Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari Bondres

Seniman bondres harus berinovasi untuk bertahan

Klungkung, IDN Times - Seni pertunjukan bondres sampai saat ini masih eksis di Bali. Pegiat hiburan rakyat ini berusaha tetap bertahan di tengah gempuran zaman dan munculnya beraneka pilihan hiburan di masyarakat. Para seniman pun tidak pernah berhenti untuk berusaha melestarikan Seni Bondres ini, walau diakui bahwa saat ini mereka semakin jarang mendapatkan undangan untuk tampil.

Made Puja Darsana, asal Banjar Lebah, Kelurahan Kangin, Kabupaten Klungkung, merupakan tokoh Kesenian Bondres yang cukup populer di Klungkung. Ia tergabung dalam Kelompok Seni Bondres Buluh Mas dan kerap memakai nama panggung Bengol saat pentas.

Sampai saat ini Made Puja Darsana masih memiliki asa untuk melestarikan Kesenian Bondres. Berikut kisah Made Puja Darsana yang akrab disapa Mupu, dalam melakoni aktivitasnya sebagai Seniman Bondres.

Baca Juga: Bondres Dadong Rerod: Bunga dari Pulau Bali adalah Kesenian

1. Berinovasi agar tetap bisa diterima masyarakat

Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari BondresSeniman Bondres Made Puja Darsana alias Mupu bersama kelompok Bondres Buluh Mas di Klungkung (Dok. IDN Times/Made Puja Darsana)

Made Puja Darsana menceritakan kondisi terkini Kesenian Bondres di Klungkung. Menurutnya seiring berjalannya waktu, Kesenian Bondres semakin jarang mendapat perhatian masyarakat. Hal itu ditandai dengan semakin jarangnya para Seniman Bondres untuk mendapatkan kesempatan menghibur masyarakat.

“Biasanya dulu pentas saat ada upacara keagamaan. Semisal piodalan di pura, dapat saja undangan untuk tampil. Tapi sekarang mulai berkurang. Beberapa seni pertunjukan seperti Arja juga sudah jarang. Demikian halnya drama gong yang sudah mati suri. Kami tetap berusaha untuk bisa mempertahankan bondres ini melalui lawak inovatif,” ujar Puja Darsana, Jumat (27/5/2022).

Lawak inovatif yang dimaksudkan yakni dengan menambahkan nuansa modern atau mengikuti perkembangan zaman. Mulai dari sisi penampilan karakter, materi lawak, hingga bahasa yang digunakan.

“Modern di sini tentu tanpa menghilangkan pakem seni Bali. Lawak yang mengikuti perkembagan zaman ini, tanpa menghilangkan pakem seni Bali ini, akan lebih bisa diterima berbagai lapisan masyarakat,” ungkapnya.

2. Melestarikan budaya menjadi pendorong untuk tetap bertahan berkesenian bondres

Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari BondresSeniman Bondres Made Puja Darsana alias Mupu bersama kelompok Bondres Buluh Mas di Klungkung (Dok. IDN Times/Made Puja Darsana)

Pandemik COVID-19 dalam 2 tahun ini juga menjadi masa tersulit bagi Seniman Bondres di Klungkung. Puja Darsana mengungkapkan sebelum pandemik dirinya dalam sebulan bisa 15 kali tampil menghibur masyarakat. Seiring berjalannya waktu, undangan untuk tampil semakin jarang.

“Apalagi sempat dibombardir COVID-19. Nyaris tidak ada undangan untuk tampil,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, pergeseran juga mulai dirasakan. Dulu Made Puja Darsana dan kelompoknya banyak tampil dalam acara-acara besar di tempat umum, seperti piodalan, atau ulang tahun Sekaa Truna-truni. Saat ini sudah bergeser, lebih personal untuk menghibur undangan di acara pernikahan atau acara ulang tahun.

“Saat ini berdua pun, kami tetap jalan berusaha menghibur warga. Kami masih bertahan karena ingin melestarikan saja. Kalau dibilang untuk pekerjaan, masih jauh sekali,” jelasnya.

3. Warga mulai tidak begitu antusias mengikuti alur cerita bondres

Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari BondresSeniman Bondres Made Puja Darsana alias Mupu bersama kelompok Bondres Buluh Mas di Klungkung (Dok. IDN Times/Made Puja Darsana)

Made Puja Darsana juga mengungkapkan antusias masyarakat mulai berkurang selama mengikuti alur cerita yang dibawakan. Walaupun diakuinya peminat untuk menonton bondres masih ada.

“Pintar-pintar kita saja dalam membawakan cerita sehingga dapat diterima oleh penonton,” jelasnya.

Menyelipkan nuansa modern dalam materi cerita, termasuk lakon juga sebagai bentuk penyegaran. Harapannya seni bondres tidak monoton dan bisa terus diterima oleh masyarakat seiring perkembangan zaman.

4. Seni bondres sebagai media menyampaikan kritik sosial

Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari BondresSeniman Bondres Made Puja Darsana alias Mupu bersama kelompok Bondres Buluh Mas di Klungkung (Dok. IDN Times/Made Puja Darsana)

Bondres tidak hanya dipandang sebagai seni, juga sebagai media penyampaian kritik sosial. Ini pula yang sesekali dilakukan oleh Made Puja Darsana. Hanya saja penyampaian kritik sosial harus disesuaikan dengan lokasi tampil.

“Terkadang dalam pentas, kritik sosial itu perlu disampaikan. Tapi tergantung situasi dan kondisi juga. Satu hal, kritik sosial itu bukan bearti pelampiasan,” ungkapnya.

Materi cerita yang diselipkan isu-isu sosial masyarakat, memang menjadi daya tarik bagi masyarakat. Harapannya, mereka bisa lebih tertarik untuk menonton bondres.

5. Berharap seni bondres diperkenalkan ke siswa sejak sekolah dasar

Kisah Made Puja Darsana, Seniman Klungkung Pelestari BondresSeniman Bondres Made Puja Darsana alias Mupu bersama kelompok Bondres Buluh Mas di Klungkung (Dok. IDN Times/Made Puja Darsana)

Made Puja Darsana masih optimistis kesenian bondres mampu bertahan di tengah perkembangan teknologi dan modernisasi. Ia berharap siswa, khususnya di Bali, agar diperkenalkan Kesenian Bondres sejak duduk di sekolah dasar.  

Selain itu, Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat terus menyelenggarakan lomba bondres secara berkala, sehingga memberikan ruang bagi Seniman Bondres untuk terus berkarya menghibur masyarakat.

“Dengan memperkenalkan seni bondres sejak dini, setidaknya sudah mengarahkan anak untuk mencintai seni peran. Beruntung jika tertarik berkecimpung dan ikut melestarikan kesenian bondres ini,” jelas Puja Darsana.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya