Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang Ngayah

Takut meninggalkan warisan leluhur

Klungkung, IDN Times - Wayang sampai saat ini masih mendarah daging di Bali. Pulau yang dikenal dengan seni dan budaya ini, masih tetap konsisten dalam melestarikan wayang. Hal ini dapat dilihat dari sanggar-sanggar dan sekolah seni, yang tetap melahirkan dalang-dalang muda. Sering pula ditemui pertunjukan wayang dalam kegiatan upacara keagamaan.

Mungkin sedikit berbeda jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Di Bali, wayang masih lestari karena menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari upacara keagamaan. Namun seiring berjalannya waktu, para dalang di Bali memiliki tugas berat untuk tetap menjaga dan melestarikan kesenian wayang, terlebih di tengah perkembangan teknologi dan informasi yang kian masif.

Berikut cerita I Made Agus Adi Santika (41), atau yang akrab dipanggil Gus Cupak. Ia merupakan dalang muda di Bali yang hingga saat ini masih aktif melestarikan kesenian wayang.

Baca Juga: Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan Khusus

1. Dalang harus memiliki kemauan besar dalam melestarikan seni wayang dari leluhur

Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang NgayahDalang I Made Agus Adi Santika. (Dok.IDNTimes/pribadi)

Wayang bukan sekadar seni bagi seorang I Made Agus Adi Santika. Ngewayang baginya merupakan bakat bawaan sejak lahir. Tumbuh di lingkungan seni, membuat I Made Agus Adi Santika memiliki bakat alami sebagai seorang dalang. Menurutnya untuk menjadi seorang dalang, hal utama harus dimiliki yakni kemauan besar untuk melestarikan warisan dari leluhur.

“Dengan melihat seseorang mendalang, yang tidak hobi biasanya akan kabur. Menjadi seorang dalang tidaklah mudah. Banyak yang harus dikuasai, mulai dari tembang, gerak, tabuh, vokal, dan lain-lain. Bahkan saya sendiri tidak bisa meyakinkan teman, kalau menjadi dalang itu meyenangkan. Harus ada kemauan atau tekad yang besar untuk menjadi seorang dalang,” ujar I Made Agus Adi Santika atau yang diikenal dengan Gus Cupak.

Di satu sisi, ia merasakan suka dan sangat bangga dapat melestarikan wayang yang merupakan warisan adi luhung dari leluhur. Namun ia merasa sedih, karena di beberapa lokasi peminat wayang hanya kalangan tertentu saja.

“Perlengkapan wayang sangat mahal. Satu sisi seorang dalang sampai harus mengatakan kalimat ngaturang ngayah untuk menenangkan dirinya. Pada intinya seorang dalang saat ini belum bisa menggantungkan hidup hanya dari ngewayang. Dalang bertahan karena takut meninggalkan warisan leluhurnya,” ujar pria yang juga Ketua Sanggar Seni Mejalangu ini.

2. Wayang inovatif tidak boleh melenceng dari hakekat wayang yang mengandung unsur kesucian

Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang NgayahDalang I Made Agus Adi Santika. (Dok.IDNTimes/pribadi)

Agar dapat diterima oleh berbagai kalangan, saat ini para dalang juga mengembangkan wayang inovatif. Menampilkan warna lain dalam pentas wayang, seperti ada lagu, instrumen tambahan, atau jalan cerita yang ditambah dengan unsur-unsur kekinian. Namun hal ini sebaiknya tidak melenceng dari hakekat wayang yang mengandung unsur kesucian.

“Dalam proses mendalang ini, hendaknya jangan lupa dalam menyisipkan tutur agama,” jelasnya.

Saat ini pertunjukan wayang, masih lebih sering untuk pelengkap dalam upacara keagamaan atau yadnya. Selama masih ada yadnya, diyakni wayang masih tetap lestari.

“Kami yakin semua akan kembali ke basik. Wayang tradisi akan tetap bertahan dan pemerintah juga ikut menjaganya,” jelasnya.

3. Lahirkan dalang-dalang muda melalui Sanggar Mejalangu

Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang NgayahDalang I Made Agus Adi Santika. (Dok.IDNTimes/pribadi)

I Made Agus Adi Santika selama ini sudah malang melintang di dunia seni wayang di Bali. Ia juga aktif mengajar tentang pentas wayang di Sanggar Majalangu sebagai upaya regenerasi.

“Bahkan sudah ada beberapa dalang yang lahir dari sanggar Majalangu,” ungkap pria yang juga anggota Listibya Kabupaten Badung bagian pendalangan ini.

Ia yang tergolong dalang muda, juga sangat percaya diri dalam menekuni dan melakoni dunia pewayangan. Adalah hal yang wajar jika tembang atau pertunjukannya masih belum sempurna.

“Saya sebagai dalang tentu sangat percaya diri. Karena orang sebaya saya belum tentu bisa melakukan pentas wayang,” jelasnya.

4. Dukungan pemerintah dengan adanya jurusan khusus pendalangan di sekolah atau perguruan tinggi seni

Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang NgayahDalang I Made Agus Adi Santika. (Dok.IDNTimes/pribadi)

Pemerintah di Bali disebut ikut sangat berkontribusi dalam upaya pelestarian seni wayang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa Pemerintah Daerah yang kerap menggelar lomba wayang dari berbagai jenjang usia.

Termasuk sekolah seni dan perguruan tinggi yang khusus membuka jurusan pendalangan yang masih eksis hingga saat ini.

“Dengan adanya sekolah seni pendalangan seperti SMKI, serta ISI Denpasar yang khusus ada jurusan pendalangan, itu artinya pemerintah masih berupaya untuk melestarikan wayang itu sendiri,” ungkapnya.

5. Berharap wayang bisa dipopulerkan sebagai tontonan wisatawan

Cerita Dalang Gus Cupak Lestarikan Wayang di Bali, Ngaturang NgayahDalang I Made Agus Adi Santika. (Dok.IDNTimes/pribadi)

I Made Agus Adi Santika yang juga Ketua Listibiya Kecamatan Kuta Utara ini menyampaikan saat ini kendala yang dihadapi dalam melestarikan wayang yakni penurunan minat generasi muda untuk belajar wayang.

Ia berharap ke depan ada ajang-ajang bergengsi bagi penggiat wayang. Selain itu, wayang bisa dipopulerkan lagi sebagai pertunjukan budaya yang ditampilkan ke para wisatawan.

“Sehingga aktivitas dalang dapat memberi kehidupan. Serta secara tidak langsung akan ada ketertarikan generasi muda untuk mempelajarinya,” jelas Adi Santika.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya