Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Tips Menjaga Energi saat Dunia Terlalu Berisik

ilustrasi menutup telinga (pexels.com/Monstera Production)

Ketika kamu diam, dunia tetaplah bergerak. Bahkan di tengah malam, ketika langit nyaris tanpa cahaya dan orang-orang memilih tidur, suara mesin motor, suara televisi dari rumah tetangga, atau notifikasi yang muncul dari handphone-mu masih menyusup ke ruang yang semestinya sudah kedap. Menjaga energi menjadi keharusan dan bukan lagi sekadar perkara tidur yang cukup, melainkan soal kemampuan memilih mana yang pantas diserap dan mana yang lebih baik dilepas.

Alasannya karena kamu pasti pernah merasa seperti sumbu pendek yang mudah terbakar atau seperti baterai ponsel yang cepat habis meskipun belum digunakan berlebihan. Hal ini bisa disebabkan oleh terlalu banyaknya suara yang kamu biarkan masuk ke pikiranmu. Contohnya, nih, terlalu banyak distraksi, perdebatan, tuntutan, dan ekspektasi dari dunia luar yang berdesakan mencari ruang dalam kepalamu yang tentu saja tidak sanggup menampung semuanya. Tak heran kalau kamu merasa lelah bahkan sebelum hari benar-benar dimulai.

So, menjaga energi bukan lagi soal melarikan diri dari keramaian, tapi belajar bagaimana menyaringnya. Berikut ini lima tips yang bisa kamu coba untuk menjaga energi ketika dunia terlalu berisik.

1. Temukan sunyi dalam rutinitas yang kamu ciptakan sendiri

ilustrasi menciptakan rutinitas sunyi (pexels.com/Jure Širić)

Kamu memang tidak bisa menghentikan riuhnya pembicaraan dunia, tapi kamu bisa menentukan ruang di mana kamu tidak harus ikut bicara. Rutinitas yang kamu ciptakan sendiri, baik itu menyiram tanaman saat pagi, duduk tanpa suara sambil membaca puisi, atau hanya menatap langit beberapa menit sebelum tidur merupakan bentuk kecil dari perlindungan diri.

Mirisnya, kebanyakan orang mengira rutinitas hanya tentang disiplin. Padahal, lebih dari itu, rutinitas juga bisa menjadi tempat bagimu buat berlindung. Ia memberi ritme pada hidupmu yang sering kali terguncang oleh hal-hal yang tak kamu undang. Saat kamu mulai terbiasa menyediakan waktu khusus untuk tak berinteraksi, kamu akan merasakan sunyi yang menyejukkan, walau kadang dunia di luar tetap riuh.

2. Kurangi paparan digital secara sadar dan perlahan

ilustrasi paparan digital (pexels.com/mikoto.raw Photographer)

Kamu barangkali belum sadar seberapa sering kamu membuka ruang digital. Notifikasi datang tak ada hentinya yang perlahan tapi pasti mengikis perhatianmu. Dunia digital tidak hanya bising karena jumlah informasinya, tetapi juga karena ia menuntut perhatianmu terus-menerus, tanpa memberi kesempatan untuk sekali saja bernapas.

Nah, tapi, mengurangi paparan digital bukan berarti kamu harus sepenuhnya lenyap dari dunia maya. Mulailah dari langkah yang kecil, seperti mematikan notifikasi aplikasi yang kurang mendesak, menonaktifkan grup percakapan yang membuatmu gelisah, atau memberi batas waktu untuk penggunaan media sosial. Saat kamu berhasil menjauh, bahkan hanya untuk satu jam, kamu akan menyadari betapa sunyinya dunia yang sesungguhnya dan betapa kamu membutuhkannya.

3. Belajar berkata "Tidak" tanpa rasa bersalah

ilustrasi menolak (pexels.com/Picas Joe)

Satu bentuk kebisingan yang paling melelahkan datang dari kewajiban-kewajiban sosial yang tidak kamu pilih sendiri. Undangan rapat yang sebenarnya tidak penting, ajakan bertemu yang tak terlalu kamu inginkan, atau bahkan permintaan bantuan yang datang tanpa mempertimbangkan kondisimu. Semua itu menyedot energimu perlahan-lahan, hingga kamu merasa kosong.

So, kamu harus tahu bahwa menjaga energi adalah hak yang wajib kamu miliki. Dan salah satu cara untuk menjaganya adalah dengan berani berkata "Tidak." Bukan karena kamu tak peduli, tapi karena kamu juga punya batas. Menolak bukan berarti memutuskan hubungan, melainkan menjaga hubungan agar tetap sehat, terutama hubunganmu dengan diri sendiri.

4. Kenali tanda-tanda tubuhmu sebelum terlambat

ilustrasi murung (unsplash.com/Anthony Tran)

Kamu perlu tahu kalau tubuhmu punya bahasa sendiri. Ia memberi sinyal ketika sudah terlalu lelah, terlalu sempit, atau terlalu jenuh. Sinyal itu sering kali diabaikan karena kamu lebih sibuk memperhatikan suara dari luar. Ketika kamu mulai mudah marah, sulit tidur, atau merasa kehilangan minat pada hal-hal yang dulu kamu sukai, itu mungkin pertanda bahwa energimu sedang terkuras, lho.

Menjaga energi berarti memerhatikan tubuh seperti kamu memerhatikan ponsel yang mulai kehabisan baterai, ya. Jangan tunggu sampai benar-benar habis baru kamu isi ulang. Tidur cukup, makan dengan teratur, dan beri ruang untuk bernapas. Tubuhmu bukan mesin yang bisa kamu paksa bekerja terus-menerus. Ia adalah rumah yang harus dijaga, bukan tempat sampah untuk segala beban dunia.

5. Kembalilah ke hal-hal kecil yang membuatmu tenang

ilustrasi merasa tenang (pexels.com/Oleksandr P)

Dalam dunia yang luas dan riuh, kamu sering lupa bahwa ketenangan bisa datang dari hal-hal kecil, misalnya aroma kopi yang nikmat, suara hujan di genting, senyum seseorang yang kamu sayangi, atau kalimat sederhana yang tertulis di diary lama. Hal-hal kecil ini mungkin tidak bisa mengubah dunia, tapi cukup untuk membuatmu merasa utuh kembali.

Carilah hal kecil itu dan simpan baik-baik. Kapan pun dunia terasa terlalu ramai, kamu bisa kembali ke sana. Ini bukan tentang melarikan diri, tapi memilih ulang pusat gravitasi hidupmu. Saat kamu tahu di mana tempatmu berpijak, dunia bisa sekeras apa pun tetap tak akan menggoyahkanmu, nih.

Menjaga energi di tengah dunia yang terlalu berisik memang bukan persoalan yang gampang. Ia tidak datang dari satu langkah besar, tapi dari keputusan-keputusan kecil yang kamu ambil setiap harinya. Kamu berhak memilih kapan harus terlibat dan kapan perlu menarik diri. Dunia tidak akan berhenti bergerak dan tidak akan berhenti berbicara. Tapi kamu tidak harus mendengarkan semuanya.

Dari semua ini, belajarlah untuk kembali ke dirimu sendiri. Dengarkan tubuhmu, rasakan batinmu, dan beri ruang bagi sunyi untuk tumbuh. Energi yang kamu miliki adalah sesuatu yang harus dijaga, bukan dipinjamkan pada semua hal yang berada di luar kendalimu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us