Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan Khusus

Sempat dibawa ke beberapa negara untuk dibersihkan

“Ini wayang sakral. Tidak akan saya tambahi cat lagi. Saya biarkan tetap seperti ini, simbol dari orangtua saya yang melakoni wayang."

-Dalang Ida Gede Ngurah Oka-

Wayang warisan berusia 200 tahun akhirnya kembali ke rumah pemiliknya, seorang dalang di Kabupaten Bangli, pada Jumat (2/9/2022) lalu. Wayang tersebut sudah 2 bulan ada di tangan seorang warga negara Amerika Serikat, bernama Raj Gokal dan sempat dibawa ke Australia, Amerika, dan beberapa negara di kawasan Eropa. 

Saat diserahkan kepada Dalang Ida Gede Ngurah Oka, saya perhatikan wayang itu dikemas rapi dalam mika dan dibungkus dengan karton. Raj menceritakan, ia berusaha merawat wayang tersebut dengan sangat hati-hati, sebagaimana ia menjaga kepercayaan Dalang Ngurah Oka saat pertama kali mereka bertemu. Karena terlalu fokus menjaga wayang tersebut, Raj sempat sampai kehilangan paspor. Bagaimana kisah di balik wayang berusia 200 tahun itu?   

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususPengembalian salah satu koleksi wayang yang diklaim berusia 200 tahunan milik salah satu dalang di Bangli setelah mendapatkan treatment perawatan di luar negeri. (IDN Times/Ayu Afria)

Bangli, IDN Times – Sebelum teknologi berkembang seperti saat ini, masyarakat menggunakan pertunjukan wayang sebagai media berkomunikasi, menyampaikan pesan, informasi, hingga nilai-nilai kehidupan. Selain itu, dahulu kala, wayang juga digunakan sebagai media penyebaran agama. 

Misalnya saja di Bali, keberadaan dan pertunjukan wayang selalu lekat dengan upacara keagamaan. Tidak dipungkiri, sampai saat ini diduga masih banyak dalang yang menyimpan wayang warisan dari leluhurnya diyakini sakral dan memiliki nilai historis. Warisan budaya ini tentu harus tetap dijaga kelestariannya untuk generasi berikutnya.

Lalu apakah wayang warisan yang ada saat ini sudah terpelihara dengan baik? Wayang yang umumnya terbuat dari kulit, perlu perlakuan khusus sehingga tidak mudah rusak.

Seiring perkembangan teknologi saat ini, cara pemeliharaan wayang juga semakin maju. Artinya, cara lama merawat wayang warisan yang berusia ratusan tahun tidak cukup hanya dengan cara disimpan dalam peti kayu dan diangin-anginkan saja. Perlu perlakuan khusus sehingga usia wayang warisan tersebut akan bisa bertahan lebih lama lagi. Bagaimana kondisi wayang di Bali saat ini? 

Baca Juga: Mengenal Baleganjur Wave of Springs di PKB, Filosofi Sungai di Ubud

1. Mendalang karena faktor keturunan dan melanjutkan warisan leluhur

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususDalang Ida Gede Ngurah Oka. (IDN Times/Ayu Afria)

Seorang dalang yang tinggal di Jalan Sukarna, Dusun Pande, Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, bernama Ida Gede Ngurah Oka (57), memiliki puluhan koleksi wayang warisan yang diperkirakan usianya sudah 200 tahun. Wayang itu ia sebut sakral karena selain usianya, juga sebagai identitas keluarganya yang telah melakoni profesi pedalangan sejak 3 generasi sebelumnya.

Wayang itu diwariskan secara turun temurun hingga sampai ke tangannya sebagai generasi keempat dalam keluarganya yang meneruskan profesi dalang. Wayang tersebut sangat kental dengan sejarah leluhurnya. Apalagi wayang warisan usia 200 tahun ini hanya dimainkan pada upacara tertentu saja. Ia mengaku terakhir kali memainkannya pada upacara sakral di Bali 15 tahun yang lalu.

“Saya sangat bersyukur dengan terutama dengan leluhur saya, orangtua saya, kakek saya sampai mewariskan wayang seperti ini sehingga dengan adanya wayang warisan kita bersyukur. Kita tinggal belajar, wayangnya sudah ada, tidak memulai lagi.

Ya mudah-mudahan ini sampai anak cucu kita, biar masih tetap dirawat. Walaupun ini wayang sakral. Ini tidak akan saya tambahi cat lagi. Biar saya biarkan seperti ini.

Biar tetap seperti ini. Ini adalah simbol dari orangtua saya melakoni wayang. Seperti itu. Mudah-mudahan sampai ratusan tahun lagi. Ini umurnya sudah kurang lebih 200 tahunan,” papar Ngurah Oka, sembari mengenang leluhurnya.

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususKoleksi wayang yang diklaim berusia 200 tahunan milik salah satu dalang di Bangli. (Dok.IDN Times/Raj Gokal)

Dalang Ida Gede Ngurah Oka menceritakan bahwa profesi dalang yang ia lakoni boleh dikata merupakan keturunan. Warisan leluhurnya ini ia lakoni sejak usia 25 tahun sampai saat ini, untuk kemudian kembali ia wariskan ke generasi berikutnya.

“Sebenarnya saya selaku dalang ada faktor keturunannya. Ya keturuannya orangtua saya, kakek saya sudah melakoni. Pedalangan ada warisan. Warisan-warisan wayang ini harus kita lakoni, biar tidak ada warisan aja, tapi tidak dilakoni. Kan juga mubazir ya. Karena darah keturunannya juga dari leluhur kita melakoni, udah melakoni pedalangan,” ungkapnya.

2. Wayang disimpan di dalam kotak kayu dan kadang diangin-anginkan saja

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususKoleksi wayang yang diklaim berusia 200 tahunan milik salah satu dalang di Bangli. (IDN Times/Ayu Afria)

Ngurah Oka pertama kali mendalang menggunakan wayang warisan leluhurnya yang kini berusia 200 tahun, pada Upacara Yadnya yang memang dibarengi pertunjukan wayang. Sebelum memainkan wayang sakral tersebut, maka terlebih dahulu ia menghaturkan sesaji (persembahan)

“Itupun ada maknanya dengan kita memainkan wayang juga ada sesajinya, bantennya juga diaturkan. Kalau kita pas upacara. Walaupun tidak upacara, kita diundang untuk main wayang, ya tetap ada sesajinya. Tetap ada bantennya. Tidak asal-asalan kita ngambil wayang,” jelasnya.

Ia sampaikan kondisi wayang warisan saat awal ia terima dulu jika dibandingkan saat ini tidak banyak berubah. Ia tidak pernah mengganti cat wayang tersebut. Kecuali sekadar membenahi benang atau tangan wayang yang putus.

“Kalau perawatannya ya cukup dengan dibersihkan, sekali-sekali dikeluarkan. Ini sebenarnya sih tidak sering kita mainkan ya. Cuma diam di tempat. Tetapi suatu saat mungkin satu bulan sekali kita buka untuk perawatan. Kadang-kadang dijemur sedikit. Tidak terlalu panas, yang penting dapat udara. Kalau ditutup terus, bisa juga dimakan rayap,” jelasnya.

Puluhan koleksi wayang warisan ini ia simpan di kotak kayu yang kemudian diletakkan di area sanggah (tempat) suci di rumahnya. Bersebelahan dengan lemari lontar kuno milik leluhurnya, serta kotak kayu yang berisi wayang-wayang baru miliknya.

Di dalam kotak kayu tersebut, wayang warisan ini dibiarkan bertumpuk, beberapa di antaranya kondisinya sudah tidak bagus. Artinya, ia pun mengakui mengalami kendala untuk melakukan perawatan wayang warisan tersebut. Hanya perawatan sederhana yang ia lakukan setiap satu bulan sekali.

3. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali janji akan fasilitasi perawatan wayang kuno

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususKoleksi wayang yang diklaim berusia 200 tahunan milik salah satu dalang di Bangli. (IDN Times/Ayu Afria)

Bagaimana peran pemerintah dalam pelestarian wayang warisan ini? Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, mengungkapkan bahwa pertunjukan wayang di Bali memang sebagian besar untuk kebutuhan-kebutuhan ritual. Misalnya saja untuk orang yang lahir pada bulan atau wuku wayang sehingga harus diruwat melalui Wayang Sapu Leger. Termasuk saat upacara 3 bulanan, ngaben (pembakaran jenazah), potong gigi, upacara di pura, dan merajan (tempat suci).

Dalam upaya perawatan wayang di Bali, ia ungkapkan memang tidak segencar perawatan lontar yang dilakukan oleh penyuluh Bahasa Bali. Apabila masyarakat memerlukan bantuan untuk merawat wayangnya, diharapkan mereka menghubungi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

“Kalau merawat wayang, tapi mereka belum ada melaporkan. Sepanjang mereka melaporkan kami bisa bantu. Cuma mereka belum ada (melaporkan). Biasanya mereka ada pewarisnya. Makanya kami tidak membuat agenda. Karena biasanya ada pewarisnya dia yang merawat.

Ya dilaporkan aaja ke kami, nanti kami akan bantu untuk merawat. Cuma merawat ya karena bahannya kan dari kulit sapi. Memang sih rentan rusak kalau sudah umur, apalagi kalau tidak terawat,” jelas Arya Sugiartha.

Begitu pula hingga saat ini belum ada data pasti jumlah dalang yang ada di Bali. Namun menurutnya banyak dalang-dalang baru yang kini bermunculan. Baik dalang yang memang memiliki latar belakang keluarga dalang, maupun yang tidak.

4. Beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia kesulitan merawat artefak leluhurnya

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususSalah satu treatment wayang dari Bali yang berusia 200 tahun di luar negeri. (Dok.IDN Times/Raj Gokal)

Kondisi wayang warisan dan artefak mendapat sorotan. Termasuk oleh Director of Sales and Business Development Asia PTLP, Raj Gokal, yang menyampaikan bahwa dalam perjalanannya berkeliling dan mengunjungi perpustakaan nasional dan arsip di beberapa negara di Asia. Ia menemukan bahwa ada kekurangan fasilitas untuk pelestarian artefak warisan leluhur, termasuk Indonesia.

Ia yang bergerak dalam teknologi preservasi itu mengungkapkan institusi kebudayaan memiliki keterbatasan akses teknologi pelestarian, peralatan, dan ilmu. Karenanya, perlu tanggung jawab besar untuk menumbuhkan kesadaran seiring pengembangan teknologi. Namun bagaimana pun teknologi memerlukan biaya dan waktu.

“Dalam perjalananan, saya memahami di Asia Tenggara khususnya. Maksud saya pada umumnya banyak tempat mengalami kesulitan untuk melestarikan warisan artefak karena suatu alasan. Di sana ada kekurangan fasilitas untuk pelestarian artefak warisan leluhur.

Saya pikir ini sebuah tugas untuk mengenali pentingnya sejarah artefak untuk mengambil tindakan karena mereka (artefak) terdegradasi di depan mata. Apakah mengabaikan atau akan melakukan sesuatu? Sekarang ini sulit bagi Indonesia untuk melakukan sesuatu itu,” ungkapnya.

5. Wayang milik Dalang Oka sudah ada yang dirawat di berbagai negara

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususSalah satu treatment wayang dari Bali yang berusia 200 tahun di luar negeri. (Dok.IDN Times/Raj Gokal)

Raj menyampaikan sangat sulit untuk mendapatkan wayang yang berusia 200 tahun atau 400 tahun. Bahkan jika wayang itu ada dan tersimpan dalam musem, juga tidak mudah untuk dipinjamkan. Ia mengaku bersyukur diizinkan meminjam wayang berusia 200 tahunan selama 2 bulan oleh dalang asal Bangli tersebut. Kemudian dia melakukan perawatan ke berbagai negara di Amerika dan Eropa. Perawatan wayang warisan ini tanpa dikenakan biaya. 

“Untuk mendapatkan seperti itu sangat sulit. Kamu tidak akan mendapatkan dari museum. Mereka tidak akan memberikan hal itu kepada Anda. Itu koleksi warisan, jadi ini pengalaman yang berharga untuk bisa mendapatkan satu wayang dari seseorang yang mempercayai kami untuk treatment dan mengembalikan itu,” jelasnya.

Pengalaman ini ia ungkapkan merupakan pertama kalinya membawa wayang warisan dari Bali untuk ditreatment di beberapa negara sebagai upaya perawatan. Bagaimana merawat artefak tersebut menggunakan teknologi yang ada saat ini. Perawatan yang diuji cobakan menggunakan sebuah mesin untuk melakukan sanitasi dan membunuh mikroba yang berpotensi merusak artefak tersebut.

“Ya, wayang ini sebuah kapsul waktu. Di mana di Bali dia digunakan dalang untuk berbicara budaya mereka kepada generasi muda. Mereka masih bernilai dan tetap menjadi tradisi, mereka mengedukasi sejarah dan bagaimana mereka terbentuk dari budaya kecil yang relevan dengan sekitarnya,” ungkapnya.

6. Khawatir warisan budaya ini terpinggirkan dengan budaya-budaya modern

Kisah Wayang Sakral Usia 200 Tahun di Bangli, Dapat Perawatan KhususMasyarakat Banjar Dinas Sidawa, Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, Dewa Wisnu. (Dok.IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu, warga Banjar Dinas Sidawa, Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, Dewa Wisnu, mengungkapkan bahwa sebagai krama adat, pihaknya juga khawatir warisan budaya ini terkikis oleh kemajuan teknologi atau terpinggirkan dengan budaya-budaya modern. Akibatnya, generasi muda banyak yang mulai meninggalkan budaya dan tradisinya.

“Mungkin sekitar kurang lebih 5 tahun terakhir ini untuk pertunjukan wayang sudah hampir tidak pernah saya lihat atau saya tonton,” ungkap Dewa Wisnu yang mempertemukan Raj dengan sang dalang. 

Ia mengungkapkan bahwa masing-masing harus menyadari apa yang disebut dengan warisan budaya. Artinya, ikut berperan untuk mewariskan kepada generasi selanjutnya, sebagai rasa bakti kepada leluhur dalam mewariskan apa yang telah diberikan. Saat ini, pertunjukan wayang ia akui hanya untuk keperluan-keperluan agama.

“Keberadaan wayang-wayang di Bali itu sangat memprihatinkan. Seperti itu. Bagaimana caranya biar bisa wayang-wayang kita yang jadi peninggalan leluhur kita, bisa terawat dan kita wariskan kepada generasi berikutnya,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya