Anak Muda di Klungkung Kembangkan Sayuran Organik di Lahan 4x5 Meter

Bisa jadi inspirasi millennials Bali

Urban farming menjadi tren bagi warga, khususnya kaum millennials di masa pandemik COVID-19 saat ini. Dengan lahan yang terbatas, millennials dituntut untuk lebih kreatif saat menekuni urban farming ini. Hal ini pula yang dilakukan millennials asal Kabupaten Klungkung, I Gede Setiawan (26), atau yang biasa disapa Yande.

Walau dengan pengalaman yang masih minim, secara otodidak ia berusaha menekuni urban farming dengan mengembangkan sayuran organik. Bagaimana awal mula dan perkembangan usaha Yande sampai saat ini? Simak yuk kisahnya berikut ini.

1. Awalnya sempat ragu merintis pertanian organik

Anak Muda di Klungkung Kembangkan Sayuran Organik di Lahan 4x5 MeterDok.IDN Times/ Gede Setiawan

Yande memanfaatkan lahan seluas 4×5 meter dalam menjalankan urban farming ini. Ia memulainya awal Maret tahun 2020 lalu, atau pada awal pandemik mulai merebak. Dirinya sudah memprediksi bahwa pandemik ini kemungkinan akan berlarut dan dampaknya meluas.

"Saat itu saya berpikir untuk bertani sayuran organik, tujuannya memang untuk menambah penghasilan karena kondisi pandemik. Saya sudah berpikir bahwa pandemik ini akan berlangsung lama dan dampaknya sangat luas," ungkap Gede Setiawan, Jumat (11/6/2021).

Awalnya Yande mengaku ragu untuk merintis pertanian organik ini. Terlebih dirinya justru berlatar belakang sebagai mahasiswa seni, yang sangat awam dengan berbagai hal tentang pertanian. Namun ia bertekad untuk belajar dan ingin mencoba merintis pertanian organik.

"Saat itu pikiran untuk gagal nomor sekian lah, yang penting mau mencoba. Saya cari literatur di internet, dan mencobanya," ungkapnya.

2. Modal awal Rp100 ribu untuk membeli polybag dan bibit sayuran

Anak Muda di Klungkung Kembangkan Sayuran Organik di Lahan 4x5 MeterDok.IDN Times/ Gede Setiawan

Yande mengungkapkan, modal awal yang ia perlukan untuk mengembangkan sayuran organik adalah Rp100 ribu. Ia mengawali dengan membeli beberapa polybag dan bibit sayuran.

Ia hanya memanfaatkan teras rumahnya seluas luas 4x5 meter untuk meletakkan media tanam. Ia mengawali dengan menanam bayam, selada, kangkung, dan pakcoy (sawi sendok).

"Jika ingin serius, kita juga harus melihat pasar. Misal saat ini sedang banyak masyarakat meminati sayur pakcoy, saya coba untuk menanam pakcoy," ungkapnya.

Selain mencari informasi di internet, Yande juga aktif bertanya dengan teman-temannya yang sudah berpengalaman di bidang pertanian.

"Urban farm pada dasarnya mirip-mirip lah dengan pertanian biasa. Ini cuma membutuhkan lahan yang tidak luas, bisa dengan sistem polybag atau juga hidroponik yang sempat jadi tren," jelasnya.

3. Pemasaran dilakukan secara daring dengan memanfaatkan media sosial

Anak Muda di Klungkung Kembangkan Sayuran Organik di Lahan 4x5 MeterDok.IDN Times/ Gede Setiawan

Sejak awal masa tanam, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk memanen sayuran organik yang ditanam dengan media polybag. Pasca panen, tantangan yang dihadapi Yande adalah pemasaran.

"Setelah panen, tentu tantangannya pemasaran. Beruntung saya ada warung, jadi awalnya saya jual di rumah dulu," ungkapnya.

Lalu ia perlahan memasarkan produknya secara daring melalui media sosial. Perlu waktu beberapa bulan hingga akhirnya produk sayurannya mulai dikenal masyarakat.

Menurut Yande, khususnya di Klungkung, pasar sayuran organik saat ini masih terbatas. Harga sayur pakcoy organik bisa mencapai Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per bungkusnya.

"Sebenarnya pasarnya bagus, permintaanya lumayan walau tidak bisa dibilang banyak. Tapi sampai saat ini saya sendiri masih kecil-kecilan menekuni usaha ini," ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya