Prosesi pelaksanaan tradisi Turun Mandi. (YouTube.com/AZMI ELFA OFFICIAL)
Masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat memiliki tradisi untuk kelahiran bayi yang disebut dengan Turun Mandi. Dikutip dari Jadesta.kemenparekraf.go.id, masyarakat Minangkabau melaksanakan upacara atau tradisi ini untuk mengungkapkan rasa syukur atas kelahiran seorang anak ke dunia. Sebelum melaksanakan Turun Mandi, keluarga terlebih dahulu mencari hari baik untuk pelaksanaan upacaranya.
Prosesi Turun Mandi dilakukan di sungai atau disebut dengan istilah batang aia. Salah satu sarana penting yang digunakan adalah batiah bareh badulang atau beras yang digoreng. Keluarga akan membagikan sarana ini kepada anak-anak yang mengikuti upacara ini.
Selain itu, ada sarana yang disebut dengan sigi kain buruak yaitu obor yang dibuat dari kain-kain yang telah dirobek. Obor ini akan dibawa dari rumah dan diletakkan di tempat upacara. Saat prosesi Turun Mandi, akan menghanyutkan tampang karambia tumbuah atau bibit kelapa. Si ibu akan menangkap bibit kelapa dan membawa pulang untuk ditanam sebagai simbol bekal hidup si anak.
Prosesi juga menggunakan tangguak atau alat menangkap ikan yang menjadi bekal ekonomi bagi si anak. Orangtua si bayi akan mengambil 7 buah batu yang di sungai yang dimasukkan ke dalam tangguak, kemudian di bawa ke rumah untuk ditanam bersama bibit kelapa.
Untuk menjaga prosesi upacara dari gangguan kekuatan negatif, keluarga membuat sarana palo nasi. Palo nasi adalah nasi yang terlah dilumuri darah ayam serta arang yang ditaruh di dalam sebuah cawan. Dua cawan diletakkan di jalan menuju ke sungai, dan satu cawan diletakkan di sungai tempat berlangsungnya upacara.
Beberapa tradisi kelahiran di Indonesia memiliki kemiripan dalam prosesi upacaranya. Secara umum, pelaksanaan tradisi atau upacara kelahiran bayi ini bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur dan mendoakan agar si bayi mendapatkan berkah keselamatan dan bisa tumbuh menjadi anak yang berperilaku baik.