuan lainnya di Desa Gelgel. Bekerja sebagai penenun membuatnya lebih fleksibel. Ia tetap bisa mengurus keluarga selayaknya ibu rumah tangga, dan tetap bisa menghasilkan rezeki.

"Biasanya pagi mengurus rumah dulu dan keluarga. Setelah semuanya selesai, baru kerja menenun," ungkap Wati.

2. Upahnya turun Rp200 ribu karena menurunnya penjualan songket dan endek selama pandemik

Tidak Ada Generasi, Penenun di Klungkung Khawatir Akan PunahIDN Times/Wayan Antara

Ibu dua anak ini mendapatkan upah per kain dari kain yang selesai dikerjakan. Misalkan satu lembar kain songket memiliki ukuran 1,75 meter dan lebar 1,10 meter. Lalu berhasil diselesaikan lebih dari satu bulan. Maka upah yang ia dapatkan bisa sampai Rp1,8 juta. Namun karena pandemik COVID-19, Wati mendapatkan upah Rp1,6 juta dari satu kamen songket yang selesai ia kerjakan.

"Karena pandemik, upah turun Rp200 ribu. Kata bos kami, penjualan kain menurun drastis. Kain songket ini kan biasanya dipakai orang menikah. Karena pandemik, apalagi saat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Level IV kan tidak boleh mengadakan pernikahan. Jadi penjualan kamen songketnya juga merosot," jelasnya.

Meskipun begitu, ia tetap bersyukur masih bisa bekerja, dan membantu kondisi perekonomian keluarga yang kian sulit selama pandemik.

"Tetap bersyukur kami masih bisa bekerja, bantu ekonomi keluarga di saat sulit. Kain yang kami selesaikan kalau belum laku dijual, masih mau di-stock sama bos."

Baca Juga: Perajin Lokal: Kain Endek dari Luar Daerah Dijual Murah di Bali

3. Berharap penenun songket dan endek di Desa Gelgel tidak punah

Tidak Ada Generasi, Penenun di Klungkung Khawatir Akan PunahIDN Times/Wayan Antara

Selama ini Desa Gelgel dikenal sebagai sentra produksi kain songket dan endek di Kabupaten Klungkung. Sejak dahulu, para perempuan di Desa Gelgel mewariskan keterampilan menenun secara turun menurun dari generasi ke generasi.

Namun seiring perkembangan zaman tidak banyak remaja di Desa Gelgel yang bersedia menekuninya.

"Saya berharap agar penenun di Desa Gelgel ini tidak punah. Para orangtua yang sejak dulu menenun, sebaiknya juga mengajari anak-anaknya menenun."

Ia tidak memungkiri remaja putri justru lebih tertarik bermain smartphone, dan minat untuk menenun sangat sedikit. Mereka juga lebih berminat bekerja di sektor lain seperti menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pariwisata daripada melanjutkan sebagai penenun.

"Padahal menenun tidak sebatas mencari penghasilan, dari menenun sejak dini kita belajar ketelitian dan kesabaran," ungkap Wati.

Baca Juga: 10 Inspirasi Desain Busana dari Kain Endek Versi Anak Muda Bali

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya